Pacitanku.com, NGADIROJO – Festival Kapyuran di Tanggul Dembo, Ngadirojo, Pacitan, Sabtu (5/7/2025) ini menyajikan pengalaman kuliner tradisional yang otentik, memadukan cita rasa masa lalu dengan semangat ramah lingkungan.
Mengusung konsep “kuliner ngebul” yang berarti masakan yang diolah dengan tungku tradisional hingga menghasilkan asap, serta prinsip “go green” tanpa penggunaan plastik, festival ini tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga berambisi menjadi pengungkit ekonomi kerakyatan bagi masyarakat setempat.
Anang, salah satu panitia festival, menjelaskan bahwa tujuan utama acara ini adalah membangkitkan kenangan akan cita rasa kuliner tempo dulu.
“Kami ingin menyajikan sesuatu yang etnik, mengulik makanan dan minuman yang pernah ada di masa lalu, kemudian menyajikannya semaksimal mungkin dengan cara tradisional,” ujarnya.
Harapannya, festival ini menjadi daya tarik bagi masyarakat yang ingin bernostalgia dan menikmati sensasi kuliner masa lampau.
Selaras dengan konsep ramah lingkungan, seluruh warung di area festival dibangun dari atap jerami dan bambu, menciptakan nuansa pedesaan yang kental. Seluruh peralatan makan dan minum pun terbuat dari bahan alami, bebas dari plastik.

“Konsepnya adalah ‘go green’, tidak ada plastik, semuanya dari alam,” tegas Anang.
Lebih dari sekadar perayaan kuliner, Anang dan panitia memiliki visi jangka panjang untuk menjadikan kegiatan ini sebagai lokomotif ekonomi masyarakat.
“Tujuan kami agar Festival Kapyuran memiliki daya ungkit secara ekonomi kerakyatan, sehingga harapannya ke depan tidak berhenti pada festival saja, tetapi bisa menjadi salah satu kegiatan ekonomi masyarakat berupa kuliner ngebul ini,” paparnya.
Mereka berharap, festival ini akan menjadi titik awal bagi kegiatan ekonomi berkelanjutan di masa depan.
Festival ini menyajikan beragam hidangan, termasuk sekitar 14 jenis olahan polo pendem yang dikukus “ngebul-ngebul”, serta aneka olahan polo pendem lainnya.
Proses memasak dilakukan secara langsung di tempat, seperti penggorengan biji kopi di wajan tradisional (wingko) yang kemudian ditumbuk dan diseduh secara tradisional, menambah keautentikan pengalaman.
Sebagai permulaan, pengunjung diberikan kupon makanan dan minuman gratis untuk mencicipi hidangan yang disajikan.
“Ini untuk sampling, keinginan dari panitia kuliner ini bisa berkelanjutan untuk titik ungkit ekonomi masyarakat,” jelas Anang.
Meskipun menyadari bahwa setiap upaya pertama tidak akan sempurna, Anang optimistis terhadap potensi inovasi dan perbaikan di masa depan.
“Banyak ruang untuk inovasi dan perbaikan. Ke depan, ruang kosong tadi bisa kita isi dengan kreativitas,” katanya.
Kolaborasi dan kerja sama antarwarga disebutnya sebagai kunci penentu kesuksesan.
Festival Kapyuran tahun ini merupakan edisi kedua, setelah sebelumnya hanya berupa kirab pusaka.
Penambahan festival kuliner ini diharapkan dapat menjadikan kirab pusaka sebagai titik ungkit bagi kegiatan masyarakat yang bernilai ekonomi.
Panitia sangat berharap kuliner ini dapat berkelanjutan sebagai pengungkit ekonomi masyarakat. Jika hasil evaluasi menunjukkan tanggapan positif, hal itu akan menjadi dorongan untuk terus melangkah.
“Harapan kami, masyarakat semakin kompak, kolaborasinya semakin bagus, bisa menghasilkan karya-karya yang lebih bagus, lebih banyak, variannya banyak,”tutup Anang.