BEM STKIP PGRI Pacitan Kritisi Gagasan Sistem Proporsional Tertutup Pada Pemilu 2024

oleh -0 Dilihat
Ilustrasi kertas suara Pemilu.

Pacitanku.com, PACITAN – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Pacitan mengkritisi gagasan sistem proposional tertutup yang digulirkan pada Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024 mendatang.

Sebagai informasi, Ketua KPU melontarkan gagasan penggunaan sistem proporsional tertutup pada Pemilihan Umum legislatif 2024 mendatang. Mengingat jabatan sentral yang dimilikinya, tentu terjadilah panen respon pro dan kontra atas lontaran tersebut.

Bak gayung bersambut, dari sembilan partai yang ada di parlemen, terdapat satu fraksi yang terlihat mendukung wacana ini. Sejumlah alasan mengapa fraksi tersebut mendukung wacana ini, salah satu yang menarik untuk dibahas adalah hemat anggaraan.

Potong budget disinyalir menjadi alasan mengapa kita harus mendukung pengembalian sistem proporsional tertutup tersebut, baik untuk efisiensi biaya kampanye caleg, maupun efisiensi biaya penyelenggaraan.

Menanggapi bergulirnya rencana itu, Menteri Luar Negeri Kabinet Nawasena BEM STKIP PGRI Pacitan Irma Sintia mengatakan bahwa sistem proporsional tertutup tidak bisa mengetahui latar belakanga dan pengalaman calon.

“Sistem pemilu berkaitan langsung dengan penentuan nasib rakyat dalam memilih wakilnya di parlemen, sehingga rakyat harus mengetahui latar belakang dan pengalaman calon yang akan dipilih,”kata Irma dalam keterangannya kepada Pacitanku.com, Sabtu (21/1/2023).

 Lebih lanjut, Irma mengatakan dengan sistem pemilu proporsional tertutup artinya masyarakat hanya bisa memilih partai politik karena calegnya dipilih oleh partai.

“Sehingga masyarakat seolah-olah seperti membeli kucing di dalam karung karena tidak tahu pasti caleg yang diinginkan,”imbuh dia.

Senada dengan Irma, funfsionaris BEM STKIP PGRI Pacitan Lutfi Abdul Majid mengatakan Ketua KPU terkesan hanya memberikan celetukan tanpa dasar yang kuat mengenai pemilu proporsional tertutup, karena tidak disertai alasan mendasar mengapa ide atau gagasannya itu diterapkan.

“Ditetapkannya pemilu proporsional tertutup merugikan partai-partai kecil dan hanya memberikan keuntungan bagi partai-partai besar, serta menyebabkan dominasi calon elit dan kurangnya peran masyarakat dalam proses pemilihan,”jelas Lutfi.

Menurut dia, hal ini juga akan berdampak pada pembangunan berskala nasional di berbagai daerah yang akan berkurang karena kampanye-kampanye yang dilakukan hanya akan tersentralisasi pada partai saja.

Sementara, jika dikaji dari sisi teknisnya, yang mana dalam pemilu porporsional tertutup membuat rakyat hanya dapat memilih partai, dan partailah yang memilih anggota legislatifnya.

“Ketika partai politik memiliki kewenangan mengatur pihak yang dapat masuk ke parlemen, maka perlu kita waspadai adanya indikasi penyimpangan dalam bentuk transaksi atau menjual kursi dengan nominal tertentu,”ujar dia.

Di sisi lain, salah satu risiko yang patut kita waspadai, yaitu sponsor-sponsor politik yang ada di belakang layar caleg. Perlu kita yakini bersama hal itu akan mempengaruhi jalannya pemerintahan. Misalnya korup dan pesanan-pesanan regulasi bagi kelompok tertentu.

Sementara, Khoirul Ilham yang juga fungsionaris BEM STKIP PGRI Pacitan mengatakan tanpa adanya tendensi untuk merendahkan profesi Asisten Rumah Tangga (ART), jangan sampai ide sistem proporsional tertutup ini justru menjadikan partai poliitik menjadi seperti sebuah yayasan penyalur ART.

“Yang mana caleg diharuskan membayarkan sejumlah uang tertentu kepada partai agar dapat disalurkan atau ditempatkan untuk kerja. Jangan sampai partai politik hanya sebatas tempat bertransaksi untuk mendapatkan kursi parlemen,”jelasnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.