Kisah Inspiratif Bidan Siwi Lestari: Perangi Anemia Bumil, Berbuah Prestasi Nasional

oleh -45 Dilihat
SUPERVISI. Bidan Siwi Lestari (tengah, berjilbab kuning) sedang mendampingi tim penilai dari Provinsi. (Foto: www.puskesmasngadirojo.com)
SUPERVISI. Bidan Siwi Lestari (tengah, berjilbab kuning) sedang mendampingi tim penilai dari Provinsi. (Foto: www.puskesmasngadirojo.com)
SUPERVISI. Bidan Siwi Lestari (tengah, berjilbab kuning) sedang mendampingi tim penilai dari Provinsi. (Foto: www.puskesmasngadirojo.com)

Pacitanku.com, NGADIROJO – Adalah Siwi Lestari, bidan berjilbab yang sehari-harinya bekerja di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Ngadirojo ini ternyata adalah sosok yang menginspirasi dengan tiga programnya. Berkat tiga programnya tersebut, Siwi menjadi salah satu tenaga kesehatan nasional tahun 2016.

Pada 2016, Siwi terpilih menjadi salah satu tenaga kesehatan teladan tingkat puskesmas dari Kementerian Kesehatan, seetalh sebelumnya juga memperoleh prestasi dengan masuk 5 besar Tenaga Kesehatan Teladan Tingkat Provinsi Jawa Timur.

Adapun, program inovasi yang dibawakan oleh Bidan lulusan Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Kebidanan Universitas Kadiri, Kediri, ini adalah JAMINI Berburu ASI ( Jaga Ibu HAmil Dari Anemia ) dan Berburu ASI, kemudian lumbung Posyandu dan SMS Group JAMINI bekerjasa dengan Kominfo Pacitan.

Rasa senang bercampur kaget ia rasakan kala menerima penghargaan yang membawanya terbang ke Jakarta pada Agustus lalu. Baginya, penghargaan tersebut merupakan bentuk apresiasi dari pemerintah. Hal terpenting bagi dirinya adalah bekerja bagi masyarakat. Ia pun tak terlena dengan penghargaan tersebut, aneka rencana jangka pendek, menengah, panjang pun sudah ia siapkan. Ini semua demi menyukseskan program Jamini Berburu ASI.




Lalu bagaimana kisahnya hingga bidan Siwi berhasil meraih berbagai prestasi tersebut? Berikut kisahnya, yang dikutip Pacitanku.com dari berbagai sumber.

1. Belajar dari pengalaman ibu melahirkan

Puskesmas tempat Siwi bekerja. (Foto: Health-liputan6.com)
Puskesmas tempat Siwi bekerja. (Foto: Health-liputan6.com)

Kala itu, menjelang persalinan, Sri dengan perut besarnya harus menempuh perjalanan sekitar 40 kilometer menuju RSUD Pacitan, Jawa Timur. Warga Dusun Ledok Kulon, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo, Pacitan, ini harus menjalani persalinan di rumah sakit agar ia dan bayi selamat.

Kondisi kehamilan anemia yang membuat Sri harus dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pacitan. Tingkat hemoglobin (HB) Sri hanya 8 gr/dL, normalnya ibu hamil di atas 11 gr/dL. Kondisi ini membuat proses persalinan rentan dengan pendarahan, sementara bidan desa tak bisa menangani hal ini. Sehingga persalinan wajib dilakukan di tempat yang memiliki fasilitas memadai dan dokter yang tepat.

Memang biaya persalinan dan perawatan gratis ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), namun ada biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan. Mulai dari biaya transportasi hingga makan ataupun menginap bagi anggota keluarga yang mengantar. Bagi Sri yang berasal dari keluarga tak mampu tentu hal ini memberatkan.

Apa yang dialami Sri merupakan gambaran dari permasalahan kesehatan ibu hamil di Desa Sidomulyo. Pada 2013, sekitar setengah atau tepatnya 52 persen dari 70-an ibu hamil mengalami anemia.”Jadi tak heran, dulu saya sering merujuk ibu hamil yang anemia untuk melahirkan di rumah sakit. Kalau sudah dirawat di rumah sakit kan saya jadi lebih tenang,” kata Siwi saat kepada Health-Liputan6.com, Selasa (8/11/2016).

Sebenarnya, Siwi tak ingin ada banyak kasus anemia pada ibu hamil di desanya. Ia pun menggali ide hal-hal sederhana yang mudah dilakukan namun signifikan memangkas angka anemia pada ibu hamil.

Akhirnya pada 2013 pula Siwi mengajak para ibu hamil di desanya melakukan program Jamini alias jaga ibu dari anemia. Ia mewajibkan ibu-ibu hamil untuk menanam bayam dan katuk, memelihara ayam serta mengonsumsi tablet fe (zat besi).”Kalau menanam bayam itu bisa diambil daunnya untuk dimasak, karena mengandung zat besi. Begitu juga daun katuk. Memelihara ayam untuk diambil telurnya, kemudian direbus. Ini baik dikonsumsi ibu hamil,” imbuhnya.

