Sidang Praperadilan, Tersangka Korupsi Gedung Serbaguna Sebut Politisi PDIP dan Kepala Dinas Cipta Karya

oleh -0 Dilihat

Pacitanku.com, PACITAN – Sidang gugatan praperadilan yang diajukan Mawardi atas penetapan tersangka dirinya terkait pembangunan gedung serbaguna Among Warga di Desa Gendaran, Kecamatan Donorojo menyeret sejumlah nama pejabat. Pada sidang perdana gugatan praperadilan yang dipimpin hakim tunggal Dian Ayu Mega tersebut, kuasa hukum Mawardi menyebut nama wakil ketua DPRD Mardiyanto dan kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Kebersihan (DCKTRK) Edy Junan Ahmadi di dalam materi permohonannya.

Dalam materi permohonan praperadilan yang dibacakan Adang Dwi Widagdo, salah satu kuasa hukum Mawardi, terungkap bahwa awalnya pemohon diajak Mardiyanto yang merupakan ketua DPC PDIP Pacitan untuk bergabung sebagai ketua Baitul Muslimin. Yaitu, organisasi sayap PDIP yang membidangi keagamaan. ‘’Kemudian pemohon diminta membantu melaksanakan pekerjaan pembangunan gedung serbaguna Among Warga di Desa Gendran, Kecamatan Donorojo,’’ ujar Adang saat sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Pacitan, kemarin (15/12).

Lalu sekitar November 2012, lanjut Adang, dalam hal pelaksanaannya pemohon disuruh berkomunikasi dengan pihak Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Kebersihan (DCKTRK) yang berhubungan dengan pekerjaan gedung serbaguna tersebut. Dari situ, pemohon disarankan agar pembangunan gedung serbaguna itu bisa terlaksana harus diperoleh dari dana bantuan sosial (bansos) melalui jasmas wakil ketua DPRD yang berasal dari PDIP. ‘’Namun, sebelum pengerjaan harus direncanakan pihak konsultan,’’ katanya.

Karena itu, kemudian kepala DCKTRK Edy Junan Ahmadi meminta Mawardi menemui Ilham dari CV Duta Indah dan selanjutnya melapor kepada Mardiyanto. Dari pertemuan itu selanjutnya disetujui bahwa pembangunan gedung serbaguna diserahkan pada CV Duta Indah. ‘’Proses pengerjaan dimulai sekitar akhir November-Desember 2012. Mulai dari persiapan sampai pemasangan baja sesuai tahapannya dan selalu diawasi konsultan serta tim teknis DCKTRK supaya pengerjannya sesuai spesifikasi dan perencanaan,’’ terang Adang.

Sementara itu, jaksa praperadilan dari Kejari Pacitan Anto Widi Nugroho masih enggan memberikan keterangan panjang lebar kepada awak media usai sidang terkait sejumlah alasan permohonan materi gugatan yang diajukan oleh pemohon. Dia mengaku masih akan mempersiapkan tanggapan atas materi permohonan gugatan praperadilan tersebut. ‘’Kami siapkan materi untuk menjawab gugatan dari pemohon. Intinya itu saja,’’ kata Anto yang kemudian berlalu masuk ke mobil dinasnya.




Pada sidang perdana gugatan praperadilan di PN Pacitan tersebut, kuasa hukum Mawardi menganggap penetapan tersangka terhadap pemohon oleh kejaksaan itu tidak sesuai prosedur.

Ketua tim kuasa hukum Mawardi, Yusuf Wibisono mengatakan, dalam penetapan status tersangka kepada pemohon oleh kejaksaan dianggap sewenang-wenang. Sebab, tanpa terlebih dahulu dilakukan penyelidikan yang teliti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 1 angka 2 KUHAP jo pasal 30 UU 16/2004 tentang kejaksaan RI. ‘’Karena penetapan status tersangka oleh kejaksaan itu tidak disertai dengan bukti permulaan yang cukup,’’ ungkapnya.

Namun pada kenyataannya, tambah Yusuf, pemohon terlebih dulu ditetapkan sebagai tersangka melalui surat perintah penyidikan (sprindik) Kajari Pacitan nomor PRINT-05/O.5.38/Fd.1/11/2016 tanggal 9 November 2016 terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud di dalam surat panggilan tersangka II nomor SP-249/O.5.38/Fd.1/12/2016 tanggal 2 Desember 2016. ‘’Pemohon tanpa tanpa diberitahu dulu atau dicantumkan dengan jelas di dalam surat panggilan tersangka tersebut mengenai pelanggaran tindak pidana tertentu berdasarkan UU yang mana sehingga pemohon ditetapkan sebagai tersangka,’’ terangnya.

Selain itu, dalam penetapan tersangka oleh kejaksaan tidak didasari adanya surat penetapan tersangka. Dan ketika pihaknya meminta surat penetapan tersangka oleh kejaksaan tidak diberikan bahkan tidak ditunjukkan. ‘’Sudah tiga kali kami meminta surat penetapan tersangka tersebut, tapi selalu ditolak dengan alasan yang tidak berdasar hukum,’’ kata pengacara asal Nganjuk tersebut.

Dalam permohonan materi gugatan praperadilan, kuasa hukum Mawardi membeberkan bahwa mantan sekretaris DPRD Pacitan tersebut tidak tahu menahu peristiwa yang disangkakan penyidik kejaksaan. Baik itu berupa kejadiannya seperti apa, di mana dan kapan terjadinya. ‘’Pemohon tidak mengetahui penyebab dan maksud tujuan sebenarnya. Karena dalam hal ini pemohon hanya membantu,’’ ujar Adang Dwi Widagdo anggota tim kuasa hukum yang membacakan gugatan praperadilan.

Selain itu, Mawardi disebut tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan apakah semua pembayaran disetujui atau tidak. Sebab, dalam kasus tersebut, dia hanya sekadar diminta membantu pelaksanaan pembangunan gedung serbaguna Among Warga oleh Mardiyanto wakil ketua DPRD Pacitan. Serta melakukan komunikasi dengan kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Kebersihan (DCKTRK) Edy Junan Ahmadi terkait rencana pembangunan gedung serbaguna tersebut. Sementara proses pengerjaan fisik bangunan dilakukan oleh CV Duta Indah. ‘’Pemohon pun tidak mengetahui jika akhirnya terjadi dugaan korupsi,’’ bebernya.

Hakim tunggal praperadilan dari Pengadilan Negeri (PN) Pacitan Dian Ayu Mega menyatakan persidangan akan dilanjutkan Senin (19/12) mendatang. Dengan agenda pembacaan tanggapan jaksa atas sejumlah alasan materi permohonan gugatan praperadilan yang diajukan pemohon. (her/yup/RAPP002)

Sumber: Radar Madiun