Pacitanku.com, SURABAYA – Seragam cokelat yang seharusnya melambangkan pengayoman tercoreng oleh ulah Aiptu LC, oknum anggota Polres Pacitan.
Dia kini harus menanggalkan seragamnya secara tidak hormat setelah terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap seorang tahanan wanita berinisial PW di Rutan Polres Pacitan.
Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) ini dijatuhkan usai sidang komisi kode etik Polri yang digelar Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Jatim pada Rabu (23/4/2025).
Baca juga: Oknum Anggotanya Rudapaksa Tahanan, Kapolres Pacitan Minta Maaf dan Lakukan Pembenahan Sistem
Perjalanan kasus ini menuju pemecatan terbilang cepat. Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast, dalam konferensi pers didampingi Kabid Propam Kombes Pol Iman Setiawan, Kamis (24/4/2025) memaparkan kronologinya.
“Untuk saudara LC, sejak Senin, 21 April 2025, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pidana dugaan pelanggaran Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” ungkap Kombes Jules.
Penetapan tersangka ini menyusul laporan polisi (LP) yang dibuat korban di Polres Pacitan pada 12 April 2025.
Tak butuh waktu lama, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim langsung bergerak.
Pada 23 April 2025, Aiptu LC resmi ditahan di Rutan Polda Jatim berdasarkan surat perintah penahanan nomor 103.
Perbuatan Tercela di Ruang Berjemur
Kombes Jules membeberkan, aksi bejat Aiptu LC terjadi di tempat yang tak terduga, yakni ruang berjemur khusus wanita di Rutan Polres Pacitan. Peristiwa kelam ini berlangsung beberapa kali sekitar bulan Maret dan puncaknya pada 2 April 2025.
“Modus tersangka LC adalah melakukan pelecehan seksual atau perbuatan cabul, bahkan hingga persetubuhan, terhadap korban PW yang merupakan tahanan di Mapolres Pacitan,” jelas Kombes Jules.
“Tersangka LC melakukan pelecehan seksual atau perbuatan cabul sebanyak empat kali, dan yang terakhir berlanjut hingga persetubuhan di ruang berjemur wanita tersebut,”imbuhnya.
Penyidikan kasus ini melibatkan pemeriksaan intensif terhadap setidaknya 13 saksi, termasuk empat orang tahanan lain, korban PW sendiri, dan sembilan saksi lainnya.
Ironisnya, korban PW merupakan tahanan Sat Reskrim Polres Pacitan atas kasus tindak pidana terkait eksploitasi seksual (mucikari).
Sanksi Etik dan Pidana Menanti
Kasus ini menjadi pengingat keras akan pentingnya integritas dan profesionalisme anggota Polri dalam menjalankan tugas, terutama dalam melindungi pihak yang rentan seperti tahanan.
Polda Jatim menunjukkan komitmennya untuk menindak tegas setiap pelanggaran, tanpa pandang bulu.
Selain proses pidana yang berjalan, sidang kode etik profesi Polri juga menjatuhkan sanksi tegas.
“Hasil sidang kode etik menetapkan beberapa hal, pertama, perbuatan LC dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Kedua, penempatan dalam tempat khusus selama 20 hari. Dan ketiga, sanksi terberat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri,” tegas Kombes Jules.
Pelanggaran etik yang dilakukan Aiptu LC mencakup beberapa pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, di antaranya terkait perbuatan tercela, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran norma kesusilaan.