Dan melalui program menanam dan memelihara ayam, para ibu ini pun lebih hemat dan gizi pun didapat. Para ibu bisa menghemat paling tidak Rp 3.000 per hari untuk membeli sayuran. Coba kalikan selama masa kehamilan. Ibu dan janin bisa sehat namun tetap hemat.

Ibu dua anak ini mengingatkan kepada ibu-ibu hamil tentang asupan mereka setiap hari lewat SMS Gateway. Dalam SMS tersebut misalnya mengirimkan pesan ‘Sudahkan mengonsumsi tablet fe?’, atau ‘Sudahkah ibu makan bayam hari ini?’.

Penyuluhan pentingnya mengonsumsi makanan sehat dan bernutrisi pada ibu hamil bukan saja melalui kelas senam ibu hamil, tapi juga di pertemuan lain seperti PKK, pengajian atau lainnya, ia selalu mengingatkan hal tersebut.

2. Berbagai Kendala Program Jamini serta Capaian Hasil

Bidan Siwi memperlihatkan kebun daun patuk untuk ibu hamil. (Foto: Health-liputan6.com)
Bidan Siwi memperlihatkan kebun daun patuk untuk ibu hamil. (Foto: Health-liputan6.com)

Saat menjalankan program Jamini, kendala dalam menjalankan program Jamini pasti ada. Salah satunya mengenai keterbatasan lahan. “Bu saya enggak punya lahan,” Siwi menirukan salah satu ucapan ibu hamil.

Siwi pun menyarankan pada ibu-ibu hamil tersebut untuk menanam di pot maupun memanfaatkan barang bekas pakai. Bisa menjadikan bekas bungkus minyak atau produk lainnya sebagai pot untuk menanam bayam maupun katuk.

Jika memang hal tersebut tidak bisa dilakukan, wanita kelahiran 21 Agustus 1974 ini pun menyarankan untuk menanam di lahan tetangga. “Kalau di desa gotong royong masih tinggi, sehingga bisa menanam di (lahan) punya tetangga,” papar Siwi.

Akan tetapi, setelah satu tahun program Jamini berjalan, hasilnya mulai terasa. Semakin banyak ibu hamil yang mengonsumsi bayam, katuk, mengonsumsi telur rebus, dan teratur mengonsumsi tablet fe. Pada 2014 lalu, angka ibu hamil yang mengalami anemia pun menurun menjadi 34 persen. Sedangkan di 2015, hasilnya makin baik. Jumlah ibu hamil yang anemia sekitar 11 persen dari rata-rata 70-an ibu hamil setiap tahunnya.




Hasil membanggakan pun ditorehkan pada 2016. Hingga bulan November ini belum ada ibu hamil yang dirujuk ke rumah sakit. “Insya Allah, saya menargetkan tidak ada ibu hamil yang dirujuk ke rumah sakit karena anemia pada tahun ini,” harapnya.

Jika memang berhasil menekan angka anemia pada ibu hamil hingga nol di desanya, Siwi berharap mengurangi beban masyarakat bisa tercapai. “Kalau ibu tidak anemia kan artinya tidak terjadi rujukan. Berarti ibu itu cukup melahirkan di pustu (puskesmas pembantu). Kalau ibu tidak anemia kan tidak terjadi pendarahan. Anak yang dilahirkan juga cerdas nantinya,” ujarnya.

3. Cerita berburu ASI

Penyuluhan terhadap ibu hamil. (Foto: health-liputan6.com)
Penyuluhan terhadap ibu hamil. (Foto: health-liputan6.com)

Konsentrasi Siwi tidak hanya mengurangi angka anemia pada ibu hamil. Sebagai bidan, ia bertugas mengajak para ibu memberikan Air Susu Eksklusif (ASI) lewat program ‘Berburu ASI’ di 2013.Kehadiran program ini tentu bukan tanpa sebab. Siwi melihat banyak para ibu, sesudah melahirkan dua atau tiga bulan sesudahnya akan kembali bekerja di kota-kota besar. Sementara, bayi mereka ditinggal di rumah di bawah pengasuhan kakek-nenek.

“Kadang-kadang ibu-ibu di sini ada yang melahirkan, tapi habis itu bayinya tidak disusui malah pergi cari uang, anaknya minum susu dot. Saya tidak rela seorang anak ditinggal begitu saja,” cerita Siwi.

Siwi pun melakukan pendekatan persuasif agar bayi tersebut tetap bisa mendapatkan ASI bukan susu formula. Bisa dengan meminta kakek-nenek ikut ke tempat ibu bekerja. Atau bisa juga mempersuasi ibu untuk fokus mengurus buah hati dan menunda bekerja sementara.

Siwi menerangkan  betapa pentingnya ASI bagi anak. Mulai dari imunitas tubuh, kecerdasan hingga kesehatan jiwa mental anak yang lebih baik. Pendapatan yang diperoleh ibu saat bekerja jauh dari anak tentu tidak setara dengan manfaat besar yang didapat pada anak.”Jadi sebagian besar ibu memilih untuk berhenti bekerja sementara untuk mengurus anak,” pungkasnya. (RAPP002)