Nasib 503 Guru Honorer di Pacitan Mengambang

oleh -0 Dilihat
Ilu

Ilustrai guruPacitanku.com, Pacitanku.com, PACITAN – Ratusan guru honorer terancam jadi korban kebijakan pengalihan wewenang pendidikan menengah (dikmen) untuk jenjang SMA dan SMK dari pemkab ke provinsi. Hingga kini belum ada kejelasan pihak mana yang akan menanggung keberadaan guru honorer tersebut pasca pengalihan.

Dinas Pendidikan (Dindik) Pacitan juga terkesan lepas tangan dengan menyerahkan tanggungjawab guru honorer kepada sekolah tempat mereka mengabdi. ‘’Kalau untuk guru honorer murni di SMA maupun SMK tetap menjadi tanggung jawab sekolah masing-masing,’’ jelasKabid Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Pacitan Anna Sri Mulyati, kemarin (9/10).

Sedangkan untuk guru honorer daerah (honda) atau K2 tingkat SMA sederajat, Anna mengatakan, selain mendapatkan honor dari sekolah masing-masing, mereka juga mendapatkan insentif dari daerah. Total ada sekitar 503 guru berstatus nonPNS yang juga ikut dilimpahkan kewenangannya ke pemprov. ‘’Untuk honor mereka selama ini tidak berdasarkan APBD atau APBN,’’ katanya.

Namun untuk kepastian soal nasib ratusan guru honorer itu, dindik masih menunggu hasil pembahasan di tingkat provinsi. Apalagi, hingga saat ini Pemprov Jatim sedang melakukan penyusunan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) baru untuk tahun 2017. ‘’Jadibesar kemungkinan setelah SOTK baru itu terbentuk akan ditentukan langkahnya seperti apa,’’ ungkapnya.

Meski begitu, Anna mengimbau seluruh guru honorer di Pacitan, khususnya yang mengabdi di SMA sederajatsupaya tidak khawatir. Karena nasib mereka akan tetap menjadi tanggung jawab sekolah masing-masing. ‘’Karena sekolah masing-masing yang akan bertanggung jawab penuh untuk pendanaan mereka. Kan selama ini untuk honor, sekolah yang mengupayakan sendiri,’’ ungkapnya.

Sebelumnya, Dindik Jatim menyatakan tidak bisa sembarangan mengangkat guru honorer. Sebabhal itu berkaitan dengan gaji guru. Berbeda dengan gaji guru PNS, gaji para guru tidak tetap tersebut ditangani pemerintah kabupaten/kota atau sekolah masing-masing.Jika semua guru honorer dipekerjakan, provinsi akan kebingungan membayar gaji mereka.

Terpisah, Ketua PGRI Pacitan Supriyono menuturkan, para guru honorer daerah (honda) selama ini mendapatkan insentif dari APBD sebesar Rp 150 ribu setiap bulan. Sedangkan, tenaga guru honorer murni untuk insentifnya diberikan oleh sekolah tempat mereka mengabdi dengan besaran bervariasi. ‘’Dalam rapat koordinasi dengan Dindik Jatim, PGRI dari kabupaten/kota lain juga menuntut agar insentif yang nantiakan diberikan oleh provinsi disamakan dengan honor yang mereka terima saat ini. Bukan berdasar UMK, karena tiap daerah besarnya beda,’’ teganya.

Terpisah, kalangan DPRD mendesak Dindik Pacitan rutin berkoordinasi dengan provinsi melalui Musyawarah Kerja Kepala (MKK) SMA/SMK setempat. ‘’Sekarang masih sebatas pendataan, soal insentif katanya masih dibahas di provinsi,’’ kata Rudi Handoko anggota komisi II DPRD Pacitan.

Menurutnya, jika insentif guru honorer dikover pemprov, Dindik Jatim harus menyiapkan anggaran hingga triliunan rupiah. Mengingat jumlah tenaga honorer sangat banyak. Bukan hanya di Pacitan, tetapi juga guru honorer dari luar daerah. ‘’Di Pacitan saja jumlahnya ada ratusan guru honorer. Kalau dianggarkan oleh pemprov, kebutuhannya besar. Sementara pemerintah pusat justru tengah melakukan efisiensi anggaran,’’ terang Rudi.

Politikus Partai Demokrat itu berharap dindik tidak lepas tangan dan berkomitmen memberikan kepastian terkait nasib tenaga honorer. Terutama mereka yang berstatus honorer daerah (honda) atau K2. Hal ini sebagai konsekuensi kebijakan penarikan kewenangan aset daerah kepada pemprov dan pemerintah pusat. ‘’Bayangkan kalau tak ada guru honorer, siapa yang akan membantu guru PNS. Karena itu pemkabharus komunikasi dengan pemprov bagaimana gaji guru honorer ini,’’ katanya.

Selain soal gaji atau honor, Rudi menambahkan, program sekolah gratis yang diharapkan para orang tua juga menjadi pekerjaan rumah bagi Pemprov Jatim. Untuk itu diperlukan perhitungan yang matang sekaligus ada anggaran dari APBN untuk membantu program sekolah gratis.

Belum lagi kondisi sekolah di pelosok banyak yang memprihatinkan. ‘’Jangan sampai pelimpahan kewenangan nanti menjadi beban berat bagi orangtua dan pemerintah,’’ papar pria asal Kecamatan Tulakan ini. (RAPP002/her/yup)

Sumber: Radar Madiun