Pacitanku.com, PACITAN – Lahir dan berkembang di dunia seni dan budaya, pada akhirnya membuat Deasylina da Ary atau akrab disapa Bu Deasylina sukses menapaki karya di dunia seni dan budaya.
Deasylina merupakan perempuan yang lahir di Desa Pelem, Kecamatan Pringkuku ini sukses meraih gelar doktor di bidang penciptaan seni dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
Tak hanya itu, sejak dirinya berkecimpung di dunia seni budaya, putri dari seniman kondang dari Pringkuku, Sukarman ini sukses menghasilkan segudang karya besar dalam hidupnya.
Total ada 56 karya di dunia seni dan budaya yang ditorehkan Deasylina sejak tahun 1995 hingga tahun 2020 lalu.
Karya pertama Deasylina pada tahun 1995 adalah Tari Robana East Java Dance Competition di Malang, Jawa Timur. Sejak saat itu itu, karya demi karya terus ditorehkan oleh perempuan yang bekerja sebagai Dosen di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Semarang (UNNES) itu.
Atas dasar itulah, pada momen hari Ibu 2020 lalu, perempuan yang juga Co-Director di Sampang Agung Center For Performing Art (SACPA) ini mendapatkan penghargaan pemenang Pacitanku Inspiring Women 2020 kategori perempuan dan seni budaya.
Lalu, bagaimana cerita sukses Deasylina hingga meraih mimpi tertingginya di dunia seni budaya? Hal itu ternyata tak lepas dari kedua orang tuanya yang mendidik Deasylina untuk mencintai seni dan budaya.
“Saya belajar menari sejak umur 5 tahun di sanggar Pradapa Loka Bakti milik ayah saya, Sukarman,”tandasnya.
Sejak saat itu, Deasylina terus belajar menari, hingga usai SMA di SMAN 1 Punung, Deasylina meneruskan studinya tak jauh dari dunia seni dan budaya. Dimana Deasylina kuliah S1 di jurusan Pendidikan Seni Drama, Tari, Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
Kemudian dilanjutkan kuliah S2 di jurusan Penciptaan Seni ISI Surakarta dan S3 di jurusan Penciptaan dan Pengkajian Seni ISI Surakarta.
“Pendidikan formal belajar seni di UNESA di S2 dan S3 di ISI, saat kuliah S3, disertasi yang saya dedikasikan untuk Pacitan berjudul ‘Pacitanian, sebuah model pendidikan seni berorientasi lingkungan’ dan atas izin Allah SWT telah mengantarkan saya meraih gelar doktor bidang penciptaan seni, dengan predikat lulusan terbaik dan tercepat,”jelasnya.
Karya-karya di dunia seni budaya dari Deasylina terus diakui, bahkan tak hanya di lingkup lokal atau nasional. Deasylina bahkan pernah berkarya di sejumlah negara.
“Melalui seni budaya ini saya diberikan kesempatan memberikan karya-karya kami di negara Malaysia, Belanda, Australia di tiga lokasi, yaitu di Melbourne, Rainbow dan Tazmania, juga di Korea Selatan,”ujar Deasylina.
Ini Daftar Karya Deasylina
Kiprah Deasylina di luar negeri paling banyak berada di Malaysia. Di mulai tahun 2012, Deasylina tampil dengan karya “Kembang Ati” (Duet Dance) Collaboration with Agung Gunawan Melaka Arts and Performing Festival Melaka Malaysia.
Penampilan Deasylina di Malaysia juga terus berlanjut, dimana tahun 2013 dengan karya “Pangkur” (Duet Dance) Collaboration with Agung Gunawan tampil di Melaka Arts and Performing Festival Melaka Malaysia.
Dua tahun berselang, karya-karya Deasylina di negeri jiran juga terus berlanjut. Dimana Deasylina tampil dengan membawakan karya “Ruung Sarung dan Kidung Beber” di Melaka Arts and Performance Festival, Malaysia.
Pada tahun 2017, Deasylina tampil dengan karya “Songkrek” dan “Mubeng Beteng” (collaboration work with Agung Gunawan) di Melaka Art and Performance Festival dan Blossom Collaboration with Malaysian Composer Teh Tian Yoon Sound Bridge Contemporary Music Festival III Kuala Lumpur. Dimana ketiganya di Malaysia.
Selanjutnya, Deasylina pada tahun 2018 lalu juga menampilkan karya “Surup” di Melaka Art and Performance Festival, Malaysia.
Selain di Malaysia, Deasylina juga pernah tamppil di Belanda, dimana pada tahun 2013 dengan karya “Kembang Ati” (Duet Dance) Collaboration with Agung Gunawan tampil di Tong-Tong Festival Belanda. Dua tahun kemudian, di festival Tong-tong, Deasylina Kembali tampil dengan karya “Mimpi” (Duet Dance).
Tak hanya itu, di tahun 2018, Deasylina menghadirkan karya “Dry Leaf” (Dance Theater, director by Agung Gunawan) Jasnebachpan Festival di New Delhi, India.
Pada tahun yang sama, Deasylina Kembali menampilkan karya “Mimpi” (Duet Dance with Agung Gunawan) di ButohOut Melbourne, The Oasis Rainbow, Two Island Dance Bridge Tasmania, dalam kegiatan Australia Tour.
Namun meski Namanya terus berkibar di luar negeri, Deasylina tetap tak melupakan kampung halamannya di Desa Pelem, Pringkuku. Terbukti sejak 2003 hingga saat ini, dirinya tetap tekun mengajar anak-anak di Desa Pelem.
“Sejak 2003 hingga sekarang tetap mendidik anak-anak di Desa Pelem di studio Pradapa Loka Bhakti,”pungkasnya.