Kejari Pacitan Selidiki Dugaan Korupsi Sanitasi

oleh -1 Dilihat

korupsiPacitanku.com, PACITAN – Program kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) yang dilaksanakan pada 2014/2015 berbuntut masalah. Ini setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Pacitan mulai mencurigai adanya tindak pidana korupsi dalam kegiatan yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) tersebut.

Penyelidikan yang dilakukan oleh jaksa tindak pidana khusus (Pidsus) Kejari Pacitan difokuskan pada dugaan penyimpangan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase di Desa Bangunsari, Kecamatan Pacitan. Yaitu, berupa pengerjaan bangunan mandi cuci kakus (MCK) di sekitar Masjid Baitussalam.

Kasi Pidsus Kejari Pacitan Marvelous mengatakan, proses pengungkapan kasus dugaan tindak pindak korupsi SLBM tersebut saat ini sudah naik ke tahap penyidikan. Beberapa orang yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan MCK tersebut juga telah diperiksa oleh penyidik kejaksaan. ‘’Saat ini penyidikan masih terus berjalan,’’ ujarnya, baru-baru ini.

Dia mengungkapkan, pengusutan kasus tersebut bermula dari laporan masyarakat. Dari situ pihaknya kemudian menindaklanjuti laporan itu dengan melakukan penyelidikan di lapangan. Bahkan, beberapa hari lalu tim ahli sudah diterjunkan untuk memeriksa bangunan tersebut. ‘’Untuk sejauh mana perkembangan penyidikannya, mohon maaf saya masih belum bisa jelaskan. Itu merupakan domain penyidik,’’ katanya.

Desa Bangunsari bukan merupakan satu-satunya desa yang mendapatkan program SLBM yang dikerjakan secara swadaya tersebut. Masih ada lima desa lainnya yang kebagian program senilai Rp 1,8 miliar dari pemerintah pusat itu.

Di antaranya, Desa Tegalombo, Kebonagung, serta Kelurahan Ploso. Masing-masing desa mendapatkan bantuan program tersebut sebanyak satu unit dengan nominal anggaran pembangunan sekitar Rp 300 juta. ‘’Untuk besaran kerugian negaranya, tunggu saja. Kami wait and see dulu,’’ kilahnya.

Diperoleh informasi, pengerjaan MCK itu dilakukan oleh kelompok sosial masyarakat (KSM) setempat. Namun, dalam proses pelaksanaannya tidak sesuai dengan perencanaan. Selain itu, penyusunan dokumen perencanaan tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Juga ditemukan kekurangan volume fisik yang terpasang serta kelebihan harga satuan kerja yang tidak wajar dalam dokumen administrasi perencanaan. (her/yup/RAPP002)

Sumber: Radar Madiun