Kisah Mawardi, Eks Sekretaris DPRD Pacitan yang Terjerat Kasus Korupsi Gedung Among Warga

oleh -3 Dilihat
Gedung Among Warga Gendaran, Donorojo. (Foto: Radar Madiun)
Gedung Among Warga Gendaran, Donorojo. (Foto: Radar Madiun)

Pacitanku.com, PACITTAN – Pengusutan kasus dugaan korupsi pembangunan gedung serbaguna Among Warga di Desa Gendaran, Kecamatan Donorojo menyeret nama Mawardi. Mantan sekretaris DPRD (sekwan) itu ditetapkan jadi tersangka dalam kasus yang menyebabkan kerugian negera sebesar Rp 80 juta tersebut.

Penetapan tersangka sudah dilakukan sejak 9 November lalu, namun Kejaksaan Negeri Pacitan baru mempublikasikan pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional, Jumat (9/12) lalu.

Dari hasil penyelidikan, ditemukan bukti Mawardi terlibat langsung dalam perkara pembangunan gedung serbaguna Among Warga tersebut. Dia didiuga telah menyalahgunakan wewenangnya dengan sengaja atau tidak sengaja mengurangi uang belanja material bangunan pembangunan gedung serbaguna Among Warga yang diberikan Pemerintah Desa Gendaran.

Saat ini, kejaksaan baru menetapkan Mawardi sebagai tersangka tunggal. Namun dari perkembangan penyidikan nanti tidak tak menutup kemungkinan ada tersangka tambahan. Apalagi dalam kasus tersebut penyidik kejaksaan telah memeriksa sejumlah saksi yang diduga mengetahui maupun terlibat langsung dalam proses pembangunan gedung serbaguna tersebut. Seperti Kepala Desa Gendaran, tim teknis dari Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Kebersihan (DCKTRK), serta pihak konsultas perencana dan pengawasa dari CV Duta Indah.




Kajari Pacitan Rusli mengatakan, penetapan status tersangka itu disikapi Mawardi dengan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Pacitan. Kuasa hukum Mawardi ingin menguji kelayakan penyidik kejaksaan terkait penetapan status tersangka dalam pembangunan gedung serbaguna Among Warga apakah sudah sesuai prosedur atau secara sewenang-wenang. ‘’Tanggal 15 Desember nanti sidang praperadilan,’’ ujar Rusli.

Terkait kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus tersebut, Rusli belum bisa membeberkan lebih lanjut. Menurutnya, hal itu merupakan wewenang pihak penyidik. Namun, sementara waktu proses penyidikan ditunda sambil menunggu sidang praperadilan tersebut rampung. ‘’Mudah-mudahan setelah sidang praperadilan akan berlanjut ke tahap selanjutnya,’’ katanya.

Selama penyelidikan berlangsung, Mawardi diketahui mangkir dua kali saat dipanggil jaksa penyidik. Kasi Pidsus Kejari Pacitan Marvelous menyayangkan sikap tersangka yang mengabaikan surat pemanggilan pemeriksaan. ‘’Yang jelas secara hukum acara ketika orang sudah dipanggil, datang dulu setidaknya biar nanti selanjutnya diberitahu penyidik kenapa alasa dipanggil,’’ terangnya.

Resmi ditetapkan sebagai tersengka, Mawardi pun melawan dengan mengajukan gugatan praperardilan ke PN Pacitan. Politisi PDIP Pacitan itu juga menunjuk tiga pengacara langsung asal Nganjuk dipimpin Yusuf Wibisono sebagai kuasa hukum untuk menghadapi sidang tersebut.

Gugatan praperadilan terdaftar dengan nomor 1/Pid.Pra/2016/PN.Pct. Proses sidang sendiri rencananya akan dilaksanakan pada Kamis (15/12) mendatang. Untuk mengadili perkara tersebut, pihak PN Pacitan sudah menunjuk Dian Mega Ayu sebagai hakim tunggal.

Ketua Tim Pengacara Mawardi Yusuf Wibisono mengungkapkan, pihaknya telah mempelajari secara cermat kasus yang menjerat kliennya itu. Hanya saja, sampai saat ini pihaknya belum menerima surat penetapan tersangka dari pihak penyidik kejaksaan. ‘’Kami sudah ajukan permohonan untuk pelimpahan surat penetapan tersangka tersebut, tapi tidak diberikan. Alasannya, yang bisa mengambil yang bersangkutan sendiri (Mawardi, Red),’’ ujarnya kepada Jawa Pos Radar Pacitan, kemarin (13/12).

Menurutnya, penetapan status tersangka terhadap Mawardi akan diuji keabsahannya melalui jalur praperadilan di PN Pacitan. Praperadilan sendiri merupakan amanat yang tertuang dalam KUHAP sebagai sebuah karya agung yang secara wataknya berbeda dari hukum kolonial atau HIR. Praperadilan untuk penetapan status tersangka ini juga merujuk pada putusan MK No: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2014. ‘’Untuk praperadilan ini, telah secara resmi kami ajukan pekan lalu melalui PN Pacitan. Ini merupakan kasus pertama gugatan praperadilan di Pacitan,’’ terang lawyer asal Nganjuk tersebut.

Yusuf mengatakan, praperadilan merupakan hak dari setiap warga negara yang dijamin konstitusi. Ditambahkan bila mekanisme praperadilan sudah jelas diatur dalam KUHAP sebagai bentuk mekanisme kontrol terhadap kemungkinan terjadinya tindakan sewenang-wenang aparatur terhadap warga negara. ‘’Kami memandang penetapan pak Mawardi sebagai tersangka tunggal terlalu prematur. Padahal dia tidak terlibat langsung dalam kasus tersebut, dia hanya dimintai tolong untuk membelanjakan material bangunan,’’ paparnya.

Diungkapkan, dalam perkara tersebut pihak penyidik sudah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menjerat Mawardi sebagai tersangka. Yaitu, surat atau bukti transaksi pembelian material bangunan serta keterangan sejumlah saksi. Hasil pemeriksaan tim teknis dari Universitas Brawijaya (UB) yang digandeng kejaksaan juga menyebutkan terdapat kekurangan volume fisik. ‘’Akibat perbuatan tersebut, tersangka patut diduga melanggar pasal 2 subsider pasal 3 jo pasal 55 UU tipikor dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara,’’ tegas Marvel. (her/yup/RAPP002)

Sumber: Radar Madiun