Miris, Selama 2016 Terjadi 13 Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dibawah Umur

oleh -1 Dilihat

Pacitanku.com, PACITAN – Para anak di bawah umur yang menjadi korban kekerasan seksual makin panjang. Berdasarkan data Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim Polres Pacitan pada periode Januari-Juli 2016 total sebanyak 13 kasus telah terungkap.

Sehingga, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, jumlah itu naik 100 persen. Tahun lalu hanya enam kasus yang diungkap oleh penyidik.

Kanit PPA Satreskrim Polres Pacitan Ipda Nurgiyanto mengatakan, dari sederet kasus yang ditangani, dua pelakunya adalah ayah kandung korban. Dua kasus itu terjadi di wilayah Kecamatan Tulakan. Dan, satu kasus lainnya dilakukan oleh ayah tirinya di Kecamatan Ngadirojo. ‘’Sementara sisanya, korbannya adalah pacar atau orang terdekat pelaku,’’ ujarnya, belum lama ini.

Nurgiyanto mengatakan, kasus pencabulan ini bisa saja bertambah. Karena ada kemungkinan masih banyak korban pencabulan yang tidak melaporkan kasus yang menimpanya. Kebanyakan, mereka takut saat akan melapor kepada orang tua karena masih ada hubungan saudara dengan pelaku. “Tapi, setiap ada informasi sekecil apapun tentang persetubuhan anak di bawah umur kami langsung kejar sampai ada kejelasan,’’ tegasnya.

Dari sejumlah kasus yang ditanganinya, lanjutnya, faktor penyebabnya lebih banyak pada pengaruh teknologi dan media sosial. Selain itu, lemahnya pengawasan orang tua atau keluarga juga jadi dalah satu faktor penyebabnya. Khususnya terhadap kasus kekerasan seksual yang dialami korban ketika diluar rumah. ‘’Kami sudah sering sosialisasi ke masyarakat. Juga memperingatkan agar tempat penginapan melarang anak di bawah umur menginap tanpa didampingi keluarga atau orang tua,’’ imbuhnya.


Sementara itu, Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP), dr Hendra Purwaka mengaku getol sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak dan Pornografi untuk mencegah bertambahnya korban anak di bawah umur.

Selain sosialisasi, pihaknya juga melakukan pendampingan terhadap korban hingga selesai persidangan. ‘’Sedangkan pemulihan trauma mental bagi korban ditangani oleh  Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan psikolog untuk menangani korban kekerasan seksual,’’ katanya.

Hendra mengakui, kinerja P2TP2A yang terbentuk pada tahun 2012 lalu tersebut belum berjalan maksimal. Karena keberadaannya masih menginduk ke BKBPP. Dan, anggaran yang dialokasikan serta sumber daya manusianya masih terbatas. ‘’Memang seharusnya P2TP2A ini berdiri sendiri,’’ tuturnya.

Secara terpisah, Ketua Komunitas Peduli Anak (KOPA) Pacitan Anis Bekti Wibowo mengatakan meningkatnya kasus pencabulan anak di bawah umur disebabkan karena penyimpangan perilaku dan dampak negatif perkembangan teknologi. ‘’Kemudahan akses video dan situs dewasa di media elektronik menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus pencabulan dan kekerasan seksual terhadap anak,’’ katanya. (her/yup/RAPP002)

Sumber: Radar Madiun