Simak Penjelasan Penting BPBD Pacitan Terkait Sistem Peringatan Dini Bencana

oleh -2 Dilihat
BPBD Pacitan saat menggelar simulasi penanganan bencana. (Foto: BPBD)
BPBD Pacitan saat menggelar simulasi penanganan bencana. (Foto: BPBD)

Pacitanku.com, PACITAN – Pacitan adalah salah satu daerah di Indonesia dengan  status tinggi bencana. Setidaknya ada 11 potensi kejadian bencana di Pacitan, salah satu faktornya secara geografis berdekatan dengan lempeng Indo Australia.

Menurut hasil kajian lapangan, 11 ancaman becana di Pacitan meliputi tsunami, gempa bumi, banjir bandang, kekeringan, cuaca ekstrim, longsor, kegagalan teknologi, endemi penyakit, kebakaran, gelombang ekstrim dan konflik sosial.

‎Berdasarkan kondisi tersebut, sistem peringatan dini atau dikenal dengan sebutan Early Warning System (EWS) bencana sangat diperlukan agar kejadian bencana di Pacitan dapat diketahui oleh masyarakat Pacitan.

Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan, Ratna Budiono, Jumat (27/1/2017) kemarin di Pacitan menyampaikan bahwa EWS adalah semua yang terkait dengan kebencanaan baik alat peringatan dini, aturan-aturan, program pengurangan risiko bencana (PRB), penanggulangan bencana, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) maupun media dan masyarakat masuk dalam sistem peringatan dini.

Sehingga, selain memanfaatkan alat seperti Extensometer, pihak BPBD Pacitan lebih memilih fokus pada pemberian pengetahuan seputar kewaspadaan dan kedaruratan bencana pada masyarakat.

Menurut Ratna, alat hanya bagian dari sistem. Lebih dari itu, kesadaran dan pengetahuan masyarakat soal kondisi di sekitarnya lebih penting dibanding hanya mengandalkan bunyi sirine

“Salah satu alat, yakni Extensometer bagian dari hardware yang bisa rusak sewaktu waktu, dan masih ada dari bagian sistem peringatan dini yang masih tertanam dan tidak rusak adalah pengetahuan dan  tindakan semua pemangku kepentingan untuk menyelamatkan diri maupun lingkungannya,”jelasnya.




Lebih lanjut, Ratna menjelaskan bahwa salah satu poin penting penanggulangan bencana adalah adanya kearifan lokal. Menurut Ratna, kearifan lokal menjadi kunci dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

“Kalau era dulu ada bencana kita tangani,kemudian di lima tahun ke 2, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaksanakan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas, ini bisa diliat di UNISDR (PBB), SFDRR (Jepang) UU 24 2007 (Indonesia) dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN),”ungkapnya.

Saat ini, dikatakan Ratna, BPBD Pacitan sendiri memiliki program pendekatan komunitas dalam kerangka sosialisasi EWS kepada masyarakat Pacitan. “Salah satu program kami sekolah madrasah aman bencana dengan tiga pilar, kebijakan managemen, gedung dan lingkungan serta materi pengurangan risiko bencana,”pungkasnya.

Sesuai dengan RPJMN Buku 3 tentang penanggulangan bencana (RPJMN Buku 3), Ratna menyebut bahwa untuk mengantisipasi risiko bencana yang sudah ada dan yang berpotensi dimasa yang akan datang, maka arah kebijakan didalam penanggulangan bencana adalah mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan menghadapi bencana.

Di Pacitan sendiri, alat sistem peringatan dini/EWS berupa ekstensometer berjumlah lima unit, yang terdapat di Dusun Demeling, Purworejo, ada dua EWS longsor yang dipasang. Selain itu, juga di Desa/Kecamatan Tegalombo, serta Sedeng, Pacitan.

Keempat EWS tersebut merupakan milik Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jatim. Selain itu, satu EWS lagi terletak di Desa Kedungbendo, Arjosari yang dipasang oleh BNPB dan Universitas Gadjah Mada (UGM). (RAPP002)