Pacitanku.com, TULAKAN– Fluktuasi harga kelapa yang kerap tak menentu menjadi tantangan utama bagi para pedagang lokal di Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan.
Kendati daya beli masyarakat setempat dilaporkan stabil bahkan cenderung meningkat, para pedagang harus lihai mencari celah keuntungan tipis demi memastikan roda usaha mereka tetap berputar di tengah ketidakpastian pasar.
Budi, seorang pedagang kelapa yang sehari-hari berjualan di Pasar Pahing, Dusun Ndasri, Desa Kluwih, Tulakan, menggambarkan dinamika harga kelapa sebagai sebuah “misteri yang tak bisa ditebak”.
Menurutnya, komoditas ini sering mengalami pasang surut signifikan yang berdampak langsung pada omzet pedagang seperti dirinya.
“Harga kelapa itu sering naik turun, ini malah sedang turun harganya,” ungkap Budi, Rabu (4/6/2025) di Tulakan.
Lebih lanjut, Budi menjelaskan, faktor utama yang memainkan harga adalah pasokan kelapa dari luar Pacitan.
“Kalau pasokan dari luar seret, harga pasti naik. Sebaliknya, kalau kelapa dari luar membanjiri pasar, harga langsung anjlok,”paparnya.
Saat ini, harga rata-rata kelapa di tingkat pedagang berkisar antara Rp7.000 hingga Rp7.500 per butir untuk ukuran standar.
Namun, variasi ukuran turut menentukan nilai jual. Kelapa berukuran kecil bisa laku seharga Rp2.000 hingga Rp2.500, ukuran sedang Rp7.000, sementara kelapa berukuran besar bisa mencapai Rp8.000 per butir.
Budi mengenang, harga kelapa sempat menyentuh angka Rp10.000 per butir beberapa waktu lalu. Kenaikan tersebut, menurutnya, dipicu oleh minimnya pasokan dari luar daerah serta kondisi cuaca hujan yang memengaruhi hasil panen lokal.
Namun, tak berselang lama, harga kembali merosot ke angka Rp7.000 dan bertahan hingga kini.
“Penurunan terakhir ini terjadi sejak pasaran Kliwon kemarin, kemungkinan karena ada pasokan dari luar dan juga faktor cuaca,” imbuhnya.
Meski menghadapi kondisi yang serba tak pasti, Budi memegang prinsip dagang yang realistis.
“Yang penting jualnya santai, yang penting masih dapat bagian (untung),”tuturnya.
Menariknya, di tengah gejolak harga ini, daya beli masyarakat di Pacitan justru dilaporkan tetap stabil, bahkan mengalami kenaikan. Hal ini sedikit memberikan angin segar bagi para pedagang.
Secara pribadi, Budi mengaku tidak terlalu merasakan kesulitan yang berarti.
“Alhamdulillah kalau saya pribadi itu tidak mengalami kesulitan, ya konsisten dikit-dikit walaupun tidak seperti dahulu,”katanya.
Dia bernostalgia tentang masa jayanya ketika masih mampu mengirim kelapa hingga ke Purwodadi dan Caruban, minimal satu truk sekali kirim.
Kini, faktor usia membuatnya tak lagi sekuat dulu.
Dia menambahkan, saat harga naik, ia bisa mengambil sedikit keuntungan lebih. Namun, ketika harga turun seperti sekarang, kesulitan menjadi hal yang tak terhindarkan.
Penentuan harga jual pun tidak sepenuhnya berada di tangan penjual. Informasi biasanya didapatkan dari sesama pengepul di daerah lain serta dari volume pasokan kelapa yang masuk.
Kelapa yang dijualnya umumnya berasal dari petani lokal, namun tak jarang ia juga membeli dari pihak lain untuk kemudian dijual kembali.
“Kalkulasinya hanya itu, misalnya saya beli harga segini, bisa terjual dengan harga di atasnya. Ya, walaupun sedikit-sedikit, yang penting bisa buat muter (modal),”pungkasnya.