Kertas Murah Bikin Industri Lokal Tertekan, Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik Impor Ini?

oleh -11 Dilihat
Ilustrasi foto kertas murah dari luar negeri, harga mahal bagi industri dalam negeri (FOTO: CHAT GPT/AI)

Pacitanku.com — Harga kertas yang semakin terjangkau di pasar domestik tampaknya menjadi kabar baik bagi konsumen. Namun, di balik tren ini tersembunyi dinamika perdagangan yang menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan pelaku industri dalam negeri.

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia dibanjiri oleh produk kertas impor, terutama dari Tiongkok, Korea Selatan, dan India. Ironisnya, harga jual produk-produk ini berada jauh di bawah biaya produksi lokal bahkan, dalam banyak kasus, lebih murah dibandingkan harga jual di negara asalnya. Situasi ini mengindikasikan adanya tekanan berat terhadap industri kertas nasional.

Jenis kertas yang paling terdampak adalah printing & writing paper, yakni kertas tulis dan cetak yang digunakan secara luas di sektor pendidikan, perkantoran, dan percetakan.

“Kalau tren ini terus dibiarkan, industri kita bisa kolaps. Sekarang sudah banyak pabrik yang mulai mengurangi kapasitas produksi,” ujar seorang sumber dari Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) kepada kumparan, Selasa (3/6).

Indikasi Dumping

Fenomena ini secara teori dikenal sebagai dumping, konsep dalam ekonomi perdagangan internasional yang merujuk pada praktik penjualan barang di luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar domestik di negara pengekspor. Tujuan utama dumping dapat beragam, mulai dari pembuangan kelebihan stok hingga strategi untuk menguasai pasar dengan cara menyingkirkan pesaing lokal.

Dalam konteks ini, para analis menilai Indonesia sedang menghadapi predatory dumping, yakni bentuk dumping jangka panjang yang dirancang untuk mendominasi pasar nasional setelah pemain lokal tersingkir dari persaingan.

“Banyak pihak mungkin menganggap harga murah ini menguntungkan konsumen. Tapi kalau industri domestik sampai mati, maka dalam jangka panjang konsumen justru dirugikan karena kehilangan pilihan dan menghadapi risiko lonjakan harga,” jelas Tauhid Ahmad, ekonom dari INDEF.

Respons Kebijakan: Pemerintah Berlakukan Bea Masuk Anti-Dumping

Pemerintah Indonesia, melalui Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI), telah melakukan penyelidikan mendalam terhadap praktik impor kertas dari negara-negara tersebut. Berdasarkan hasil kajian, pemerintah memutuskan untuk mengenakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap produk-produk terkait.

“Penerapan BMAD ini bukanlah bentuk proteksionisme, melainkan langkah korektif untuk menciptakan perdagangan yang adil. Jika tidak diantisipasi, kita bisa kehilangan salah satu sektor industri strategis nasional,” ujar seorang pejabat dari Kementerian Perdagangan.

Harga Murah Bukan Selalu Solusi

Meski harga rendah terlihat menguntungkan dalam jangka pendek, konsekuensi jangka panjang dari praktik dumping justru dapat merugikan struktur industri nasional. Ketergantungan terhadap impor murah dapat menyebabkan deindustrialisasi, hilangnya lapangan kerja, serta menurunnya kemandirian ekonomi.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan publik untuk lebih waspada terhadap jebakan “harga murah” yang berpotensi mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia.

Ditulis oleh Callista Nadia Jasmine, mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret

Lihat juga berita-berita Pacitanku di Google News, klik disini.

No More Posts Available.

No more pages to load.