Dari Bersihkan Sungai ke Pentas Wayang: Denyut Tradisi Longkangan di Desa Kasihan Tegalombo Pacitan

oleh -146 Dilihat
Pagelaran wayang kulit menjadi puncak acara bersih desa (Longkangan) di Desa Kasihan. (Fotografer: Nur Aisyah Romadhona)

Pacitanku.com, TEGALOMBO — Setahun sekali, denyut kehidupan Desa Kasihan di Kecamatan Tegalombo, Pacitan berdetak lebih kencang.

Bukan karena hiruk pikuk modernitas, melainkan karena panggilan leluhur yang terwujud dalam tradisi “Longkangan” atau bersih desa.

Ini adalah momen sakral di mana warga berbondong-bondong membersihkan sumber mata air, yang mereka sebut “kali”—bukan sungai besar, melainkan sebuah “tawu” atau tampungan air yang menjadi nadi kehidupan desa.

Usai kerja bakti menyucikan sumber air, kehangatan berlanjut dengan “genduri” atau selamatan di tiap-tiap lingkungan, mengukuhkan kebersamaan.

Bagi masyarakat Desa Kasihan, Longkangan bukan sekadar rutinitas. Ada keyakinan yang mengakar kuat bahwa mengabaikan tradisi ini bisa membawa dampak kurang baik.

“Berangkat dari pemahaman itu, pemerintah desa Kasihan berkomitmen melestarikan warisan adat ini, yang keasliannya terjaga dan tidak bertentangan dengan hukum negara maupun agama,”ujar Kepala Desa Kasihan H. Masduki, baru-baru ini.

Dia berharap, siapapun pemimpin desa kelak, tradisi “nguri-uri kabudayan” (memelihara kebudayaan) ini akan terus hidup.

Puncak dari syukuran bersih desa di Kasihan adalah pagelaran wayang kulit semalam suntuk.

Sebuah tradisi yang, menurut cerita tutur, telah berlangsung sejak sekitar tahun 1979, di masa kepemimpinan Mbah Barjan. Dahulu, sebelum balai desa berdiri megah, pertunjukan wayang digelar di kediaman kepala desa.

“Keistimewaan wayang kulit itu tak lepas dari peran Kanjeng Sunan dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Jadi, selain upaya pelestarian budaya, wayang kulit memiliki sejarah luar biasa dalam dakwah,” ungkap H. Masduki.

Persiapan pagelaran akbar ini bukannya tanpa tantangan.

“Kendala utama biasanya hanya cuaca, apalagi beberapa hari ini sudah mulai turun hujan,” lanjut Pak Kades.

Namun, semangat warga tak pernah surut. Iuran sukarela dan kerja bakti bahu-membahu menjadi pemandangan lazim, menunjukkan antusiasme yang besar.

Menariknya, antusiasme ini memiliki warna berbeda antar generasi.

“Respon paling bersemangat datang dari kalangan orang tua. Bagi mereka, melestarikan budaya ini adalah sebuah kewajiban,” tutur H. Masduki.

“Generasi muda mungkin belum sepenuhnya menyelami seluk-beluk dan makna filosofis wayang kulit, sehingga antusiasmenya masih di bawah para sesepuh. Akan tetapi, mereka tetap sigap membantu, penuh semangat, dan tidak ada keluhan. Sebab, kegiatan ini tidak bertentangan dengan hukum agama, adat, maupun budaya,”jelasnya.

Harapan besar memang disandarkan pada pundak generasi muda.

“Saat ini banyak kebiasaan atau hukum tak tertulis yang mulai terkikis. Kami berharap generasi muda menjunjung tinggi nilai-nilai Longkangan,”pesan H. Masduki.

“Lewat Longkangan, kita dididik banyak hal, mulai dari agama, etika, akidah, hingga kewajiban kita terhadap NKRI. Lestarikan terus budaya kita, jangan sampai ditinggalkan atau ditumpangi budaya luar yang tak sesuai dengan jati diri,”imbuh dia.

Perspektif lebih luas datang dari Camat Tegalombo Edi Wasana. Dia memaparkan bahwa dari 11 desa di wilayahnya, masing-masing memiliki cara unik merayakan Longkangan.

“Di Desa Kasihan ada wayang kulit dan genduri. Desa Ngreco punya Gambyong massal dan kirab slendang wayang. Desa Ploso menampilkan Badut Sinampurnonan, sementara Gemaharjo menggelar Morwokolo. Versinya berbeda, tapi tujuan dan maknanya tetap satu,”jelas Camat.

Dia mengakui tantangan dalam mendekatkan budaya adiluhung Jawa kepada generasi milenial.

“Bahasa dan teknisnya mungkin dianggap rumit dan kurang menarik bagi anak muda. Karena itu, saya berterima kasih kepada Pemerintah Desa Kasihan yang gigih mempertahankan budaya ini, agar anak muda tertarik dengan adat Jawa yang luar biasa ini,”tambahnya.

Camat Edi juga menyiratkan harapan, utamanya jika ada efisiensi anggaran yang kini berlaku sudah dicabut.

“Kami akan mendorong agar acara-acara budaya seperti ini bisa diselenggarakan lebih meriah lagi,”pungkasnya.

Lihat juga berita-berita Pacitanku di Google News, klik disini.

No More Posts Available.

No more pages to load.