Kekurangan Guru Jadi Persoalan Krusial Pendidikan di Pacitan

oleh -6 Dilihat

Pacitanku.com, SEMARANG – Persoalan kekurangan tenaga pendidik atau guru di Kabupaten Pacitan sepertinya masih menjadi persoalan krusial sektor pendidikan di Kabupaten Pacitan, sebab untuk di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD), sekolah di Kabupaten Pacitan masih menghadapi kendala kekurangan guru.

Menurut Bupati Pacitan, Drs H Indartato, MM dalam agenda rapat koordinasi (Rakor) mitra yayasan Damandiri yan terdiri dari kepala daerah se-Indonesia pada Jumat (15/1/2016) di hotel Grand Candi, Kota Semarang, angka partisipasi PAUD di Pacitan mencapai 69 persen, yang awalnya hanya 48 persen, mengalami kenaikan sekitar 30 persen.

“Nah yang menjadi satu permasalahan adalah terkait tenaga pendidik PAUD, yang rata-rata adalah lulusan SMA, bahkan untuk honor bulanan, sehingga karena belum ada gaji, Pemerintah Daerah membantu honor RP 100 ribu untuk sekitar 2900 guru PAUD,” jelasnya.

Selain di tingkat PAUD, menurut Indartato, permasalahan kekurangan guru juga terjadi di tingkat SD. Menurutnya, sesuai standart yang ditetapkan, seharusnya setiap sekolah, setidaknya ada sembilan guru yang mengajar, namun kondisi ideal tersebut belum bisa diterapkan di Kabupaten Pacitan.


“Bahkan ada SD yang gurunya yang sudah Pegawai Negeri Sipil (PNS) hanya ada dua guru, sedangkan sisanya masih guru honorer yang diangkat komite sekolah,” kata Indartato.

Dengan kondisi permasalahan tersebut, Indartato berharap kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), ada kesesuaian antara target mutu dengan pemenuhan jumlah guru.

“Jika gurunya masih kurang, mutu belum bisa tercapai, karena itu jika ingin berkembang, guru PAUD juga harus ada, demikian juga untuk SD, dan untuk tingkat SMP dan SMA saya kira sudah tidak ada masalah karena hampir mencapai persyaratan,” ujarnya.

Menanggapi persoalan kekurangan guru di Kabupaten Pacitan tersebut, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhamad menyampaikan bahwa guru akan menjadi penentu kesuksesan pendidikan, dengan prosentase kesuksesan pendidikan 70 persen ditentukan oleh guru.

“Berkaca dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG), dari 3 juta guru belum bisa dikatakan berkompeten, sebab yang nilainya diatas 60 ternyata hanya 150 orang, dengan rata-rata nilai UKG adalah 57, jadi kalau dikatakan guru kencing berdiri murid kencing berlari itu bukan basa basi,” tandasnya.

Menurutnya, dalam dunia pendidikan saat ini, jika ingin anaknya berkarakter, maka  gurunya harus berkarakter. “Sehingga kita sedang terus mengupayakan, dengan membikin pelatihan, termasuk yang menjadi permasalahan seperti di Pacitan, yakni persoalan distribusi guru, kita sedang terus menggencarkan program guru garis depan,” tandas Hamid.

Dikatakan Hamid, saat ini sebenarnya secara rasio, angkatan kerja guru secara nasional sudah cukup, dengan rasio 12 banding 1, namun yang menjadi masalah adalah terkait distribusi, dimana biasanya guru-guru banyak terkumpul di kota, sementara di daerah pinggiran dan terpencil cenderung tidak ada.

“Itulah fungsi program guru garis terdepan, pak Anies dulu juga belum jadi menteri  juga menyukseskan program Indonesia mengajar, sebagai perwujudan janji pak presiden, guru garis depan akan dilanjutkan ke programm berikutnya, “katanya.

Terkait persoalan kekurangan guru PAUD, Hamid menyebut bahwa secara nasional, hampir 49 persen guru PAUD yang harusnya sarjana hanya lulusan SMA dan SMP. “Selain itu menjamurnya PAUD di daerah juga melebihi apa yang kita bayangkan, sehingga Inshaallah kedepan kita tingatkan pelatihan, LPTK memberikan upgrading dan juga menyediakan beasiswa untuk S1,” pungkasnya. (DPPP001)