Napak Tilas Jejak Perjuangan Kiai Hamid Dimyathi, Mujahid dari Bani Abdul Manan Attarmasie Pacitan

oleh -128104 Dilihat
Monumen 48 di Desa Hargorejo, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah yang menjadi saksi kekejaman PKI membantai ulama, salah satunya Kiai Hamid Dimyathi. (Foto: Dok. Tim TP2GD Pemkab Pacitan for Pacitanku.com)
PENELITIAN. Tim Kerja TP2GD Pemkab Pacitan saat menggali informasi tentang Kiai Hamid Dimyathi di Desa Hargorejo, Kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri, Jawa Tengah. (Foto: Dok. Tim TP2GD Pemkab Pacitan for Pacitanku.com)

Menurut Soimun, setelah pembunuhan para pimpinan dan tokoh ulama, berikutnya giliran tawanan biasa yang akan dieksekusi. Namun  beberapa saat sebelum di eksekusi tibalah tentara Siliwangi menyelamatkan tahanan yg masih hidup, termasuk dirinya.

Berdasarkan keterangan orang-orang tua terdahulu yang tinggal disekitar tempat penyiksaan, dikisahtuturkan kepada anak-anak mereka, beberapa pekan setelah pembantaian para suhada, pemberontakan PKI  dapat dilumpuhkan TNI. Batalion Siliwangi yang mendapat tugas menumpas PKI Muso berhasil menguasai keadaan.

Setelah mendapat laporan dari salah satu tahanan PKI yang masih hidup, yaitu Soimun (pengawal kiai Kamidin Jadi) dan petunjuk arah dari tokoh tokoh setempat yang pro Pemerintah, TNI segera menuju Loji Dinamit dan Luweng Trawas untuk melakukan evakuasi korban kekejian PKI ditempat tersebut.

Dari jumlah jenazah yang diangkat oleh warga bersama tentara Siliwangi terdapat 55 jenazah. terdiri atas 20 pejabat negara dari Wonogiri sekitar dan ulama dari Tremes Jawa Timur, 9 tentara Siliwangi dan 26 korban tak dikenal dan tidak dapat di identifikasi.

Setelah semua  jenazah bisa diangkat dari luweng, kemudian dibawa ketempat yg datar dibawah Loji Dinamit, jenazah diidentifikasi dan dirawat dengan baik, dikafani, dimasukan ke dalam keranda dan dijaga sebelum akhirnya dibawa ke peristirahatan terakhir, ke tempat pemakaman yang layak.

Dari ke  55 jenazah yang berhasil diangkat dari Luweng sebagaian dimakamkan dipemakaman desa Hargorejo, sedangkan para tokoh ulama dan pejabat dibawa ke TMP Kusuma Bhakti Jurug Surakarta.

Untuk memberi tanda sekaligus sebagai penghormatan kepada para korban, dilokasi tempat pemulasaraan jenazah, di tanah datar Trawas, Pemerintah mendirikan monumen sederhana diberi nama MONUMEN 48.

Diatas bangunan terbuka itu dibangun replika korban disembelih oleh  algojo Komunis, di tengah-tengahnya terdapat tugu prasasti dengan 20 nama pejabat dan ulama serta korban tak dikenal lainnya. pada prasasti ini kiai Hamid Dimyati tertulis di deret no 11 dengan nama kiai Kamidin Jadi, Tremes Jawa Timur. sesuai dengan nama samaran beliau saat itu. Dan Pondok Tremas ditulis berbeda dari aslinya, tertulis Tremes.

Tentang nama samaran ini, pejabat desa Hargorejo beberapa tahun silam sudah konfirmasi kepada keluarga PP Tremas. menurutnya salah satu Gus di Tremas sudah menyatakan bahwa apa yang tertulis di prasasti 48 tentang nama samaran itu betul adanya. bahwa yang dimaksud kiai Kamidin Jadi adalah kiai Hamid Dimyati putra KH Dimyati. Beliau adalah pakde dari pimpinan PP Tremas saat ini.

Pada saat jenazah dipindah ke TMP Kusuma Bhakti Jurug, keluarga korban dihadirkan dan mengikuti pemakaman, dari PP Tremas, KH Habib Dimyati mengutus salah satu keluarga untuk menghadiri, yaitu bpk H In’ngam.

Menurut pengakuan ibu nyai Kun Aminah, beberapa tahun setelah peristiwa terbunuhnya sang ayah, dirinya mendapat undangan menghadiri pemakaman ulang sang ayah di TMP Jurug Surakarta. Tetapi ibu Kun Aminah sudah tidak ingat tahun berapa undangan itu berlangsung. Yang beliau ingat saat itu, dari 20 nama korban yang tertulis di prasasti monument 48 Trawas, ada yang sudah ditulis lengkap di nisan dan ada yg belum, bahkan ada yg masih di tulis pahlawan tak dikenal.

Salah satu yang belum ditulis itu adalah nisan ayah kandung ibu Kun Aminah, yaitu Kiai Hamid Dimyathi, yang di prasasti tertulis Kamidin Jadi, seingatnya saat itu ada pejabat yang menunjukkan kepadanya bahwa nisan di baris depan paling kiri sederet dengan nisan Bupati Sukoharjo adalah tempat pemakaman Kiai Hamid Dimyathi.

Mengapa nisan tersebut belum diberi nama? karena masih menunggu proses telusur data. Dikarenakan masih ada perbedaan nama pada prasasti di monument 48 dengan identitas asli korban, ibu Kun Aminah melalui putrinya menyampaikan bahwa  saat itu  akan dilakukan proses pemberian nama tetapi belum ada kelanjutan sampai sekarang.

Bersambung ke halaman 4…