Kisah Masjid Tiban di Pacitan yang Tiba-Tiba Ditemukan di Rawa

oleh -556 Dilihat
Kisah Masjid Tiban di Pacitan yang Tiba-Tiba Ditemukan di Rawa. (Foto: Resi Wulandari/Pacitanku)

Pacitanku.com, NGADIROJO – Kabupaten Pacitan dalam sejarahnya merupakan salah satu daerah penyebaran dakwah Islam di Indonesia.

Selain kisah tentang babad bumi wengker kidul oleh ulama, juga ada cerita tentang Masjid Tiban Nurul Huda yang terletak di Desa Tanjungpuro, Kecamatan Ngadirojo.

Masjid Tiban ini rupanya memiliki sejarah yang cukup unik. Dimana saat ini masjid tersebut sangat megah dengan menara berdiri menjulang di 4 penjuru. Megahnya Masjid Tiban saat ini tentu berbeda dari kisah sejarahnya yang legendaris.

Handri, salah satu warga setempat mengatakan awal mula bangunan masjid ini berdiri yang merupakan keyakinan dari turun-temurun.

Sebutan ‘Tiban’ tak lepas dari asal-usul masjid tersebut. Hal itu karena belum ditemukannya catatan sejarah terkait siapa yang pertama kali membuat bangunan yang dulunya beratap ilalang.

Namun berdasar cerita turun temurun, masjid yang kini bernama Nurul Huda itu diyakini peninggalan Sunan Geseng.

“Awal mulanya berawal dari seorang bernama Ki Ageng Bandung yang diusir karena merebut tahta yang sebenarnya tidak seperti itu,”kata Handri, saat ditemui Pacitanku.com, baru-baru ini.

Hendri mengatakan, Kia Ageng Bandung mengembara dari Bandung lewat Jawa Tengah sampai daerah Pacitan yang didulu dinamakan Wengker Kidul.

Di Pacitan ini Ki Ageng Bandung sudah memiliki santri yang bernama Sanjoyo Rangin dan akhirnya melakukan pengembaraan yang diarahkan kebagian timur Pacitan yaitu wilayah Lorok atau sekarang Ngadirojo.

Masjid Tiban Nurul Huda Tanjungpuro. (Foto: Resi Wulandari)

“Sampai di wilayah Lorok bersemayam di desa Pagerjo wilayah Bandung,”tandas Handri.

Lebih lanjut, Hendri menceritakan Ki Ageng Bandung juga memiliki keluarga yang memiliki 3 orang anak 1 anak laki – laki dan satu anak perempuan serta untuk anak yang ketiga meninggal saat bayi jatuh ke sumur yang diberi nama mbah bayi.

“Pada saat Ki Ageng Bandung memerintah, saat mengajar santri di daerah bandung di mendengarkan ada suara burung perkutut yang merasa ada petunjuk akhirnya dia mengikuti burung tersebut dengan menggunakan sampan melewati rawa-rawa,”paparnya.

Ki Ageng Bandung kemudian menuju rawa dan menemukan sebuah masjid di tengah pulau masjid lengkap dengan rumah disebelahnya dan terdapat disitu pohon tanjung yang berjejer dua.

“Saat dimasuki kondisi masjid tersebut bersih dan terdapat 2 kotak yang kotak pertama berisi peralatan tukang dan yang kedua berisi jubah yang diatasnya berisi selebaran kertas yang menerangkan siapa yang menemukan masjid ini rumah di sebelahnya saya siapkan untuk pemimpin yang berada di wilayah ini, aku Sunan Geseng,”jelasnya lagi.

Setelah masuk ke bangunan masjid yang sudah lama tidak terawat itu, dia menemukan selembar surat berbahasa Jawa kuno.

Setelah dibaca, surat tersebut ditulis seseorang yang menamakan diri Sunan Geseng.

Isi surat berbunyi

“Manawa alas iki wis babad sarta wis dadi desa reja, pandhapa iki dak cadangkake sapa kang dadi lurah. Lan masjid ing sakidul kulone iki dienggo panggonan mulang santri. Dene kang agawe pandhapa lan masjid iki aku, Sunan Geseng”.

Jika diartikan, surat tersebut menjelaskan bahwa

“Apabila hutan ini sudah dibabat dan menjadi desa yang makmur, pendapa ini aku ujukan untuk siapa yang akan menjadi kepala desa. Masjid di sebelah tenggara nanti digunakan untuk tempat belajar para santri. Yang membangun pendapa dan masjid aku, Sunan Geseng”.

Pada akhirnya, masjid ini dinamakan dengan masjid tiban yang artinya tiba tiba muncul. “Bangunan ini dulu seperti atapnya adalah alang – alang bersap dua dan ada kubahnya seperti bangunan orang hindu zaman dulu,”ujar dia.

Pelan-pelan, masjid kemudian dibangun dengan bangunan yang lebih kokok, hingga saat ini menjadi salah satu Lokasi wisata religi di wilayah Ngadirojo, Pacitan.

Dimana saat bulan tertentu, seperti Sya’ban, ruang tengah masjid sering dikunjungi warga untuk melakukan doa.

“Akhirnya masjid ini mulai dibangun tahun demi tahun dari mulai atap alang – alang berubah menjadi genteng dan sampai saat ini masjid ini dibangun menjadi bangunan yang masjid yang megah,”pungkas Handri.

Lihat juga berita-berita Pacitanku di Google News, klik disini.

No More Posts Available.

No more pages to load.