Meski Raih Penghargaan KLA, Kasus Kekerasan Anak di Pacitan Masih Tinggi

oleh -1 Dilihat
Anak Pacitan berangkan Sekolah di Punung. (Foto : Dok.Pacitanku)
Anak Pacitan pulang Sekolah di Punung. (Foto : Dok.Pacitanku)

Pacitanku.com, PACITAN – Meski Pacitan baru saja meraih penghargaan Kota Layak Anak (KLA) dari Pemerintah Pusat, namun angka kekerasan terhadap anak di Pacitan terbilang masih tinggi. Sebagaimana diketahui, Kabupaten Pacitan kembali mendapatkan penghargaan sebagai Kabupaten Layak Anak tahun 2015, dengan alasan Pacitan dianggap memenuhi beberapa persyaratan untuk menjadi kabupaten layak anak.

Penghargaan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan anak (KPPPA) itu diberikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo dalam peringatan Hari Anak Nasional (HAN) di Istana Presiden di Bogor, Jawa Barat, Selasa, (11/8/2015) lalu.

Sesuai data dari Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP), dalam kurun waktu Januari hingga pertengahan September 2015, kasus kekerangan anak dan perempuan di Pacitan mencapai 17 kasus.

Menurut Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan BKBPP Pacitan, Purbo Wahyuni, baru-baru ini kepada wartawan, menyampaikan bahwa faktor keharmonisan keluarga dan pengaruh ekonomi cukup memancing kekerasan terhadap perempuan dan anak. 

“Dari total 17 (kasus-red), Rincianya, empat kasus pencabulan dan KDRT, dua kasus masalah penganiayaan, enam kasus persetubuhan, satu kasus penelantaran anak dan pencurian,” kata Purbo.

Sehingga, dengan data tersebut, pemerintah setempat wajib menyelenggarakan upaya perlindungan perempuan dan anak dari berbagai ancaman dalam bentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Tim ini terdiri dari berbagai unsur ada dari dokter, pengacara, polisi, advokat, dan sebagainya.

Sementara, menurut Wakil Kepala Kepolisian Resor Pacitan, Komisaris Polisi Suharsono menyampaikan bahwa rata-rata, para pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak sedikit adalah orang terdekat korban. “Mereka saat ini ada yang sudah proses hukum, tapi ada juga yang hanya mediasi,” tandasnya.

Lebih lanjut, Suharsono menyampaikan bahwa ada pemisah katagori anak sebagai korban dan pelaku, menurutnya, dikatagorikan pelaku pidana jika umurnya lebih dari 12 tahun dan apabila berumur kurang dari 12 tahun, maka kepolisian tidak bisa menahan dan mengembalikanya kepada orang tua.

“Sementara, apabila anak berstatus sebagai korban kekerasan dalam undang-undang disebutkan sebagai katagori anak adalah sejak dalam kandunagan hingga berusia 18 tahun,” ujarnya.

Sebelumnya, Bupati Indartato juga akan terus berupaya meminimalisir hal tersebut dengan terus melakukan sosialisasi undang-undang perlindungan anak. “Kita akan perkuat perlindungan terhadap anak ini dengan menerbitkan peraturan daerah (Perda),” tegasnya beberapa waktu lalu.

Selain kekuatan kebijakan melalui Perda, untuk meningkatkan perkembangan anak, juga harus dengan bekal pendidikan yang berkualitas, sehingga bisa membentuk karakter anak dalam melewati proses pendidikan sampai mereka dewasa. “Melatih keberanian kepada anak merupakan salah satu cara mendidik yang baik. Karena dengan menanamkan jiwa keberanian yang positif, anak menjadi lebih percaya diri dan mudah berinteraksi dengan lingkungannya,” pungkasnya. (RAPP002)