Terdakwa Kasus Korupsi PPP Tamperan Kembalikan Uang Kerugian Negara Sebesar Rp681,3 Juta

oleh -16 Dilihat
KEMBALIKAN KERUGIAN NEGARA. Kejari Pacitan menghitung uang kerugian negara hasil pengembalian terdakwa sebesar Rp681 juta. (Foto: Sulthan Shalahuddin/Pacitanku)

Pacitanku.com, PACITAN – Beberapa pekan jelang sidang pembacaan tuntutan, terdakwa kasus korupsi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan Direktur CV Liga Utama Mohammad Jasuli mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp681.367.271,60 yang dititipkan melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Pacitan.

Pengembalian uang diserahkan dan diantarkan kuasa hukum Mohammad Jasuli yakni Zamroni kepada Kejaksaan Negeri Pacitan pada Kamis (2/2/2023).

Baca juga: Kejaksaan Pacitan Terima Uang Rp146 Juta Atas Kerugian Kasus Korupsi Proyek Pelabuhan Perikanan Tamperan

Ini adalah kali kedua Kejari Pacitan menerima titipan uang kerugian negara dari kasus tersebut setelah sebelumnya terdakwa Warji terlebih dahulu menyerahkan uang kerugian negara sebesar Rp146,4 juta pada Desember 2022 lalu.

Dengan demikian, dipastikan, dua terdakwa kasus korupsi PPP Tamperan telah mengembalikan sebagian kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus korupsi tersebut dari total kerugian negara sesuai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pacitan sebesar Rp.2,64 miliar.

Uang yang dikembalikan itu merupakan kerugian negara dari kasus tindak pidana korupsi proyek pembangunan PPP Tamperan Pacitan tahun anggaran 2021 dari APBD Provinsi Jawa Timur.

“Telah menerima uang tunai sebesar Rp.681.367.271,60 sebagai titipan uang pengganti keuangan Negara dari penasehat hukum dari terdakwa Mohammad Jasuli, yakni Zamroni,”kata Kasi Pidsus Kejari Pacitan Didit Agung Nugroho.

Adapun pengembalian uang kerugian negara dalam dakwaan sebesar Rp2.6 miliar dari total anggaran pembangunan yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur sebesar Rp7,9 miliar.

Kerugian negara sebesar Rp2,6 miliar tersebut ditanggung terdakwa, masing-masing Warji dan Mohammad Jasuli.

“Dakwaan JPU itu sebesar Rp2,6 miliar, dengan rincian Rp2,5 miliar dari kontraktor, Rp146 Juta dari konsultan pengawas. Semua ini merupakan pembelajaran hukum, jadi semua tidak harus sama dalam pengembalian uang kerugian negara antara dua terdakwa tersebut,”imbuh Didit.

Lebih lanjut, Didit mengungkapkan untuk pengembangkan kasus ini sedang berjalann dan menunggu fakta sidang.

“Karena masih ada yang terakhir nanti ada keterangan terdakwa, saksi mahkota itu sangat penting juga nilainya sangat bernilai pembuktian karena dia terdakwanya dia bisa menyampaikan lain-lain, makanya kami Sebutkan demikian kita tetap menunggu fakta sidang,”imbuhnya.

Jika ada perkembangan, Didit mengatakan jajarannya juga akan minta petunjuk Kejaksaan Tinggi (kejati) Jawa Timur.

“Karena bagaimanapun juga walaupun lokus tempatnya disini, namun demikian tetap kami sebagai bawahan harus berkoordinasi ke Kejaksaan tinggi dan karena kan provinsi Kejaksaan tinggi, kami akan berkoordinasi mohon petunjuk dari Kejaksaan tinggi rutin melalui laporan sidang laporan insidentil itu kami lakukan,”paparnya.

Dua kali pengembalian uang kerugian dari terdakwa itu, imbuh Didit, bukan berarti terdakwa tidak dihukum, namun proses hukum tetap berjalan.

Namun demikian, hal itu merupakan itikad dan upaya dari terdakwa agar ada pertimbangan khusus yang bisa meringankan terdakwa.

“Sebagaimana Pak Jaksa Agung Sebutkan keadilan itu tidak ada di buku, namun demikian Kami punya rambu-rambu, kalau kembalikan sekian-sekian sekarang tinggal doa dari temen-temen nurani kami kedepankan berapa sih tuntutannya, (itikad) itu sangat mempengaruhi itu tadi itu sebagai sebuah upaya dari terdakwa,”jelasnya.

Tahapan berikutnya, kata Didit, masih ada dua kali lagi, yakni pemeriksaan terdakwa dan tuntutan. Dua kali tahapan tersebut diselenggarakan pada bulan Februari 2023.

“Jadi (tahapannya) Selasa 14 Februari nanti pemeriksaan terdakwa, kemudian 21 Februari itu akan tuntutan, sehingga belum bisa kami sampaikan baru setelah dibacakan (tuntutannya) baru boleh dirilis (media),”pungkasnya.

Sebagai informasi, kasus korupsi ini berawal dari temuan penyidik di lapangan mengenai adanya kejanggalan hasil pegerukan di PPP Tamperan yang digarap CV Liga Utama pada tahun anggaran 2021.

Selain molor dari jadwal, saat itu pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan kontrak yang ditentukan baik volume pekerjaan maupun spesifikasi bahan.

Namun demikian, pihak penyedia tetap melanjutkan pembangunan proyek tersebut hingga 31 Desember 2021. Padahal, tenggat waktu yang ditetapkan adalah 14 Desember 2021 sesuai dengan masa kontrak kerja selama 90 hari sejak bulan September.

Kedua terdakwa, yakni Warji dan Mohammad Jasuli disangkakan melanggar UU nomor 31 tahun 1999 yan mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor) dengan ancaman paling singkat 4 tahun penjara.