Pacitanku.com, PACITAN – Angka kasus bunuh diri di Pacitan selama setidaknya beberapa tahun terakhir cukup mengagetkan. Berdasarkan data dari Polres Pacitan, tahun 2020 terjadi 7 kasus bunuh diri, sedangkan tahun 2021 di Pacitan terjadi 24 kasus bunuh diri.
Dan pada tahun 2022 ini, yang cukup mengagetkan adalah pada bulan Juli lalu terjadi 3 kasus bunuh diri dalam waktu sepekan dengan berbagai alasan. Kondisi ini tentu menjadi warning untuk semua pihak, baik masyarakat, pemerhati sosial dan juga Pemerintah.
Masih dalam rangka peringatan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia atau disebut World Suicide Prevention Day, tepatnya 10 September 2022, beberapa waktu lalu Pacitanku TV (Pacitanku Grup) berbincang dengan psikolog asal Pacitan, Ni Made Ayu Diyah Rinawardani dalam program Podcast Kertas Kosong.
Lalu bagaimana psikolog dari Rumah Psikologi Netara ini memberikan pandangannya terkait kasus bunuh diri?
Menurut perempuan yang akrab disapa Made ini mengungkapkan setiap orang pasti akan mengalami berbagai macam masalah. Namun yang membedakannya bagaimana cara membedakannya adalah cara menyelesaikannya.
“Hampir semua mengalami lah, muda, tua, anak kecil, anak kecil, semua punya masalah, tapi kekuatan atau kemampuan dia menyelesaikan masalah itu ini yang harus menjadi perhatian kita, kenapa kok yang satunya masalahnya berat tapi masih bisa bertahan, tapi kok ada yang sekilas cuma masalah sepele, sampai bunuh diri, itu menjadi perhatian kita,”jelasnya.
Lebih lanjut, Made mengungkapkan kasus bunuh diri yang terjadi bisa terjadi karena mungkin latar belakang dari keluarga, dalam lingkungan rumah ini yang membuat tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
“Jadi bisa jadi dengan karakter dia ini dianggap lemah, karena tidak mampu menyelesaikan permasalahan, sebenarnya kita sebagai manusia kodrat kita, insting kita sakit aja bagaimana carane golek obat, kenapa dia memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Ini kan menjadi tidak wajar, dan tidak terlepas dari lingkungan, keluarga, atau karakter orang itu sendiri kemudian lingkungan teman sebayanya itu menjadi pertimbangan alasan melakukan bunuh diri,”paparnya.
Terkait dengan ketidakwajaran dalam kondisi seseorang, misalkan sekilas fisiknya bagus tetapi ternyata memiliki gangguan mental dan bahkan memilih melakukan aksi bunuh diri, Made mengungkapkan secara medis kondisi itu memang itu sangat mungkin terjadi.
“Jadi gangguan mental itu bisa menyerang siapapun, cuma yang membedakan adalah karakter orang itu tertutupnya seperti apa sehingga dia mudah kena tekanan, sehingga gangguan mental itu sangat rentan gampang sekali masuk ke individu sendiri. Jadi ada banyak karakter rentan sekali untuk gangguan itu sangat mungkin. Dan itu banyak faktor yang mempengaruhi mental seseorang,”jelas Made.
Lebih lanjut, Made mengatakan salah satu faktor yang mempengaruhi mental seseorang adalah pola asuh orang tua.
“Bagaimana orang tua membiasakan anak dalam keluarga, misal anak terlalu dimanja, setiap anak ada masalah orang tuanya maju, ini akan mengakibatkan anak tidak biasa menerima tekanan, sehingga akhirnya begitu menerima tekanan dan tidak bisa meminta bantuan siapapun, pikirannya ya bunuh diri itu jadi penyelesaian menurut dia. Sedangkan sebenarnya tidak harus begitu, ketika ada tekanan masuk, bagaimana ini harus minta bantuan orang, sehingga pola asuh dari orang tua sangat mempengaruhi,”ungkap dia.
Di sisi lain, imbuh dia, jika ada orang tua yang justru keras mengekang, maka anak tidak bisa mengeluarkan apa yang ada di dalam diri.
“Aku takut sama orang tua, nanti kalau cerita takut dimarahi orang tua, jadi akhirnya anak ini tidak tahu harus cerita ke siapa, sedangkan kalau cerita ke temannya ya kalau ini aib malah menyebar kemana-mana itu, kondisi ini juga bisa membahayakan mental,”tandas dia.
Sehingga, peran orang tua dalam membangun karakter dan mental anak, imbuh Made, adalah dengan orang tua bisa memberikan pemahaman. Kemudian juga, imbuh dia, lingkungan itu memerikan support harus bagaimana untuk memperbaiki permasalahan tanpa melakukan aksi bunuh diri.
“Jadi penguat mental seseorang itu di dalam rumah. Dengan mengontrol kegiatan anak, mainnya anak kemana saja, keluarga yang bisa mengontrol, keluarga itu yang paling utama dalam pembentukan karakter anak,”pungkasnya.