DKP Pacitan: Tangkap Benur Lobster Bisa Dipidanakan

oleh -1 Dilihat
Ilustrasi Lobster di Pacitan

Pacitanku.com, PACITAN – Selain ilegal fishing, pemkab juga mengancam akan menindak nelayan yang nekat menangkap benur lobster. Ini menyusul makin meningkatnya aktivitas penangkapan benur lobster ukuran di bawah 200 gram di wilayah perairan Pacitan dalam beberapa waktu terakhir.

Kabid Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pacitan Bambang Marhaendrawan mengatakan, larangan penangkapan benur lobster sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) nomor 1/2015.

Dalam aturan tersebut dijelaskan setiap orang dilarang menangkap lobster, kepiting, dan rajungan dalam kondisi bertelur. ‘’Ada puluhan ribu ekor benur lobster itu ditangkap nelayan lokal dan nelayan dari luar daerah,’’ kata Bambang, Senin (7/11/2016) kemarin.

Bambang mengakui sudah ada seorang nelayan asal Pacitan yang ketahuan menangkap benur lobster ukuran di bawah 200 gram. Nelayan tersebut akhirnya dilaporkan ke kepolisian. ‘’Sesuai undang-undang, sanksinya enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar,’’ katanya.


Diungkapkan, maraknya penangkapan benur lobster di perairan Pacitan itu lebih disebabkan karena faktor ekonomi. Mengingat harga jual benur lobster di pasaran terbilang tinggi. Menurutnya, para pengepul berani menerima 25 ribu ekor benur lobster dengan harga berkisar antara Rp 12­ ribu per ekornya.

Sehingga, apabila diakumulasikan kerugian daerah akibat penjualan benur lobster itu mencapai Rp 300 juta. ‘’Ini kerugian pada saat masih larva. Belum lagi kalau nanti sudah besar itu bisa menjadi sekian ton dengan harga berkisar Rp 300 ribu per kilogramnya,’’ terang Bambang.

Menurut dia, penjualan benur lobster itu biasanya dilakukan nelayan secara sembunyi-sembunyi. Sistemnya setelah nelayan tersebut melaut menangkap lobster, di daratan sudah menunggu pengepul yang siap menerima hasil tangkap benur lobster tersebut. Kemudian benur lobster tersebut dikirim ke luar daerah. ‘’Dan biasanya diselundupkan ke luar negeri,’’ ungkapnya.

Selama ini udang barong atau lobster memberikan keuntungan bagi para nelayan Pacitan. Tahun lalu saja hasil produksi lobster mencapai 13,9 ton. Sedangkan tahun ini meningkat menjadi 15,6 ton. Karena hasil yang menggiurkan, maka nelayan yang berburu lobster. ‘’Kami juga menggandeng polair dan TNI AL untuk mengawasi penangkapan lobster di perairan Pacitan,’’ jelasnya.

Menurut Ketua II Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Pacitan Hartono, permen KP dinilai memberatkan nelayan. Sebab, selama ini lobster tangkapan mereka rata-rata memiliki berat dibawah 200 gram atau tak sesuai standar ketentuan yang diatur dalam Permen KP. ‘’Dengan begitu, lobster hasil tangkapan nelayan tidak bisa diekspor,’’ katanya.

Hartono menuturkan, selama ini juga para pedagang lobster di Pacitan banyak yang menjual tangkapannya kepada suplier asal Jakarta. Lobster tersebut diekspor. Sekarang, para suplier tidak mau menerima lobster lagi. Sehingga para pedagang dan pengepul tidak bisa menjual lobster. ‘’Harusnya pemkab mencarikan solusi terkait persoalan ini,’’ ujarnya. (her/yup/RAPP002)

Sumber: Radar Madiun