Pacitanku.com, PACITAN – Berbicara Sejarah masa lampau Pacitan, ternyata memiliki banyak sudut pandang, juga cerita yang menjadi inspirasi bagi anak-anak muda saat ini. Salah satu yang penting untuk dikisahkan adalah sosok Ki Ageng Petung.
Ki Ageng Petung yang memiliki nama Kyai Siti Geseng memiliki peran sentral dalam membuka (Babad) tanah Pacitan.
Berdasarkan silsilahnya, Ki Ageng Petung adalah putra dari Raden Achmad Rachmatullah atau Sunan Ampel.
Sosok Ki Ageng Petung merupakan kakek buyut keturunan ke tujuh dari Raden Tumenggung Notopuro, bupati Pacitan pertama.
Dalam sejarahnya, Ki Ageng Petung adalah murid dari Bathara Katong, Adipati Ponorogo saat itu. Ia diutus untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Wengker Kidul, dimana wilayah ini adalah cikal bakal Kabupaten Pacitan bersama bersama Kyai Ampok Boyo atau Ki Ageng Posong.
Sedangkan, Ki Ageng Posong juga merupakan seorang tokoh penyebar agama Islam di Pacitan. Ia berasal dari Demak dan berguru kepada Bathara Katong,
Jika hendak melihat inspirasi dari sosok ulama asal Kerajaan Demak ini, bisa mengunjungi makam Ki Ageng Petung yang berada di Dusun Sedayu, Desa Kembang, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan.
Saat Pacitanku.com berziarah dan mengunjungi makam Ki Ageng Petung, kondisi makamnya yang dengan bentuk gundukan tanah yang ditutupi kain putih.
Saat berbincang dengan Syarifudin, salah satu warga sekitar, baru-baru ini, awal mula Ki Ageng Petung datang ke Pacitan dan memulai babad tanah Pacitan s ekitar tahun 1480.
Saat itu Kerajaan Islam Demak Bintoro mengirimkan utusan bernama Siti Geseng yang merupakan nama asli Ki Ageng Petung.
“Siti Geseng meminta izin dan meminta tempat untuk babad alas dan Bathara Kathong menyarankan pembukaan hutan di daerah Wengker Kidul atau Pacitan. Siti Geseng membawa tiga senjata selama perjalanan dari Demak, yaitu keris, pedang, dan tombak,”kata Syarifudin, saat ditemui Pacitanku.com, baru-baru ini.
Sebelum menetap di Pacitan, Syarifudin menceritakan Siti Geseng bertapa di Luweng Sewu. Ia menanam sebatang bambu seukuran gagang sabit di tepi selatan sungai sebelum mulai bermeditasi. Sekitar 2,5 kilometer dari bambu yang ditanam, Siti Geseng melakukan meditasi.
Syarifudin menceritakan, Siti Geseng mengunjungi bambu yang ia tanam sebelumnya setelah ia bermeditasi selama kurang lebih sepuluh tahun.
Sebuah pohon bambu yang tinggi tumbuh dari buluh bambu. Akibat peristiwa itu, Siti Geseng berganti nama menjadi “Ki Ageng Petung”.
“Ageng artinya besar dan Petung artinya bambu. Jadi Ageng Petung artinya bambu besar,”tandasnya.
Adapun hingga saat ini makam Ki Ageng Petung masih terpelihara dengan baik. Makamnya terletak di area pemakaman umum Dusun Sedayu, Desa Kembang.
Terdapat bangunan rumah kecil yang berfungsi untuk melindungi makam Ki Ageng Petung. Bentuk makamnya masih berupa gundukan tanah yang ditutupi kain putih dan belum ada papan nama maupun nisannya.
Ada empat makam yang berdekatan dengan makamnya. Dua di sebelah timur adalah makam putra-putranya dan dua di sebelah barat adalah makam murid-muridnya.
Menurut Syarifudin, masih banyak masyarakat yang berziarah ke makam Ki Ageng Petung. Bahkan ada pengunjung dari luar Kota Pacitan.
Saat momen hari jadi Pacitan, makam Ki Ageng Petung juga dikunjungi para pejabat dan forkopimda Pacitan.
Syarifudin mengatakan apabila pengunjung ingin berziarah ke makam Ki Ageng Petung, maka harus memperhatikan peraturan yang ada di area pemakaman tersebut.
Dia mengungkapkan ada beberapa aturan ketika berziarah ke makam Ki Ageng Petung, antara lai Pengunjung yang sedang menstruasi tidak diperkenankan memasuki area makam.
“Pengunjung disarankan untuk berwudhu sebelum memasuki area makam, juga Pengunjung diharapkan menjaga sikap ketika berada di area pemakaman, pengunjung dilarang mengambil barang-barang yang ada di area pemakaman (misalnya tanah kuburan),”pungkasnya.