Pacitanku.com, SURABAYA — Pejabat (Pj) Gubernur Jawa Timur (Jatim), Adhy Karyono, menyerukan kepada seluruh pemerintah kabupaten/kota (Pemkab/Pemkot) di wilayahnya untuk mematuhi Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Adhy Karyono menekankan pentingnya efisiensi anggaran, terutama karena adanya pengurangan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), bahkan peniadaan untuk beberapa kasus. Situasi ini dapat memicu masalah keuangan jika tidak ada penyesuaian sejak dini.
“Di Pemprov Jatim, kami telah mengambil langkah-langkah untuk setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melakukan efisiensi sesuai dengan Inpres No. 1 Tahun 2025. DAU dan DAK juga berkurang hampir Rp 200 miliar, sehingga kita harus menggantinya dengan menggunakan PAD,”ujarnya setelah mengikuti rapat paripurna DPRD Jatim, Sabtu (8/2/2025) mengutip siaran pers Humas Pemprov Jatim.
Salah satu persoalan yang menjadi perhatian adalah keberadaan sekitar 19.600 tenaga honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkungan Pemprov Jatim.
Status mereka terbagi dua, yaitu yang sudah lulus dan belum lulus, namun sudah masuk PPPK. Pemprov Jatim berupaya menyesuaikan formasi secara bertahap.
“PPPK yang belum lulus disebut paruh waktu, tetapi待遇nya sama, hanya statusnya saja PPPK yang paruh waktu, tetapi gaji dan tunjangannya sama. Insya Allah di Jatim tidak ada masalah, tinggal kita perjuangkan honorer dan PTT yang tidak masuk dalam pangkalan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) karena mungkin ketidaktahuan, kemampuan IT, atau lupa input dan sebagainya. Kita tetap menghargai tugas-tugas kerja mereka dan mudah-mudahan bisa diakomodir,”jelasnya.
Adhy Karyono menjelaskan bahwa kewenangan kabupaten/kota terkait honorer dan PPPK berbeda karena mereka memiliki tanggung jawab untuk mengatasi persoalan tersebut sendiri.
Namun, seringkali antara PAD dan jumlah gaji pegawai lebih besar gaji pegawai, sehingga sangat bergantung pada DAU.
“Kabupaten/kota yang DAU-nya kena potong, otomatis akan mengalami kesulitan. Apalagi daerah-daerah yang minus hingga 60 persen. Misalnya, PAD-nya hanya 400 miliar, sementara total gajinya hingga 600 miliar, tentu ketergantungan dengan DAU pusat sangat besar,”tegasnya.
Pj Gubernur Jatim juga menyinggung batas waktu penerimaan honorer yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat.
Awalnya, November 2023 seharusnya seluruh honorer sudah diangkat statusnya menjadi PPPK. Namun, karena tidak kunjung selesai, diperpanjang hingga Desember 2024.
“Tesnya memang selesai, tetapi untuk pengangkatannya dilakukan secara bertahap dan gajinya dijamin sampai akhir 2024. Namun, tidak semua kabupaten/kota mampu untuk itu, sehingga terpaksa meng-outsourcing-kan atau merumahkan dan lain sebagainya karena memang sangat membebani,”kata Adhy Karyono.
Persoalan ini muncul karena ketidakmampuan atau keterlambatan dalam mengendalikan. Banyak OPD yang tiba-tiba mengangkat tenaga honorer yang gajinya tidak menggunakan belanja pegawai dan belanja jasa lainnya.
Atau tiba-tiba masuk saat ada pergantian kepada OPD, terutama di kabupaten/kota, sehingga menjadi semakin banyak dan tidak terkendali.