Kejaksaan Pacitan Eksekusi Dua Mantan Dewan

oleh -1 Dilihat
Agus Sadianto dan Soegijo saat digelandang jaksa menuju Rutan Klas II B Pacitan, Selasa (31/10). (Muhammad Budi/Radar Pacitan)

Pacitanku.com, PACITAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pacitan membuktikan janjinya membereskan perkara korupsi dana operasional DPRD tahun anggaran 2001. Selasa (31/10) mantan anggota dewan periode 1999—2004 yang terbukti bersalah dalam perkara tersebut dijebloskan ke penjara.

Langkah itu ditempuh Korps Adhyaksa setelah upaya hukum peninjauan kembali (PK) nomor 1/PK/Pid.Sus/2013 yang diajukan Narto SK Dentopuro dkk, 14 Mei 2014 lalu, ditolak Mahkamah Agung (MA).

Sembilan mantan anggota dewan masuk daftar eksekusi. Namun, eksekusi terhadap Soewahab gugur demi hukum karena yang bersangkutan sudah meninggal dunia.

Dua mantan anggota dewan berhasil dijebloskan ke Rutan Klas II B Pacitan. Mereka adalah Agus Sadianto dan Soegijo. Agus dijemput di rumahnya Lingkungan Kwarasan, Kelurahan Baleharjo, Kecamatan Pacitan.

Sementara Soegijo secara kooperatif menyerahkan diri dengan mendatangi kantor Kejari Pacitan di Jalan WR Supratman. Upaya eksekusi sebenarnya juga menyasar para terpidana lainnya.

Seperti Narto SK Dentopuro di Desa Sedeng, Suharto di Desa Jatimalang, dan Lukman Al Hakim di Kecamatan Arjosari. Namun, sia-sia belaka karena para terpidana tidak berada di tempat.

Pihak kejaksaan juga sempat menghubungi Alfiah, Djoemari, Suharto, dan Heru Suwarna untuk bersikap kooperatif dengan menyerahkan diri secara langsung.

‘’Mau kami, sebenarnya delapan orang bisa dijemput. Tapi ada beberapa hal yang terjadi di lapangan,’’ ungkap Marvelous, kasi Pidsus Kejari Pacitan, Selasa (31/10), seperti dikutip dari Radar Pacitan.

Marvel jelas menyayangkan sebagian besar terpidana tidak berada di tempat. Padahal, sumber intelijen kejaksaan sempat mendapati terpidana berseliweran di wilayah kota. Pihaknya juga berusaha menghubungi terpidana, namun nomor selulernya tidak aktif. ‘’Kami tetap upayakan penjemputan 1×24 jam,’’ ujar Marvel.

Terpidana Agus Sadianto mengaku pasrah. Pihaknya siap menjalani proses hukum yang berlaku.

Kendati dirinya masih belum puas dengan apa yang sedang dihadapi saat ini. Sebab, hasil putusan perkara yang menjeratnya berbeda dengan para mantan anggota dewan lain. ‘’Sebenarnya tadi saya mau datang sendiri ke kejaksaan. Tapi keburu dijemput di rumah. Mau bagaimana lagi,’’ akunya.

Simpati Rekan Sejawat

Penahanan Agus Sadianto dan Soegijo —mantan anggota dewan periode 1999-2004 mengundang rasa simpati. Teman sejawat mereka, M Saptono Nugroho sengaja mendatangi kantor Kejari Pacitan untuk memberikan dukungan moril.

Apalagi, sebelumnya dia juga pernah tersandung perkara yang sama. Namun, diputus bebas setelah permohonan peninjauan kembali (PK) dirinya dikabulkan Mahkamah Agung (MA).‘’Saya hanya sebatas memberikan support,’’ ujar Saptono di halaman kantor Kejari Pacitan.

Saptono secara tegas menyampaikan simpatinya kepada Agus dan Soegijo. Dia tidak yakin bila Narto SK Dentopuro dkk terlibat dalam korupsi dana operasional DPRD 2001.

Sepengetahuannya, mereka tidak mengetahui secara persis proses perumusan dan penyusunan anggaran tersebut.‘’Pertama, saya mau sampaikan rasa prihatin yang dalam atas terjadinya peristiwa hukum yang dihadapi oleh teman-teman,’’ katanya.

Saptono mengaku mengikuti kasus yang menimpa Narto SK Dentopuro dkk tersebut. Menurut dia, kasus itu dianggapnya tidak adil. Sebab, dalam putusan perkara yang sama dinyatakan tidak bersalah dan bebas dari tuntutan hukum oleh MA.

‘’Bahkan, ada teman kami yang tidak melakukan upaya hukum PK tetapi dinyatakan bebas,’’ ungkapnya.

Berkaca dari hasil putusan itu, Saptono jadi merasa heran dengan perlakuan hukum yang tengah dihadapi Narto SK Dentopuro dkk. Karena pada saat itu mereka tidak mengerti sama sekali terkait pembahasan APBD 2001.

Namun, pada kenyataannya mereka justru dirundung masalah hukum tindak pidana korupsi (tipikor) dana operasional dewan senilai Rp 2,1 miliar.‘’Ini yang tidak bisa saya mengerti. Secara nalar hukum tidak bisa kami terima,’’ ucapnya.

Kendati demikian, Saptono tidak bisa berbuat banyak dengan adanya perbedaan putusan PK oleh MA tersebut. Selanjutnya, dia menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kejaksaan sebagai pelaksana putusan pengadilan tersebut.

Sebagaimana diketahui, mereka terlibat kasus korupsi dana operasional DPRD yang bersumber dari APBD 2001 senilai Rp 2,1 miliar.

Berdasarkan putusan MA yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Pacitan dan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur, mereka diganjar pidana masing-masing satu tahun penjara.

Selain itu, mereka harus membayar denda Rp 50 juta subsider tiga bulan pidana kurungan. Serta membayar uang pengganti sebesar Rp 48.170.000 hingga Rp 50.535.000. Dalam kasus tersebut, negara dirugikan Rp 1,636 miliar. (mn/her/sib/sib/JPR)