Pacitanku.com, PACITAN – Kabupaten Pacitan sejatinya menyimpan ‘harta karun’ berupa benih bening lobster (benur) dengan kualitas jempolan yang siap memikat pasar.
Namun, ironisnya, potensi emas ini belum tergarap maksimal di kandang sendiri akibat nihilnya investasi di sektor budidaya.
Alhasil, benur-benur unggulan tersebut langsung ‘terbang’ ke tangan pengepul tanpa sempat dibesarkan di tanah kelahirannya.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pacitan, Bambang Mahaendrawan, tak menampik kondisi ini.
Menurutnya, inilah saatnya Pacitan mengundang investor untuk membangun industri budidaya benur yang menjanjikan.
“Selama ini benur yang diambil dari laut langsung dijual ke pengepul, belum ada sistem budidaya di Pacitan. Padahal kualitas benur Pacitan ini sangat bagus, salah satu yang terbaik,”ujar Bambang saat dikonfirmasi usai rilis kasus penyelundupan benur, Rabu (28/5/2025).
Momentum ini, menurutnya, sekaligus membuka mata akan nilai strategis benur Pacitan.
Benur dari pesisir Pacitan, lanjutnya, bukan kaleng-kaleng.
Jenis pasir dan mutiara, yang baru-baru ini mencuat dalam kasus upaya penyelundupan ilegal oleh Polres Pacitan dan TNI AL, adalah primadona.
“Selain dua jenis itu, benur jenis bambu juga melimpah di perairan kita,” imbuhnya, menggarisbawahi kekayaan bahari yang dimiliki Pacitan.
Sebagai langkah pengawasan dan klasifikasi, pemerintah daerah telah memberlakukan retribusi sebesar Rp50 per ekor benur.
Dana ini, jelas Bambang, dialokasikan untuk proses penghitungan akurat dan identifikasi jenis benur yang berhasil ditangkap nelayan.
Dari sisi ekonomi, benur adalah komoditas bernilai tinggi yang menggiurkan. Bambang merinci, dari tangan nelayan, harga jual benur saat ini berkisar Rp2.500 per ekor.
Angka ini langsung melonjak drastis menjadi Rp8.500 per ekor setelah melalui Badan Layanan Umum (BLU), angka yang sudah termasuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Dan jangan kaget, di pasar luar negeri seperti Vietnam, harganya bisa tembus hingga Rp16.000 per ekor!”seru Bambang.
Potensi menggiurkan ini bukannya tanpa lirikan.
“Sudah ada pembicaraan awal dari mitra kami dengan investor luar negeri, termasuk dari Vietnam dan Tiongkok. Namun, memang baru sebatas ‘ketuk pintu‘, belum ada realisasi konkret,”jelasnya.
Melihat nilai ekonomi yang jumbo dan kualitas benur yang tak perlu diragukan lagi, Bambang menegaskan inilah saatnya Pacitan membuka lebar pintu investasi untuk budidaya benur.
Dengan masuknya investor, Bambang berharap akan lahir ekosistem budidaya benur yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Lebih dari itu, denyut ekonomi baru ini diharapkan mampu membuka lapangan kerja yang luas bagi masyarakat pesisir Pacitan, memberikan mereka nilai tambah dari kekayaan laut yang selama ini seolah hanya numpang lewat.
“Kami sangat terbuka bagi siapa pun investor yang serius ingin mengembangkan budidaya benur di Pacitan. Ini bukan hanya soal meraup untung, tapi juga ikhtiar pelestarian agar benur kita tidak habis dieksploitasi begitu saja,”pungkasnya.