Pacitanku.com, PACITAN – Badan Informasi Geospasial (BIG) merilis hasil survei yang menyebutkan ada gunung di bawah laut (seamount) di wilayah perairan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Koordinator Pemetaan Kelautan Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai, BIGFajar Triady Mugiarto dalam siaran pers yang diterima dari Cibinong, Selasa (14/2/2023) mengungkapkan penemuan tersebut merupakan hasil dari Survei Landas Kontinen Ekstensi di wilayah Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Fajar mengungkapkan survey itu telah dilaksanakan oleh BIG bekerjasama dengan BRIN pada tahun 2022 dengan menggunakan kapal survei Baruna Jaya III dan peralatan utama yang digunakan adalah Multibeam Echosounder (MBES) yang berlangsung dari bulan September sampai November 2022.
“Tujuan dari survei ini adalah untuk mendapatkan data batimetri atau topografi bawah laut secara detail yang akan digunakan sebagai data utama penghitungan klaim luas landas kontinen ekstensi diluar 200 mil laut,”jelasnya.
Lebih lanjut, Fajar mengatakan survei berlangsung selama 52 hari layar, yang dibagi dalam 2 leg dan kapal melakukan bekal ulang di pelabuhan Banyuwangi, Jawa Timur. Salah satu lokasi survei adalah daerah atau zona subduksi di Selatan Pulau Jawa.
“Salah satu obyek yang diidentifikasi dari survei ini adalah gunung bawah laut yang terletak sekitar 260 km di selatan Kabupaten Pacitan,”ungkapnya.
Baca juga: Badan Informasi Geospasial Sebut Ada Gunung Bawah Laut di Perairan Pacitan
Menurut Fajar, gunung ini memiliki ketinggian sekitar 2.200 m yang berada di kedalaman dasar lautnya sekitar 6.000 meter dan puncaknya pada kedalaman sekitar 3.800 meter.
“Menurut dokumen International Hydrographic Organization (IHO) B6, definisi seamount adalah Elevasi (ketinggian) yang berbeda di sekelilingnya dan mempunyai beda tinggi lebih besar dari 1.000 meter di atas relief sekitarnya serta diukur dari batimetri terdalam yang mengelilingi sebagian besar fitur atau obyek tersebut,”ungkapnya.
Penamaan gunung
Lebih lanjut, Fajar mengatakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 2 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi, maka pemberian nama dapat diberikan terhadap obyek yang ada di darat dan laut.
“Obyek yang ada di laut baik yang berada di permukaan atau di bawah laut diberikan nama, sesuai dengan prinsip-prinsip nama rupabumi dalam PP nomor 2 tahun 2021 pasal 3,”tandasnya.
Poin-poin dalam pasal itu adalah menggunakan bahasa Indonesia, dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila unsur rupabumi memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan atau keagamaan, menggunakan abjad romawi.
Kemudian juga menggunakan 1 nama untuk 1 unsur rupabumi, menghormati keberadaan suku, agama, ras dan golongan, menggunakan paling banyak 3 kata, dan enghindari penggunaan nama orang yang masih hidup dan dapat menggunakan nama orang yang sudah meninggal dunia paling singkat 5 tahun terhitung sejak yang bersangkutan meninggal dunia.
Selain itu juga poin lainnya adalah menghindari penggunaan nama instansi/Lembaga, menghindari penggunaan nama yang bertentangan dengan kepentingan nasional dan/atau daerah dan memenuhi kaidah penulisan nama rupabumi dan kaidah spasial
Selain itu, Fajar mengungkapkan pada Rabu (8/2/2023), pihaknya telah melakukan koordinasi teknis secara daring, dengan mengundang para pakar geologi, hidrografi dan pemerintah daerah.
“Dari kementerian atau lembaga hadir para pakar dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Pusat Hidro-Oceanografi TNI AL (Pushidrosal), serta pemerintah provinsi Jawa Timur dan kabupaten Pacitan,”ujar dia.
Menurut Fajar, dalam perlu kesepakatan dari para ahli tentang gunung bawah laut, dan proses pemberian namanya dengan melibatkan Kementerian, lembaga dan pemda setempat.
“Dari seluruh pakar yang hadir, menyimpulkan bahwa obyek gunung bawah laut yang didapat dari hasil survei LKI ini memang termasuk kategori gunung bawah laut (seamount), baik dari sisi geologi maupun dari sisi hidrografi (sesuai dengan dokumen IHO B-06),”paparnya.
Kemudian dari sisi penamaan, Fajar mengatakan para pakar dan Pemda sepakat sebaiknya tidak menggunakan nama orang, karena terkait dengan mitigasi bencana, dan bisa jadi gunung bawah laut tersebut menjadi ancaman bencana di masa depan.
“Usulan nama gunung bawah laut yang disampaikan pemerintah kabupaten Pacitan, masih akan difinalisasikan dengan para pejabat setempat,”tandas dia.
Agenda berikutnya, kata Fahar nama gunung bawah laut ini, sesuai mekanisme PP nomor 2 akan dibahas dalam agenda Penelaahan Nama Rupabumi tingkat Pusat di bulan Maret tahun 2023, dan diharapkan dapat masuk ke dalam Gazeter RI.
“Bahkan direncanakan bulan Juni tahun ini nama gunung bawah laut ini, akan disubmit ke ranah internasional di SCUFN GEBCO,”pungkasnya.