Pacitanku.com, DONOROJO – Upacara adat Ceprotan yang menjadi tradisi dari Desa Sekar, Kecamatan Donorojo sukses digelar pada Senin (13/6/2022) kemarin.
Upacara adat yang mengetengahkan cerita legenda Dewi Sekartadji dan Ki Godek itu menyedot perhatian masyarakat setempat pada Senin sore.
Kepala Desa (Kades) Sekar, Donorojo, Miswandi dalam keterangannya kepada awak media di sela-sela kegiatan Ceprotan mengatakan pada tahun 2022 ini kegiatan tersebut dikembalikan kepada jatidiri seni budaya adat istiadat tersebut.
“Untuk kegiatan ceprotan pada tahun 2022 ini kita kembalikan ke jati diri, pasca pandemi ini membuat suatu perubahan untuk kita semua dari masa ke masa, walaupun ceprotan itu tetap dilaksanakan tapi pengemasan-pengemasan disesuaikan dengan zaman yang berlaku,”jelasnya.
Sehingga, sesuai petunjuk dari Bupati dan Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora), penyelenggaraan Ceprotan pada edisi tahun 2022 ini digelar secara sederhana.
“Bilamana ada kemeriahan akan dilakukan saat pra sebelum atau sesudah ceprotan, dimana pada Senin Kliwon, selama 24 jam paketannya adalah rangkaian Ceprotan, dilanjutkan pada Senin malam ada wayang kulit bersama ruwatan klasik, sehingga tidak ada penambah musik yang lain,”ujar dia.
Miswandi mengakui, memang ada perbedaan-perbedaan pengemasan seni budaya Ceprotan dari waktu ke waktu.
“Setelah kami menjadi Kepala Desa Sekar, kami ingin memayu lestari budaya, kita kembalikan ke jati diri ceprotan itu sendiri, dan ini cukup diterima oleh masyarakat umum, walaupun sederhana, inilah jati diri kami,”ujar dia.
Miswandi mengungkapkan persiapan Ceprotan sendiri dilaksanakan lebih kepada ritual yang dilakukan dalam rangkaian Ceprotan itu sendiri.
“Kalau lebih ke persiapan ritual ada sudah dipastikan, walaupun pandemi dulu juga kita laksanakan meski kami melaksanakan tertutup, pada hari ini juga seizin bupati kita taat prokes, karena sudah sering dilakukan, persiapan khusus itu lebih ke ritualnya, terlepas ada penonton atau tidak,”tandasnya.
Filosofi upacara adat Ceprotan
Miswandi kemudian menceritakan filosofi awal adanya upacara adat Ceprotan ini adalah dari nguri-uri budaya nenek moyang yang berawal dari asal usul terbentuknya Desa Sekar Donorojo.
“Dulu, di Desa ini masih alas gung liwang iwung (hutan belantara, red), tidak ada sumber apapun pangan apapun, bahkan sumber air, ini juga langka sehingga orang yang masuk ke wilayah sini menjadi jalmo moro jalmo mati (jika manusia mendekat bisa mati, red),”tandasnya.
Namun demikian, Miswandi menceritakan setelah kedatangan Ki Godek dan Dewi Sekartaji, hal itu mengubah semuanya.
“Sumber air pun bisa ada di desa kami, dan bertemunya Dewi Sekartaji dan Ki Godek itu sekaligus menjadi nama Desa Sekar,”ujar Miswandi.
Miswandi mengisahkan kedatangan Ki Godek dan Dewi Sekartaji itu juga membuat sumber air itu melimpah hingga turun temurun.
“Inilah suatu kemakmuran yang harus kita syukuri, lambangnya adalah ayam, diambil dari ciri-ciri kaki maupun bulu ayam yang memiliki filosofi kehidupan keluarga masyarakat, terjaga sumber daya masyarakatnya,”jelasnya.
Miswandi mengatakan dalam kisah legendanya, Dewi Sekartaji yang merupakan putri Kerajaan Kediri sampai di kawasan tersebut adalah dalam upaya kekasihnya Panji Asmorobangun.
“Bertemu ki godek sambil menuang air kelapa mereka minum, karena haus haus itu diambil kan sebuah kelapa, amblas bumi, di tanah bengkok kepala desa. Sedangkan Ki Godek itu sendiri menurut dari para leluhur kami masih keturunan majapahit arah selatan, tepatnya dari Wirati Desa Kalak,”pungkasnya.