Jurnalisme Konstruktif Jadi Solusi Ditengah Banjirnya Berita Negatif

oleh -112 Dilihat

Pacitanku.com, SURABAYA – Di era banjir informasi, pembaca kerap kali merasa lelah dan jenuh dengan berita-berita negatif yang mendominasi media massa.

Jurnalisme konstruktif hadir sebagai angin segar, menawarkan pendekatan baru dalam penyajian berita.

Alih-alih hanya berkutat pada permasalahan, jurnalisme konstruktif juga menyajikan solusi dan mendorong terciptanya dialog publik yang konstruktif.

Program Manager International Media Support (IMS), Eva Danayanti, menjelaskan bahwa jurnalisme konstruktif bukanlah genre baru dalam dunia jurnalistik, melainkan sebuah pendekatan editorial yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari sebuah berita.

“IMS pertama kali mengadopsi konstruksi jurnalisme ini di Denmark,” ujarnya dalam diskusi Local Media Community 2025 di Surabaya, Selasa (4/2/2025) di Whiz Luxe Hotel Kota Surabaya.

Eva menuturkan, gagasan jurnalisme konstruktif bermula dari keresahan para jurnalis yang mempertanyakan mengapa pemberitaan selalu diwarnai hal-hal negatif, skandal, dan sensasional.

Padahal, audiens sudah jenuh dengan konten semacam itu. Survei menunjukkan bahwa 39 persen orang menghindari berita karena terlalu menekankan masalah tanpa solusi.Jurnalisme konstruktif hadir sebagai jawaban atas kejenuhan pembaca.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa pendekatan ini dapat mengurangi efek negatif dari sebuah berita.

“Tiga elemen utama dalam constructive journalism adalah solusi, nuansa, dan percakapan demokratis,” terangnya.

Nuansa dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana menciptakan latar belakang masalah beserta solusinya.

“Mengapa constructive journalism penting bagi media? Media punya tanggung jawab tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga solusinya, memfasilitasi keterlibatan publik,” lanjutnya.

Namun, solusi yang dimaksud bukanlah solusi yang dibuat oleh jurnalis atau media.

“Ada proses untuk menemukan solusi. Ini yang berkaitan dengan percakapan demokratis yang melibatkan publik,” imbuhnya.

Proses penyusunan berita dalam jurnalisme konstruktif tidak hanya terbatas pada 5W, tetapi juga “apa” dan “bagaimana”.

Gaya wawancara pun bergeser, dari semula terkesan menuduh menjadi lebih ingin tahu dan berpikiran terbuka.

“Jurnalisme yang awalnya dramatis dan kritis, kini berubah menjadi rasa ingin tahu,” kata Eva.

Menurutnya, jurnalisme konstruktif memfasilitasi komunikasi antara jurnalis dan pembaca atau audiens untuk bersama-sama mencari solusi atas masalah dan menyebarkan informasi tersebut.

“Dengan demikian, berita tidak hanya menjadi konsumsi pasif, tetapi juga mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam mencari solusi atas berbagai persoalan,”pungkasnya.

Lihat juga berita-berita Pacitanku di Google News, klik disini.

No More Posts Available.

No more pages to load.