Pengelolaan Pariwisata Pacitan Diharapkan Mencontoh Kabupaten Badung Bali

oleh -0 Dilihat
Wisatawan asyik menikmati liburan di Pacitan. (Foto: Instagram Pacitanku/Ganiss)
Wisatawan asyik menikmati liburan di Pacitan. (Foto: Instagram Pacitanku/Ganiss)
Wisatawan asyik menikmati liburan di Pacitan. (Foto: Instagram Pacitanku/Ganiss)
Wisatawan asyik menikmati liburan di Pacitan. (Foto: Instagram Pacitanku/Ganiss)

Pacitanku.com, PACITAN – Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olahraga (Disbudparpora) Pacitan, Wasi Prayitno berharap pengelolaan pariwisata di Pacitan bisa mencontoh kesuksesan Kabupaten Badung, Bali.

Menurut dia, pendapatan langsung nilainya tidak seberapa dibanding pendapatan tidak langsung yang berupa perputaran uang dari aktivitas belanja para wisatawan yag diprediksi mencapai puluhan hingga ratusan miliar dalam kurun setahun.

Namun, Wasi menyatakan berkeinginan untuk perlahan mengubah “mindset” atau cara berfikir publik yang masih melulu terfokus pada pendapatan langsung, khususnya hasil penjualan tiket masuk objek wisata.
    
“Coba perhatikan Kabupaten Badung, Bali. Di sana apa ada objek wisata yang dipungut porporasi tiket masuk, tidak ada. Tapi siapa sangka ternyata PAD mereka justru mencapai triliunan, dan itu semua berasal dari pendapatan tidak langsung,” ujarnya, Rabu kemarin.
    
Wasi berharap, ke depan produk pariwisata di daerahnya perlahan bisa meniru cara kerja pariwisata di Bali, sehingga fokus PAD tidak lagi ke pendapatan langsung dari penjualan tiket masuk objek wisata namun dari mekanisme perpajakan aneka kuliner, penginapan, cinderamata, jasa maupun produk-produk idnustri pariwisata lainnya. “Itu mimpi kami yang ke depan semoga bisa menjadi nyata,” katanya.

Saat ini, kata Wasi, perputaran uang dari dampak ekonomi laju pertumbuhan sektor pariwisata di Kabupaten Pacitan diprediksi mencapai Rp100 miliar dalam kurun tahun anggaran 2016.
    
“Target pendapatan asli daerah (PAD) Pacitan tahun ini sebesar Rp9 miliar. Angka ini kami perkirakan hanya 10-15 persen dari total uang wisatawan yang beredar,” katanya.
    
Selain bersumber dari porporasi tiket masuk objek-objek wisata yang dikelola daerah, asumsi yang diutarakan Wasi mengacu besaran pajak makanan dan hotel atau penginapan yang ditetapkan sebesar 10 persen.
    
Dengan dasar hitungan tersebut, Wasi memastikan dampak ekonomi bagi masyarakat jauh lebih besar dibanding PAD langsung yang diterima pemerintah daerah. “Maka jangan heran jika masyarakat di sekitar objek-objek wisata di Pacitan saat ini sejahtera, perekonomian mereka ikut terangkat. Itu karena memang devisa atau uang para pelancong yang datang lebih banyak beredar di masyarakat,” ujarnya.
    
Menurut Wasi, estimasi itu masih mengacu PAD yang diterima pemda setempat dari hasil pengelolaan enam objek wisata yang dikelola langsung di bawah koordinasi dinas parwisata pemuda dan olahraga setempat, plus satu objek wisata Pantai Tamperan yang dikelola swasta.
    
Masih ada sekitar 51 destinasi wisata pesisir lain yang sebagian dikelola pemerintah desa, namun volume pendapatan tidak/belum terlapor secara resmi dalam mekanisme pendapatan yang diterima daerah melalui dispenda setempat.
    
“Pelan namun pasti destinasi-destinasi wisata yang saat ini dikelola masyarakat atau desa itu nanti akan kami gandeng, dikerjasamakan dengan sistem bagi hasil seiring dukungan pengembangan objek wisata oleh pemerintah daerah,” katanya. (RAPP002/antara)