Pacitanku.com, PACITAN – Kabar duka mendalam menyelimuti bumi Pacitan. Pemerintah Kabupaten Pacitan dengan tulus menyampaikan rasa belasungkawa atas berpulangnya Mochtar Abdul Kadir, sosok kharismatik yang pernah menahkodai Pacitan sebagai Bupati periode 1985-1990.
Mantan Bupati Pacitan ini menghembuskan napas terakhir pada hari Kamis (10/4/2025), pukul 18.30 WIB di kediamannya di Jalan Nusa Indah Nomor 12, Malang.
Kabar duka ini sontak menyebar dari Malang, mengabarkan bahwa Kolonel Infanteri (Purn) H. Mochtar Abdul Kadir telah berpulang ke Rahmatullah di usia senja akibat komplikasi penyakit.
Almarhum meninggalkan seorang istri setia, Budiarti Abdul Kadir, dua putra-putri terkasih, Rayragnar Abdul Kadir dan Noka Maharani, serta dua menantu yang turut berduka, Marsma TNI Novianto Widadi dan Mike Ragnar.
Baca juga: Nostalgia Pacitan 1989: Menyusuri Jejak Kenangan di Sudut Kota
Ungkapan duka cita dan doa tulus juga disampaikan akun resmi Instagram Pemerintah Kabupaten Pacitan.
Dalam unggahannya, Pemkab Pacitan mendoakan agar almarhum diterima di sisi Allah SWT, segala khilaf dan dosanya diampuni, serta keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kekuatan iman. “Aamiin Yaa Rabbal Alamin,” demikian tulis akun tersebut.
Kepergian sosok visioner seperti Mochtar Abdul Kadir meninggalkan duka yang mendalam bagi seluruh masyarakat Pacitan. Namun, warisan pemikiran cemerlang, semangat kerja keras yang tak pernah surut, serta dedikasi tinggi almarhum akan terus terpatri dalam ingatan dan menjadi sumber inspirasi bagi generasi penerus Pacitan dalam mewujudkan daerah yang semakin maju dan sejahtera.
Kolonel Mochtar Abdulkadir, seorang perwira TNI yang memiliki ikatan batin dengan Malang, memimpin Pacitan pada periode krusial antara tahun 1985 hingga 1990. Meskipun masa kepemimpinannya terbilang singkat, hanya lima tahun, jejak pembangunan dan gagasan-gagasan visioner yang ditorehkan bagi kemajuan Pacitan sungguh membekas dan dampaknya masih dirasakan hingga kini.
Salah satu monumen fisik paling ikonik yang lahir dari kepemimpinan Bupati Mochtar Abdul Kadir adalah pembangunan Gasibu Swadaya di Baleharjo. Tempat ini kemudian menjelma menjadi jantung aktivitas olahraga, seni, dan budaya bagi masyarakat Pacitan.
Selain itu, sentuhan kepemimpinan sosok Mochtar Abdulkadir juga terasa dalam proyek renovasi Pendopo Kabupaten dan alun-alun Pacitan, mengubah wajah pusat pemerintahan dan ruang publik menjadi lebih representatif, berkarisma, dan memberikan kenyamanan bagi warganya.
Kepedulian mendalam Mochtar Abdul Kadir terhadap kesejahteraan masyarakat juga tercermin dalam kebijakan strategis terkait pembagian wilayah Punadirpa dan pemanfaatan lahan pesisir untuk permukiman nelayan. Langkah ini menunjukkan visi seorang pemimpin yang mampu menata wilayah secara bijak dan memberdayakan berbagai kelompok masyarakat.
Terobosan monumental lainnya adalah program Pawonsari, sebuah inisiatif cerdas yang berhasil memutus rantai isolasi ekonomi dan transportasi Kabupaten Pacitan dengan wilayah-wilayah tetangganya. Program ini membuka lebar akses dan peluang baru bagi pertumbuhan dan perkembangan daerah.
Salah satu kebijakan unik dan menunjukkan keberanian seorang pemimpin adalah instruksi Bupati tentang “mlinjonisasi” di seluruh lahan pertanian Pacitan. Meskipun pada masanya mungkin menuai beragam pandangan, langkah ini bertujuan mulia untuk mendongkrak produktivitas sektor pertanian yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah.
Kisah menarik lainnya yang tak lekang dari ingatan tentang Bupati Kadir adalah keberaniannya dalam merenovasi Pendopo Kabupaten.
Sosok Mochtar Abdulkadir tanpa ragu mengambil keputusan untuk menebang sejumlah pohon besar di halaman belakang pendopo yang diyakini sebagian masyarakat sebagai tempat bersemayamnya makhluk halus.
Tindakan ini tak hanya menyulap tampilan pendopo menjadi lebih megah dan menghilangkan aura mistis, tetapi juga mencerminkan jiwa kepemimpinan yang progresif dan berorientasi pada kemajuan, tanpa terbelenggu oleh kepercayaan yang menghambat.
Dalam proses renovasi ini, Bupati Mochtar juga memberikan kesempatan emas bagi tenaga kerja lokal dari Wonosidi, sebagai wujud nyata komitmennya untuk meningkatkan partisipasi dan kesejahteraan putra daerah dalam membangun kampung halaman.
Sentuhan seni dan sejarah juga diabadikan dalam relief gerilya Panglima Besar Sudirman yang menghiasi dinding tembok pendopo serta lambang burung garuda di ruang pendopo, yang merupakan hasil karya siswa SMIK Pacitan pada masa itu. Hal ini menunjukkan betapa besar perhatian Bupati Kadir terhadap nilai-nilai sejarah dan potensi kreativitas generasi muda.
Program Pawonsari yang digagas oleh Bupati Kadir terbukti menjadi katalisator penting dalam membuka keterisolasian Pacitan dari dunia luar. Dengan terbukanya akses transportasi dan ekonomi, Pacitan mulai terhubung dengan kabupaten-kabupaten tetangga, menciptakan peluang baru untuk pertumbuhan dan perkembangan wilayah.
Sementara itu, Gasibu menjadi simbol kebangkitan olahraga di Pacitan, melengkapi upaya pengembangan sepak bola yang telah dirintis oleh pemimpin sebelumnya. Meskipun Pacitan belum memiliki stadion pada saat itu, keberadaan Gasibu di pusat kota mampu menjadi wadah bagi berbagai kegiatan olahraga dan kesenian.
Ide kreatif lain dari Bupati Kadir adalah pemberian nama “Halking” untuk halaman belakang Pendopo Pacitan. Istilah yang merupakan singkatan dari “halaman wingking” ini dipopulerkan oleh Bupati Kadir sebagai sebutan bagi staf yang bertugas menerima tamu di luar jam kerja. Uniknya, istilah “Halking” ini kemudian menjadi populer dan masih digunakan oleh masyarakat serta Pemerintah Kabupaten Pacitan hingga saat ini untuk merujuk pada area penerimaan tamu khusus di pendopo.
Kepergian Bupati Mochtar Abdulkadir adalah kehilangan besar bagi Pacitan. Namun, legasi dan sumbangsih Bupati Kadir akan terus hidup dan menginspirasi langkah pembangunan Pacitan di masa depan.
Semoga amal ibadah Bupati Kadir diterima di sisi Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.