Dampak Bencana Ngadirojo: 12 Warga Terancam Longsor, Ribuan Pohon Cengkih Gagal Dipanen

oleh -0 Dilihat
Ilustrasi bencana tanah longsor
Ilustrasi bencana tanah longsor

Pacitanku.com, NGADIROJO – Longsor terus menyapa Pacitan. Dua rumah dan satu musala sudah dalam posisi nggawing dari tebing akibat longsor di Dusun Pucang Palet, Desa Nogosari, Kecamatan Ngadirojo. Setidaknya, nasib 12 orang yang tinggal di dua rumah tersebut, terancam.

Setiap malam, mereka mengungsi di rumah kerabat yang lebih aman. Maklum, tebing yang longsor mencapai 300 meter. ‘’Rasanya tinggal menunggu waktu rumah ini roboh,’’ ujar salah seorang pemilik rumah, Samsudin, dilansir dari Radar Madiun, Rabu (8/2/2017).

Samsudin menuturkan, longsor tersebut awalnya terjadi Jumat (3/2), sekitar pukul 24.00. Kala itu, tanah selebar sekitar 20 meter di sebelah rumahnya amblas hingga sejauh 300 meter. Sebagian teras rumahnya langsung terseret longsor.

Menurut Samsudin, kejadian berlangsung mencekam. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang dahsyat tatkala hujan turun rintik-rintik di tengah malam. Dia dan keluarganya langsung keluar dan mengungsi ke rumah kerabat untuk berlindung. ‘’Saya berjaga sambil terus melihat situasi kondisi, longsor baru benar-benar berhenti pukul 00.30 (Sabtu 4/2),’’ terangnya.

Esok paginya, baru diketahui dinding, lantai serta atap teras rumah Samsudin rusak-rusak. Selain rumahnya, rumah Sai’in dan satu bangunan musala di sebelahnya juga terdampak. Kendati demikian, rupanya kejadian belum berakhir.

Pada Minggu (5/2) paginya, longsor kembali terjadi di sisi timur tanah yang longsor sebelumnya. Lebar longsoran pun bertambah menjadi sekitar 50 meter. ‘’Kalau terus-terusan, seluruh bangunan rumahnya, ya terancam,’’ kata Samsudin.

Samsudin memperkirakan, kerugian yang harus diderita mencapai lebih dari Rp 500 juta. Sebab, bukan hanya rumah yang ternyata terdampak. Kebun cengkih milik keluarga yang berada di lereng yang longsor itu kini amblas.




Kerugian sebesar itu membuat Samsudin berpikir untuk pindah permanen ke lokasi yang lebih aman. Namun, dia belum tahu hendak pindah kemana. Untuk sementara, Samsudin dan Sai’in mengungsikan keluarga masing-masing ketika malam hari.

Sebab, mereka khawatir jika saat tengah malam, tiba-tiba longsor susulan kembali terjadi. ‘’Berkaca dari kejadian sebelumnya, lebih baik mengungsi mengamankan diri. Karena terjadi saat waktu beristirahat,’’ ujarnya.

Longsor yang mengancam jiwa keluarga Samsudin dan Sai’in mendapat perhatian BPBD Pacitan. Sekretaris BPBD setempat, Ratna Budiono menuturkan pihaknya sudah melakukan pendataan melalui kecamatan setempat.

Usai dilakukan pendataan, BPBD tetap akan terjun meninjau secara langsung bencana tersebut. Namun karena bencana yang melanda Pacitan selama beberapa hari terakhir cukup banyak, peninjauan pun dilakukan bertahap dari satu lokasi ke lokasi bencana lain. ‘’Kalau dilihat dari data sementara, memang lumayan parah (longsor di Nogosari), namun kami hanya bisa lakukan bertahap karena keterbatasan personil,’’ ujar Ratna.

Selain longsor, dampak lain dari bencana alam tersebut adalah ribuan pohon cengkih yang jadi mata pencaharian warga desa setempat diperkirakan gagal panen tahun ini. Pasalnya, hingga Senin (6/2) lalu, bunga cengkih belum tampak muncul di ribuan pohon-pohon itu. ‘’Sudah mulai terasa sejak tahun lalu. Panennya menurun,’’ ungkap Pj Kepala Desa Nogosari, Prayitno.

Prayitno mengungkapkan, biasanya ketika panen raya, produksi cengkih Nogosari bisa mencapai minimal 10 ton hingga belasan ton. Namun, total sepanjang tahun 2016 lalu, cengkih yang bisa dipanen hanya tujuh ton.

Padahal, ratusan warga desa tersebut banyak menggantungkan diri pada perkebunan cengkih. Per warga rata-rata memiliki sekitar 250 batang pohon. Usia rata-rata pohon juga sudah puluhan tahun. ‘’Perkebunan cengkih di sini sudah turun temurun selama puluhan tahun. Bahkan, ada pohon yang usianya sudah 40 tahun,’’ terangnya.

Harga jual cengkeh kering Nogosari juga lumayan. Rata-rata tembus Rp 100 ribu per kilogram. Hal itu turut mendongkrak pendapatan per warga. Sekali panen, warga mampu meraup untung antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta.

Namun, sayang, keuntungan besar itu diperkirakan tidak akan dipetik warga tahun ini. Ribuan batang pohon cengkih di Nogosari diperkirakan gagal panen karena pengaruh curah hujan yang tinggi. ‘’Disamping kena faktor cuaca, banyak juga pohon cengkih yang amblas tertimbun longsoran,’’ ujarnya.

Prayitno mengaku pihaknya sudah melaporkan hal tersebut ke camat setempat. Sejauh ini, pihak ketiga dari perusahaan penyerap cengkih Nogosari juga sempat meninjau ke lokasi. Menurut mereka, ribuan pohon cengkeh Nogosari memang terdampak curah hujan tinggi. Sementara idealnya, pohon cengkih tumbuh subur ketika kemarau. Menurut Prayitno, pihak perusahaan swasta tersebut menyarankan para petani untuk mencoba mengganti pupuk.

Sejauh ini, warga menggunakan pupuk kompos. ‘’Sebab, pupuk kimia cenderung membuat tanah lebih gembur. Sementara banyak pohon ditanam di lereng-lereng. Karena itu warga lebih memilih pupuk kompos,’’ terangnya.