Waspada LSD Pada Sapi Ternak, Simak Penjelasan Dokter Hewan di Pacitan

oleh -1 Dilihat
Pejabat otoritas veteriner Kabupaten Pacitan drh Kus Handoko. (Foto: Sulthan Shalahuddin/Pacitanku)

Pacitanku.com, PACITAN – Baru-baru ini muncul jenis wabah baru yang menjangkit hewan ternak sapi, yaitu Lumpy Skin Desease (LSD). LSD adalah penyakit kulit pada sapi yang memiliki gejala bentol-bentol pada kulit sapi.

LSD sendiri adalah penyakit pada hewan yang disebabkan oleh virus pox. Penyakit LSD menyerang hewan sapi, kerbau dan beberapa jenis hewan ruminansia liar.

Meskipun tidak menular kepada manusia, namun LSD menimbulkan kerugian yang besar.

Kerugian yang ditimbulkan berupa kehilangan berat badan, karena hewan tidak bernafsu makan, kehilangan produksi susu, mandul pada sapi jantan dan betina, keguguran dan kerusakan pada kulit.

Di Pacitan, Dinas Ketahanan Pangan Dan Pertanian selaku Organisasi Perangkat Daerah (OPD) penanggungjawab sektor peternakan melaporkan sebanyak 29 kasus LSD yang menimpa sapi ternak di Pacitan.

Baca juga: Waspada Penyakit LSD Pada Sapi Ternak, di Pacitan Sudah Ada 29 Kasus

Atas kondisi itu, salah satu dokter hewan di Pacitan, drh Kus Handoko menyampaikan sejumlah edukasi kepada masyarakat untuk mewaspadai penyakit pada sapi ini.

Menurut drh Handoko, penyakit LSD ini sangat berbahaya pada sapi. Karena LSD adalah penyakit cacar sapi yang dapat menular dan angka penularannya angka kesakitannya sampai 40% dari populasi.

“Kemudian angka kematiannya di bawah 10 persen. Namun demikian LSD biasanya menimbulkan bekas luka bakar seperi adanya cara di manusia bekas luka ini menyebabkan kalau sapi sudah sembuh menyebabkan harga jual dari sapi ini akan turun,”kata dia, Jumat (17/2/2023).

Lebih lanjut, pria yang juga Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan Dan Pertanian ini menjelaskan untuk penularan LSD ini bisa melalui kontak langsung atau bertemunya ternak dengan ternak.

“Kemudian bisa juga melalui vektor atau hewan pembawa seperti nyamuk bisa lalat penghisap darah dan juga caplak,”ungkapnya.

Untuk pencegahan, drh Kus Handoko mengatakan bisa dilakukan peternak dengan membatasi membatasi lalu lintas ternak, terutama dari sumber-sumber yang ada kasus.

“Kemudian memberantas vektor-vektor vektor seperti nyamuk lalat tadi kemudian caplak melakukan disinfeksi sekitar kandang dan intinya adalah tidak memasukkan ternak baru yang sumber ternaknya ini tidak jelas,”papar dia.

Penularan, kata drh Kus Handoko, juga bisa melalui manusia. Dimana, kata dia, jika ada manusia membawa virus misalnya dari kendang yang terkena LSD, kemudian tanpa sengaja kita yang tertempel kemudian akan menularkan.

“Namun demikian, secara teori sebenarnya kalau sudah pernah kena ini paling tidak setahun ini ada-ada kekebalan, ataupun jika sudah kena tidak akan sampai muncul gejala yang separah kalau belum pernah terpapar LSD,”jelas dia.

Selain itu, kata dia, kerugian yang terjadi akibat terpapar LSD ini adalah harga jual hewan ternak yang turun dan paling parah adalah kematian hewan ternak.

“Perbandingan dengan Penyakit Mulut dan Kuku, kalau kematian LSD sampai 10% lebih tinggi untuk angka kematiannya lebih tinggi LSD namun demikian angka kesakitannya itu lebih tinggi PMK dan itu bisa sampai 100% itu kena semua, tapi kalau LSD ini biasanya di angka 40 persen,”jelas dia.

Terkait upaya vaksinasi di Pacitan mencega LSD, drh Kus Handoko mengungkapkan sampai saat ini Pacitan belum mendapatkan jumlah yang cukup.

“Kita masih baru dapat 600 dosis dan itu kita aplikasikan diutamakan di sentra sapi perah yaitu di Tegalombo,”pungkasnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.