Arum Gerabah Mbak Ning: Menyulap Tanah Jadi ‘Emas’, Membangkitkan Jiwa Industri Tradisional Pacitan

oleh -152 Dilihat
HIDUPKAN INDUSTRI GERABAH. Produk gerabah inovatif di galeri milik Arum Gerabah Mbak Ning di Dusun Purwosari, Kebonagung, Pacitan. Berkat kegigihan Mbak Ning, industri gerabah tradisional ini bangkit dari "mati suri" dan kini menjadi pusat inovasi serta destinasi wisata edukasi. (Foto: Febriani Cahyaningtias)

Pacitanku.com, KEBONAGUNG – Kisah inspiratif datang dari Dusun Purwosari, Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung, Pacitan.

Industri gerabah, warisan turun-temurun dari zaman nenek moyang yang sempat “mati suri”, kini kembali bersinar terang. Adalah Rining Astuti, atau akrab disapa Mbak Ning, sosok di balik kebangkitan ini melalui usahanya, Arum Gerabah Mbak Ning.

Mbak Ning menuturkan, ketertarikannya pada industri gerabah berawal dari keprihatinan.

“Industri gerabah di sini sudah lama sekali, turun-temurun, tapi saya melihatnya seperti mati suri. Ada industri tapi tidak dikelola dengan baik, kurang terekspos,”ungkapnya, Senin (23/6/2025).

Baca juga: Arum Gerabah Mbak Ning: Transformasi Industri Gerabah Menjadi Destinasi Wisata Edukasi Unggulan Pacitan

Dorongan untuk menghidupkan kembali sektor ini juga didasari kepeduliannya terhadap kesejahteraan para pengrajin, mayoritas ibu-ibu berjumlah lebih dari 60 orang, yang selama ini menghadapi harga jual produk yang minim.

“Saya itu tertariknya di sini karena sumber dayanya perempuan itu luar biasa sekali. Saya sangat kagum dengan mereka, tapi kok kurang diperhatikan, kan eman-eman,”imbuhnya.

Berbekal tekad kuat serta dukungan dari relasi dan koneksi yang peduli, Arum Gerabah Mbak Ning resmi berdiri secara legal pada tahun 2018.

Sebelumnya, produk gerabah hanya disetorkan ke pedagang atau dijual di pasar tanpa identitas khusus.

“Dulu saya sering gelar tikar di berbagai kegiatan, meminjam produk tetangga-tetangga agar orang-orang kenal dengan gerabah,”kenang Mbak Ning.

Meski sering merugi akibat risiko pecah, upaya memperkenalkan gerabah Pacitan ini justru membuka jalan.

Titik balik terjadi ketika teman-teman Mbak Ning dari luar kota penasaran dengan “kampung gerabah” yang sering diceritakannya.

Mereka membayangkan kampung yang dipenuhi display gerabah, namun faktanya sebagian besar produksi dilakukan di belakang rumah dan jarang dipajang.

“Dulu hanya ada satu galeri saja di sini,”kata Mbak Ning.

Dari situlah Mbak Ning mulai berbenah. Berawal dari banjir besar tahun 2017, ia mencoba memajang produk gerabah di teras rumah dan membuat rak sederhana.

Menariknya, momen pandemi COVID-19 yang melanda dunia justru menjadi berkah tersendiri bagi Arum Gerabah.

“Corona itu musibah tapi juga berkah. Musibah karena wabah, tapi berkah karena adanya WFH itu orang tidak punya kesibukan, jadi kita bisa memanfaatkan situasi. Di waktu Corona itu kita benar-benar bisa membangkitkan nama industri gerabah di Pacitan,”jelasnya.

Gerabah sebenarnya merupakan salah satu produk unggulan Pacitan bersama akik dan batik. Namun, seiring waktu, pamornya sempat meredup. Arum Gerabah Mbak Ning hadir dengan inovasi berbeda.

