Achmad Sunhaji: Pancasila Bukanlah Dasar Negara, Tapi Pandangan Hidup

oleh -0 Dilihat
Achmad Sunhaji.

Pacitanku.com, PACITAN – Mantan politikus gaek, Achmad Sunhaji, kembali melontarkan pernyataan kontroversi. Itu terkait makna Pancasila yang selama ini dijadikan sebagai dasar negara.

Menurut pria yang juga seorang dosen disebuah perguruan tinggi swasta di Pacitan ini, dasar negara sejatinya bukanlah Pancasila.

“Coba kita kembali ke UUD 1945, bahwa negara berdasar ketuhanan yang maha esa. Sehingga sangat tidak tepat, apabila Pancasila dikatakan sebagai dasar negara. Sekalipun di sila yang pertama berbunyi ketuhanan yang maha esa,” kata Sunhaji memberikan pendapat, Jumat (28/2).

Lantas kenapa selama ini, masyarakat lebih mengenal Pancasila sebagai dasar negara? Menurut mantan legislator dua periode ini, itu fenomena terjadinya kecelakaan sejarah masa silam, yang dilakukan oleh kelompok feodalisme dan para kapitalis.

“Dasar negara tetap ketuhanan yang maha esa. Dan Pancasila adalah pandangan hidup (Way of life), bukan sebagai dasar negara,” jelasnya.

Ia lantas menyebut, kalau di era reformasi ini sudah banyak hal-hal yang bertentangan dengan Pancasila. Sebagai contoh dibesutnya produk regulasi soal pelaksanaan pemilu bupati dan wakil bupati secara langsung.

“Kalau kita kembalikan ke Pancasila, khususnya sila ke 4, jelas produk aturan itu sangat bertentangan. Kita tahu, sila ke empat berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Oleh sebab itu, mestinya pemilu kepala daerah itu dipilih oleh wakil rakyat, secara musyawarah dan mufakat. Bukannya pemilu langsung. Apalagi sistem pemilu langsung tersebut, banyak menyedot keuangan negara. Sebaiknya anggaran sangat besar itu bisa dialihkan untuk kegiatan-kagiatan yang lebih berdampak luas bagi masyarakat,” tutur pria kuning langsat ini.

Sehingga merujuk amanah UUD 1945, lanjut Sunhaji, harusnya sistem pemilu tersebut dikembalikan ke sistem pemilu parlemen. Namun sayangnya, UUD 1945 sudah banyak mengalami amandemen yang bermuatan transaksional dari kelompok kapitalis.

“Untuk mengembalikan keaslian UUD 1945 tersebut, perlu perjuangan dan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan utamanya parlemen pusat. Sebab semua tak lepas dari intrik-intrik dan interes kelompok pemodal,” pungkasnya.

Pewarta: Yuniardi Sutondo
Penyunting: Dwi Purnawan