Cegah Leptospirosis, Pemkab Pacitan Canangkan Gerakan Gropyok Tikus

oleh -0 Dilihat
Operasi di RSUD Pacitan. (Foto : SKPD)
Operasi di RSUD Pacitan. (Foto : SKPD)

Pacitanku.com, PACITAN – Pemerintah Kabupaten Pacitan melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat mencanangkan gropyok tikus guna mencegah penyebaran penyakit mematikan leptospirosis yang disebabkan oleh tikus.

Kepala Dinas Kesehatan Pacitan Rachmad Dwiyanto pada Senin (6/3/2017) kepada wartawan di Pacitan menyatakan bahwa penanganan leptospirosis ini harus serius dilakukan mengingat dampaknya yang semakin membahayakan.“Pemkab juga mencanangkan gerakan gropyak tikus, gerakan tersebut diharap dapat dilakukan serentak di 12 kecamatan agar mampu seefektif mungkin mengurangi populasi tikus,”katanya.

Dampak penyakit mematikan leptospirosis di Pacitan semakin mengkhawatirkan. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat, Rachmad Dwiyanto, Kamis (2/3/2017) kemarindi Pacitan mengatakan bahwa penyakit yang disebabkan bakteri leptospora itu sudah menelan korban delapan orang meninggal dunia.




Menurut Rachmad, pada awal Februari lalu lepstospirosis baru terkonsentrasi di dua kecamatan. Di antaranya Ngadirojo serta Tulakan. Namun saat ini sebaran penyakit itu sudah merambah di lima kecamatan.”Selain Tulakan dan Ngadirojo, juga Kecamatan Punung, Arjosari serta Kebonagung dengan total korban 23 orang. Delapan diantaranya meninggal dunia,” katanya.

Atas kondisi yang memprihatinkan itu, Rachmad mengatakan bahwa Dinkes sudah melayangkan surat ke semua kecamatan guna memberikan sosialisasi ke semua desa terkait ancaman leptospirosis. Selain itu, pihaknya juga merekomendasikan adanya gerakan gropyokan tikus secara serentak.

“Namun sekali lagi, sebagaimana standar operasional prosedurnya (SOP), masyarakat yang terjun ke sawah untuk membasmi tikus diimbau agar menggunakan alat pelindung diri (APD). Seperti sepatu, dan kaos tangan, bila mana perlu tangan harus dibungkus dengan plastik.

Cara pencegahan itu, katanya lagi, agar warga yang ikut dalam gerakan gropyokan tikus tidak terinfeksi bakteri mematikan tersebut. Penyakit ini memang bersifat yonosis, artinya penularannya melalui hewan terutama tikus.

Jika biasanya penyakit tersebut disebabkan karena ada genangan air, namun di Pacitan, temuannya berbeda. Di Pacitan, tikus penyebar bakteri itu ternyata bergerak. Dari dataran tinggi (Tulakan) terus menurun ke dataran rendah (Punung).

Mayoritas penderita yang meninggal terpapar penyakit dari lingkungan yang tidak sehat. Di antaranya, genangan di sawah serta tempat pembuangan sampah (TPS). Maklum, tempat-tempat tersebut menjadi media penyebaran urine atau darah tikus, anjing, sapi, dan babi yang membawa bakteri leptospira.

“Mau tidak mau, penanganan serius pun dilakukan. Selain mengimbau masyarakat untuk tetap menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) di lingkungan rumah masing-masing,”imbuhnya lagi.

Rachmad menuturkan, beberapa gejala yang dapat diketahui adalah demam yang disertai panas tinggi serta nyeri otot. Di samping dua gejala itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui tingkat leukosit penderita. ’’Ukuran leukosit itu bisa menjadi bukti apakah terjangkit leptospirosis,”pungkasnya. (RAPP002)