Kisah Hidup Sosok Mbah Umar Tumbu, Ulama Kharismatik dari Pacitan

oleh -220 Dilihat
KH Umar Syahid (bebaju putih, tengah) saat menghadiri acara PCNU Pacitan. (Foto: NU Online)

Pacitanku.com, DONOROJO – KH Umar Syahid atau yang akrab disapa Mbah Umar Tumbu telah wafat pada Rabu (4/1/2017) sekitar pukl 22.55 WIB. Mbah Umar Tumbu wafat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pacitan setelah sakit dan kembali mendapatkan perawatan intensif dari dokter. Meski sosok Mbah Umar Tumbu telah pergi, namun kisah hidupnya menjadi inspirasi bagi generasi penerus, para santri dan juga segenap masyarakat Pacitan.

Mbah Umar Tumbu lahir sekitar tahun 1903 di Dusun Klepu Kiyut, Desa Wareng Kecamatan Punung. Namun setelah menikah, Mbah Umar sehari-harinya tinggal di Jajar, Desa Donorojo, Kecamatan Donorojo, jika ditempuh dari kota sekitar 30 Km. Semasa hidupnya, sosok Mbah Umar  Tumbu dikenal sebagai figur yang dermawan dan lemah lembut.

“Mbah Kiai Umar, itu termasuk minal muqorrobin ilallah (orang yang dekat dengan Allah-red) dan menjadi Azimatnya warga Pacitan dan kaum Muslim Indonesia pada umumnya,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj saat bersilaturahmi di kediaman Mbah Umar Tumbu, enam tahun lalu.




Pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Nurrohman dan Masjid Nurrohman ini adalah salah satu ulama sepuh yang sangat dihormati di kalangan warga NU. Masyarakat Pacitan menyebut atau menggelari beliau sebagai salah satu kiai yang loman.

Salah satu kedermawanan Mbah Umar Tumbu adalah menghibahkan tanahnya kepada Dinas Pendidikan Pacitan untuk dibangun gedung sekolah. Mbah Umar adalah sosok dibalik pembangunan Skeolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Donorojo. Mbah Umar  menghibahkan tanahnya seluas 600 m2 dengan lima bangunan kepada Dinas Pendidikan Pemkab Pacitan untuk membangun SMK tersebut.

Sementara, Masjid Nurrohman yang dibangun tidak jauh dari SMK Negeri 1 Donorojo selain untuk sarana ibadah masyarakat sekitar juga dimaksudkan agar para siswa lebih rajin dan giat dalam beribadah utamanya shalat lima waktu.

Rumahnya tak pernah sepi

Mbah Umar Tumbu

Sosok Mbah Umar Tumbu adalah sosok yang dikenal sangat disegani. Mbah Umar Tumbu juga begitu mencintai NU, yang dibuktikan dengan istiqamahnya yang selalu hadir dalam tiap acara pengajian atau acara keagamaan yang digelar oleh NU atau pesantren. Dan selalu menunggui hingga acara selesai. Sementara, dirumahnya, tiap hari, kediamannya tidak pernah sepi dari para tamu yang sowan meminta nasehat atau doa darinya. Karena itulah ia dikenal sebagai kiai pelayan umat.

Saat banyak yan berkunjung ke rumahnya, Mbah Umar Tumbu biasanya mengambil kumpulan doa Majmu’ Syarif, dan membaca doa. Saya pun mengangkat tangan mengamini. Diantara bait doa itu diantaranya, “Mugi didadosaken tiang ingkang sholeh. Lan diparingi anak putu ingkang sholeh sholehah…“(Semoga dijadikan manusia yang Shaleh dan diberikan keturunan sholeh dan sholehah).

Suatu ketika, rumah Mbah Umar Tumbu didatangi Proklamator RI Ir Soekarno. Presiden pertama Indonesia itu bercerita kepada Mbah Umar saat akan mencetuskan lambang Negara Indonesia. Itu adalah salah satu kunjungan menyejarah diantaranya ribuan kunjungan lain ke rumah Mbah Umar Tumbu untuk meminta nasihat.

