Sirnoboyo, Potret Desa Tangguh Bencana Pacitan

oleh -1 Dilihat

sirnoPacitanku.com, PACITAN – Hanya perlu 7 menit dari Ibu Kota Kabupaten Pacitan menuju Desa Sirnoboyo. Letaknya di belahan timur Kecamatan Kota. Sebagian besar lahannya berupa hamparan sawah dan sisanya merupakan lahan pesisir. Hanya sebagian kecil wilayah dimanfaatkan untuk hunian.

Posisi Sirnoboyo berada di bibir sungai. Yakni Grindulu, sungai terbesar di Pacitan, serta anak sungainya bernama Jelok. Kondisi itu menjadikan Sirnoboyo kawasan produktif untuk budi daya pertanian. Namun sekaligus rawan banjir. Belum lagi ancaman tsunami dari Samudera Hindia yang merupakan batas desa di bagian selatan.

Tempaan alam membuat warga desa berjuluk ”Kampung Nelayan” makin tangguh dan bijak menyikapi tiap fenomena alam. Seiring laju teknologi, pemanfaatan sistem komunikasi modern menjadi bagian integral bagi upaya pengurangan risiko mencana.

“Dilihat dari pantauan cuaca dalam beberapa jam ke depan diperkirakan lumayan tebal untuk mendung dan berpotensi hujan deras. Harapan kami dapat disampaikan kepada masyarakat,” demikian bunyi peringatan dari radio komunikasi yang terletak di salah satu ruangan di Balai Desa Sirnoboyo, Jalan KA Petung.

Basori (31) yang sejak pagi berada di ruangan bergegas mengambil pesawat Handy Talky (HT) tersebut. Dengan sigap, relawan siaga bencana itu menjawab rangkaian kalimat dari pengeras suara HT yang tak lain dari petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

“Terimakasih informasinya. Nanti akan segera kita sampaikan lewat siaran radio,” katanya sambil memegang perangkat elektronik sebesar batu bata itu.

Di sudut ruang pelayanan balai desa, Basori tiap hari memantau informasi melalui radio komunikasi maupun dunia maya. Dia lalu meneruskan tiap informasi kebencanaan melalui siaran radio komunitas Pacitan Siaga (PAS) 102,6 FM. Studionya menjadi satu dengan ruang kerja Basori.

Ketua Relawan Siaga Bencana Desa Sirnoboyo, Djoko Sungkono mengakui dalam hal kesiapsiagaan masyarakat selama ini cukup teruji. Terlebih dengan keberadaan para relawan selalu berada di garda depan dalam upaya mitigasi maupun pembentukan masyarakat tanggap bencana.

“Kita masih memerlukan untuk meningkatkan kapasitas dari warga masyarakat khususnya pada para relawan seandainya terjadi bencana. Kemarin itu saat terjadi bencana banjir ternyata kita bisa membantu menyalurkan bantuan dari pemerintah daerah,” ujarnya ditemui di rumahnya di Lingkungan Krajan.

Penanganan sektor kebencanaan tentu saja harus dilakukan terpadu dan berkesinambungan. Peningkatan kapasitas warga dalam menghadapi risiko bencana harus berbanding lurus dengan kebijakan pembangunan yang berpihak pada upaya pengurangan risiko.

Oleh karena itu, menurut Kepala Desa Sirnoboyo, Arifin, isu kebencanaan menjadi salah satu bagian strategis perencanaan di desa yang dipimpinnya.

”Di samping kita ada relawan yang kita bentuk di kelompok-kelompok masyarakat di tingkat RT, Dusun, dan di tingkat desa di situ juga berisi program-program kegiatan pembangunan yang memang mengarah pada mitigasi bencana,” tandas pria yang juga aktif di Gerakan Pramuka.

Dicontohkan, dalam pembangunan infrastuktur berupa saluran air, pemerintah desa memprioritaskan penempatan di kawasan pemukiman rentan. Harapannya, fasilitas itu berfungsi optimal mengalirkan air banjir sehingga genangan tidak berlangsung lama.

Sirnoboyo merupakan salah satu potret Desa Tangguh Bencana di Kabupaten Pacitan. Di wilayah berpenduduk 1.310 Kepala Keluarga telah terbentuk jejaring informasi mandiri antarwarga. Komunitas tersebut bukan sekadar saling tukar informasi kebencanaan melainkan juga wahana membangun kebersamaan dalam memupuk jiwa siaga bencana.

“Sirnoboyo, Kembang, dan mungkin juga nanti di Watukarung, juga di Sidomulyo itu menjadikan suatu pilot project atau embrio kami di dalam desa tangguh. Desa tangguh itu terdiri suatu desa yang masyarakatnya itu sudah terbentuk komunikasi dalam pencegahan dan penanggulangan bencana,” terang Tri Mujiharto, Kepala Pelaksana Harian BPBD Pacitan ditemui di kantornya, Jl Walanda Maramis, Kamis (22/9/2016).

Semua yang terjadi memang kehendak Sang Pencipta. Namun dengan modal pemahaman dan kesiagaan cukup niscaya kerugian dapat ditekan sekecil mungkin. Membangun sinergitas antarpemangku kepentingan menjadi kata kunci keberhasilan kegiatan penanganan kebencanaan baik sebelum, selama, dan sesudah bencana. Itulah makna tangguh sesungguhnya. (PS/AKS/RAPP002)

Sumber: RRI