Jadi Wisata Budaya, Wabup Pacitan Dorong Penambahan Durasi Ceprotan

oleh -1 Dilihat
Wabup Pacitan menari bersama dalam Ceprotan Sekar Culture festival 2016. (Foto: Candra Santana/AP3)
Wabup Pacitan menari bersama dalam Ceprotan Sekar Culture festival 2016. (Foto: Candra Santana/AP3)
Wabup Pacitan menari bersama dalam Ceprotan Sekar Culture festival 2016. (Foto: Candra Santana/AP3)

Pacitanku.com, DONOROJO – Meriahnya pelaksanaan upacara adat Ceprotan yang digelar di lapangan Dewa Sekartaji, Desa Sekar, Kecamatan Donorojo pada Senin (8/8/2016) kemarin membuat wakil Bupati Pacitan, Yudi Sumbogo kepincut untuk terus mengembangkan salah satu tradisi legendaris tersebut.

Menurut mantan Legislator Partai Demokrat ini, selain sebagai bentuk pelestarian budaya, ceprotan juga bisa menjadi jujukan wisata budaya. Juga kesempatan bagi warga menampilkan kesenian khas di desanya. Seperti kothekan lesung yang ditampilkan ibu-ibu PKK Kecamatan Donorojo. ‘’Saya berharap, tahun depan durasinya ditambah dua atau tiga hari,’’ tandasnya pada Senin kemarin.

Lebih lanjut, Mbogo menyampaikan bahwa banyak falsafah dibalik prosesi ceprotan tersebut. Yakni, untuk mencapai tujuan hidup semua orang harus mau berusaha. Dan saling tolong menolong sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.‘’Ini merupakan tradisi yang tiap tahunnya dilakukan. Sekaligus wujud dari masyarakat setempat untuk pelestarian budaya lokal Pacitan,’’ katanya.

Dalam kesempatan Ceprotan tesebut, Mbogo juga turut memeriahkan dengan menari bersama para penari di lapangan desa tersebut.

Pada tahun ini juga, kemasan Ceprotan lebih terlihat modern dan kekinian. Hal tersebut nampak dari penamaan yang disebut Ceprotan Sekar Culture Festival 2016 dengan corak warna-warni. Panitia setempat juga membuat photobooth untuk para wisatawan yang ingin mengabadikan festival legendaris ini dengan kamera.

Seperti biasa, Ceprotan Sekar Culture Festival 2016 ini dimulai dengan pengarakan kelapa muda yang digunakan sebagai alat “ceprotan” menuju tempat dilaksanakannya upacara yang biasanya berupa tanah lapang. Kelapa-kelapa ini ditempatkan pada keranjang bambu dengan anyaman yang jarang-jarang dan dibawa oleh pemuda setempat.

Rangkaian seremoni sakral Ceprotan, dimulai dari pengumpulan ayam dari beberapa warga. Upacaradipimpin oleh kepala desa dan melibatkan kepala dusun. Puncak acara Ceprotan berlangsung pada sore hari dimana matahari mulai terbenam, diawali dengan tarian surup atau “Terbenamnya Matahari” kemudian juru kunci membacakan doa, serta lurah desa merepresentasikan diri sebagai perwujudan Ki Godeg, sedangkan Istrinya sebagai Dewi Sekartaji.

Sebelum acara dimulai, ketua adat membacakan doa-doa. Upacara dilanjutkan dengan ditampilkannya sendratari yang menceritakan antara pertemuan antara Ki Godeg dengan Dewi Sekartaji. Kemudian pemuda-pemuda ini dibagi menjadi dua kubu yang ditempatkan secara berseberangan.

Keranjang berisi kelapa muda yang telah dikuliti dan direndam selama beberapa hari agar tempurungnya melunak, diletakkan di depan masing-masing anggota kubu yang telah berjajar dengan posisi menghadap ke arah kubu lawan. Antar kedua kubu ini diberi jarak beberapa meter sehingga mereka tidak berhadapan secara langsung dan di antara mereka diletakkan sebuah ingkung atau ayam utuh yang dipanggang. Para pemuda yang saling melempar tersebut mengarahkan bluluk itu ke gubuk sesajen yang ada ditengah lapangan. (RAPP002)