Kisah Umar Muda dan Nama ‘Tumbu’

Mbah Umar saat menikmati makanan secara sederhana.

Mbah Umar Tumbu adalah salah satu santri dari pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari. Sejak usia 9 tahun, Mbah Umar Tumbu sudah belajar di Pondok Pesantren, yakni pondok pesantren Tremas. Selain pernah belajar di Pondok Tremas, Mbah Umar Tumbu Muda juga pernah mondok Pondok Tegalsari Ponorogo yang tersohor dengan sosok Kiai Kasan Besari dan Ronggowarsito dan juga Pesantren Tebu Ireng.

Di Tremas, Mbah Umar Tumbu belajar dari salah satu ulama Tremas, Syaikh Dimyati at-Tarmasi. Bahkan saat nyantri di Tremas, Mbah Umar Tumbu diceritakan pernah menggembala kambing milik Mbah Dimyati.

Mbah Umar sebenarnya berasal dari Dusun Klepu Kiyut, Desa Wareng, Kecamatan Punung. Mbah Umar muda kemudian menikah dengan seorang wanita dari Dusun Jajar, Desa Donorojo dan menetap di daerah asal istrinya yang biasa disapa Mbah Sireng di Klepu Kiyut.

Sebelum menetap di Jajar, Mbah Umar sering shalat di dekat sungai Klepu Kiyut, dan Mbah Umar juga telah membangun masjd di Dusun Klepu Kiyut, yang dimaksudkan agar warga setempat bisa memakmurkan masjid tersebut.

Ada kisah menarik mengapa Mbah Umar Tumbu dijuluki kata ‘Tumbu’ dibelakangnya. Tumbu sendiri adalah bakul besar bertutup (untuk tempat beras dan sebagainya). Kala itu, saat mondok di Tegalsari, Ponorogo, Mbah Umar berdakwah keliling kampung sambil membawa tumbu. Tumbu tersebut dijual kepada masyarakat sekitar untuk menopang kehidupannya.

Mbah Umar bahkan pernah berjalan dari Tegalsari Ponorogo hingga rumahnya Jajar, Donorojo di Pacitan dengan menempuh jarak sekitar 150 Km. Saat memiliki Pondok, yakni Pondok Nurrohman, Mbah Umar juga tetap keliling dengan tumbunya. Sejak saat itulah ada tambahan nama Tumbu, Mbah Umar Tumbu.

Kecintaan yang tak Pernah Pudar Kepada NU

KH Umar Syahid (berbaju putih, tengah) saat menghadiri acara PCNU Pacitan. (Foto: NU Online)




Kecintaan Mbah Umar Tumbu kepada NU, sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia tak pernah pudar. Selain menjadi murid dari KH Hasyim Asy’ari pendiri NU, Mbah Umar juga menghibahkan rumahnya untuk dijadikan sebagai aula untuk Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Pacitan.

Kecintaan kepada Pondok Tremas dan NU juga terlihat dari beberapa statemen  Beberapa hal yang juga kami kagumi adalah sikap istiqomah beliau dalam khidmat, sekaligus sikap tawadhu’ beliau terhadap guru dan pondok pesantren. Kami pernah mendengar beliau menyampaikan, “Aku iki kur buntut, sirahe iku Tremas” yang bermakna Mbah Umar merasa sebagai ekor saja dalam mendidik umat dan beliau tetap mengacu kepada Tremas yaitu Pondok Pesantren yang ada di Arjosari.

Kecintaan kepada NU tersebut juga pada akhirnya Pengurus Cabang NU Pacitan menjadikan Mbah Umar sebagai Mustasyar atau penasehat PCNU Pacitan.

Kini, Mbah Umar telah tiada, namun semangat dakwah dari sosok Mbah Umar menjadi inspirasi bagi generasi penerus dan masyarakat Pacitan untuk terus menyebarkan nilai kebaikan bagi ummat.

Selamat jalan Mbah Umar, semoga engkau mendapat tempat terindah di sisi Allah Azza Wa Jalla. (RAPP002)