Boros Anggaran, Dokter di Pacitan Minta Kebijakan DLP tak Dilanjutkan

oleh -0 Dilihat
AKSI DAMAI. IDI Pacitan menemui Bupati dan Wakil Bupati Pacitan dan menggelar aksi di DPRD Pacitan. (Foto: Info Pacitan)
AKSI DAMAI. IDI Pacitan menemui Bupati dan Wakil Bupati Pacitan dan menggelar aksi di DPRD Pacitan. (Foto: Info Pacitan)
AKSI DAMAI. IDI Pacitan menemui Bupati dan Wakil Bupati Pacitan dan menggelar aksi di DPRD Pacitan. (Foto: Info Pacitan)

Pacitanku.com, PACITAN – Kebijakan pendidikan dokter layanan primer (DLP) yang ditetapkan pemerintah usai digulirkannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) beberapa waktu lalu mendapatkan penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Pacitan.

Sekitar 45 dokter yang tergabung dalam IDI Pacitan meminta kebijakan DLP tersebut tidak dilanjutkan karena dianggap hanya merupakan pemborosan anggaran. Aspirasi tersebut disampaikan saat menggelar aksi damai di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pacitan, Senin (24/10/2016).

Sekretaris IDI Pacitan, Johan TP menyampaikan bahwa  sebetulnya secara kompetensi tidak ada yang berbeda antara dokter layanan primer dan dokter umum.

“Dokter layanan primer harus menguasai 144 diagnosis yang mana menurut Johan, hal itu sudah semestinya melekat pada dokter umum, dengan adanya program itu seorang dokter harus belajar hingga 11 tahun untuk dapat mengabdi kepada masyarakat,” terang dr Johan.


Dokter Layanan Primer merupakan jenjang baru pendidikan kedokteran di Indonesia yang dilaksanakan setelah program profesi dokter dan program internship yang setara dengan jenjang pendidikan profesi spesialis.

Sebagai informasi, yang membedakan dokter umum dan dokter layanan primer adalah kompetensi, area dan pekerjaannya. Dokter layanan primer memiliki 10 atau 11 item yang akan membedakan bukan hanya jenis area kompetensinya saja tapi bagaimana pendekatan kepada pasien dalam masalah kesehatan.

Sebagai contoh, dokter yang mengobati batuk pilek di layanan primer  harus periksa dan menetapkan obat ini. Mungkin dokter umum akan langsung memberikan obat tapi dokter layanan primer tidak akan memberikan obat langsung karena dia akan mencari tahu lebih dalam lagi mengenai sebab pasien batuk pilek. Seperti faktor-faktor apa yang menyebabkan pasien batuk pilek.

Apakah virusnya dari diri sendiri, keluarga, lingkungan atau sekitar rumahnya ada yang mengalami batuk pilek. Kemudian apakah batuk pilek ang dialami hanya sekali atau berulang dan tidak pernah terpikirkan oleh dokter sebelumnya. Dokter layanan primer akan melakukan penelusuran lebih dalam dan approach lebih baik lagi sehingga pengobatan juga secara komperhensi akan lebih baik lagi,

“Sehingga, program studi DLP terlalu dipaksakan. Akar permasalahannya, lebih pada sistim pembelajaran di fakultas-fakultas kedokteran yang harus terlebih dahulu diperbaiki, kuliah di kedokteran mahalnya minta ampun. Baru masuk saja sudah ratusan juta. Jadi terkesan adanya komersialisasi pendidikan kedokteran,”paparnya.

Selain menuntut dibatalkannya DLP, Johan bersama puluhan dokter lainnya juga meminta agar ada revisi UU Kedokteran, meminta penurunan biaya pendidikan dokter, dan meminta pemerintah memperbaiki sistem JKN agar tak memberatkan rakyat kecil.

“Kami juga meminta agar pemerintah memprioritaskan obat dan alat kesehatan untuk rakyat, menurunkan pajak obat dan alat kesehatan dan juga memperbaiki Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan perlengkapan obat dan alat kesehatan,”pungkasnya melalui naskah aksi damai yang ditandatangani pimpinan DPRD Pacitan.

Aksi damai tersebut diterima langsung oleh pimpinan DPRD, yakni Ronny Wahyono selaku Ketua DPRD Pacitan dan Gagarin Wakil Ketua DPRD. Rombongan IDI Pacitan juga menemui Bupati dan Wakil Bupati Pacitan di Pendopo Kabupaten. (RAPP002)