HIDUPKAN INDUSTRI GERABAH. Produk gerabah inovatif di galeri milik Arum Gerabah Mbak Ning di Dusun Purwosari, Kebonagung, Pacitan. Berkat kegigihan Mbak Ning, industri gerabah tradisional ini bangkit dari “mati suri” dan kini menjadi pusat inovasi serta destinasi wisata edukasi. (Foto: Febriani Cahyaningtias)

“Kalau biasanya hanya jual-jual produk di pasar, kita coba dengan open gallery dan membuka kelas-kelas edukasi,” ujar Mbak Ning.

Inovasi juga merambah pada produk itu sendiri. Jika dulu gerabah hanya berfungsi sebagai alat rumah tangga, kini dikembangkan menjadi karya seni dan suvenir.

“Dulu tidak ada yang berani coba membuat produk tiga dimensi seperti patung, sekarang kami coba,” tambahnya.

Arum Gerabah juga aktif menghadirkan inspirasi dari luar untuk memicu kreasi baru.

Meskipun masih fokus mengembangkan produk yang ada, Arum Gerabah Mbak Ning memiliki ambisi untuk meng-upgrade ke gerabah jenis glasir atau keramik.

“Kami lagi proses belajar, masih mengusahakan karena alat dan metodenya berbeda, meskipun bahannya sama. Harapannya nanti bisa terealisasi syukur kalau bisa tahun ini,”ungkap Mbak Ning.

Di balik setiap karya gerabah, Mbak Ning memaknai filosofi “membumikan diri”.

“Gerabah berasal dari tanah, kita juga berasal dari tanah. Bagaimana kita menghidupkan bumi itu kembali. Ternyata tanah itu gini, kita dari tanah, tapi kita juga bisa hidup dari tanah,” jelasnya.

Untuk mempertahankan tradisi, Arum Gerabah konsisten menggunakan tanah sebagai bahan dasar utama, bahkan untuk pengembangan produk keramik. Kearifan lokal juga dijaga melalui Festival Gerabah tahunan.

“Kalau untuk kearifan lokalnya kita mencoba menghidupkan kembali budaya-budayanya jadi setiap tahun kita ada festival di sini, festival gerabah yang disitu nanti menggambarkan apa tradisi yang dilakukan, budayanya seperti apa, terus ada ritualnya. Biasanya kita ceritakan di festival itu ada umbul dongane,”papar Mbak Ning.

Tantangan utama dulu adalah persaingan dengan produk modern seperti plastik dan aluminium. Namun, Mbak Ning meyakini bahwa bertahan adalah sebuah keberhasilan.

“Di era gempuran zaman seperti ini, akhirnya kita mampu bertahan dan bisa bersaing dengan produk-produk modern. Kita masih memiliki pasar tersendiri,” tegasnya.

Kuncinya adalah inovasi dan pengenalan budaya melalui event-event.

Produk yang ditawarkan sangat beragam, mulai dari peralatan rumah tangga, guci, hiasan, hingga aksesoris anak-anak.

Bahkan, ada inovasi memanfaatkan limbah gerabah menjadi karya seni yang bernilai. Harga produk pun bervariasi, dari Rp3.000-an hingga jutaan rupiah.

Meski belum banyak bermain di marketplace, Arum Gerabah Mbak Ning aktif berpromosi melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok. Pemasaran lokal mereka menjangkau Jawa hingga Sumatra melalui jalur reseller.

Menariknya, Arum Gerabah telah memiliki pelanggan dari hampir seluruh Indonesia dan bahkan mancanegara.

“Kami pernah menerima tamu dari Prancis, Australia, US, California. Bahkan ada beberapa yang pernah stay lama di Pacitan memang benar-benar belajar sampai bisa,” tutup Mbak Ning.

Jadi Makin Tahu Indonesia.

Lihat juga berita-berita Pacitanku di Google News, klik disini.

No More Posts Available.

No more pages to load.