Pacitanku.com, PACITAN – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Pacitan menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan sepanjang tahun 2024.
Menanggapi kondisi ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pacitan mendesak pemerintah daerah untuk mengambil langkah serius, terutama dalam memperkuat program pencegahan yang berfokus pada ketahanan keluarga dan kesiapan pranikah.
Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana, Pengendalian Penduduk, dan Perlindungan Anak (PPKB-PPPA) Pacitan, tercatat ada sebanyak 19 kasus kekerasan hingga di tahun 2024. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, 2023, yang mencatat 15 kasus.
Dari total laporan kasus tahun 2024, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) mendominasi dengan 7 kasus.
Jenis kasus lainnya meliputi persetubuhan (4 kasus), pelecehan seksual (2 kasus), pencabulan (1 kasus), kenakalan anak (2 kasus), pembunuhan bayi (1 kasus), dan anak berkonflik dengan hukum (2 kasus).
Anggota Komisi I DPRD Pacitan, Ririn Subiyanti, menyatakan keprihatinannya atas terus meningkatnya kasus KDRT di berbagai daerah, termasuk Pacitan, meskipun telah ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.
Dia menilai, fenomena ini tidak terlepas dari proses pernikahan atau pembentukan sebuah keluarga yang kurang dibekali kesiapan matang.
“Kesiapan dan persiapan secara fisik, mental spiritual, ilmu pengetahuan, dan kemampuan menanggung tanggung jawab keluarga adalah sebuah keniscayaan yang harus dipersiapkan bagi calon pasangan suami istri,”ujar Ririn, Rabu (7/5/2025).
Menurutnya, pernikahan merupakan ibadah terpanjang manusia, namun minim bekal pengetahuan seringkali menjadi pangkal masalah, terutama terkait hak, tugas, kewajiban, dan tanggung jawab suami maupun istri.
Ririn meyakini, semakin matang persiapan menuju jenjang pernikahan, maka potensi terjadinya KDRT akan semakin terminimalisir.
Dia juga menyoroti data yang menunjukkan pernikahan dini kerap menempati peringkat tertinggi kasus perceraian, yang bisa disebabkan KDRT, faktor ekonomi, atau sebab lainnya.
Melihat banyaknya kasus KDRT, Ririn mendesak pemerintah daerah memberikan perhatian lebih dalam penanganan kasus yang sudah terjadi agar tidak berujung pada perceraian.
Selain itu, fokus pada program preventif dianggap krusial untuk memperbaiki cara mengelola gejolak dalam rumah tangga tanpa harus berujung pada kekerasan.
Program Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH) yang dijalankan Dinas PPKB P3A diapresiasi sebagai langkah positif.
Namun, Ririn mengusulkan penyempurnaan kurikulumnya, antara lain dengan menambahkan muatan kearifan lokal.
Lebih penting lagi, program ini tidak seharusnya hanya menyasar para ibu/istri, melainkan juga para suami/ayah melalui jam dan materi khusus, atau bahkan kelas klasikal gabungan suami istri, agar keduanya mendapatkan bekal ilmu yang berimbang.
Selain penyempurnaan SOTH, sekolah pranikah juga disebut Ririn sebagai alternatif solusi yang efektif untuk membekali calon pengantin sebelum memasuki kehidupan berumah tangga.
Ia menekankan, upaya penanganan dan pencegahan ini menuntut kesadaran dan sinergi banyak pihak. Konsep dan sistem yang terprogram, terukur, dan berkelanjutan sangat diperlukan.
“Karena selain dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit, hal ini memerlukan kerja sama yang terprogram, terukur, dan berkelanjutan,”tambah perempuan yang juga aktif di forum taklim ibu-ibu di Pacitan ini.
Ririn menambahkan, kekerasan dalam rumah tangga tidak akan terjadi jika antar pasangan suami istri memahami tujuan berkeluarga, yakni untuk saling berkasih sayang serta memberikan rasa tenang dan tenteram, sebagaimana termaktub dalam nilai-nilai spiritual, termasuk dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ruum ayat 30 yang berbicara mengenai fitrah manusia.
“Pemahaman mendalam tentang tujuan luhur pernikahan ini dianggap fundamental dalam membangun ketahanan keluarga,”pungkas legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.