Pacitanku.com, DONOROJO – Setiap kali penanggalan Jawa memasuki bulan Longkang, denyut kehidupan di Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Pacitan seolah beresonansi dengan warisan leluhur. Ribuan pasang mata, baik warga setempat maupun mereka yang datang dari berbagai penjuru, tumpah ruah memadati jalanan desa.
Bukan sekadar keramaian biasa, mereka hadir untuk menyaksikan dan menjadi bagian dari Upacara Adat Ceprotan, sebuah ritual tahunan yang tak pernah lekang dimakan waktu, membuktikan bahwa tradisi masih memiliki tempat kuat di era modern.
Lebih dari sekadar perayaan, Ceprotan adalah penjelmaan rasa syukur kepada Sang Pencipta dan ritual “bersih desa” yang telah diwariskan lintas generasi.
Acara ini membuktikan bahwa Pacitan, yang selama ini masyhur dengan pesona alam pantainya yang eksotis, juga memiliki khazanah seni dan budaya yang tak kalah memikat.
Ceprotan adalah salah satu permata dalam mahkota budaya Pacitan, sebuah tradisi murni yang tumbuh dari akar keyakinan masyarakat setempat, dan kini, mulai dilihat sebagai potensi penggerak ekonomi.
Fenomena keramaian dalam gelaran Ceprotan bukanlah hal baru. Setiap tahun, tradisi yang digelar spesifik di bulan Longkang ini selalu sukses menjadi magnet.
Tak hanya warga Desa Sekar yang turun ke jalan dengan penuh semangat, tetapi juga masyarakat dari desa tetangga, bahkan dari luar Pacitan sengaja datang untuk menyaksikan keunikan dan kekhidmatan ritual ini. Kehadiran ribuan orang ini secara langsung memberikan dampak positif pada geliat ekonomi lokal.
Para pedagang musiman di sekitar lokasi acara merasakan berkah tersendiri dari keramaian ini, menunjukkan bahwa budaya bisa bersinergi dengan kesejahteraan. Suasana kekeluargaan dan antusiasme terpancar kuat di antara lautan manusia yang hadir, menandakan ikatan sosial yang kuat.
Potensi inilah yang secara spesifik disoroti oleh Wakil Bupati Pacitan, Gagarin Sumrambah, saat hadir dalam upacara tersebut pada Minggu (18/5/2025).
Gagarin secara gamblang menyatakan harapannya agar penyelenggaraan Ceprotan ini bisa memberikan dorongan signifikan bagi perekonomian di Desa Sekar, bahkan meluas ke Kecamatan Donorojo dan seluruh Kabupaten Pacitan.
“Mari manfaatkan nilai ekonomi ini dengan sebaik-baiknya,” ajak Gagarin, mengutip siaran pers Prokopim Pacitan.
“Semoga masyarakat Desa Sekar, maupun Kabupaten Pacitan seluruhnya bisa semakin sejahtera bahagia,” lanjutnya.
Harapan akan adanya multi efek ekonomi dari gelaran Ceprotan ini bukan isapan jempol belaka. Dwi, salah seorang warga Desa Sekar, merasakan betul berkah dari tradisi ini.
Bapak satu anak ini memanfaatkan momen keramaian Ceprotan untuk berjualan aneka penganan khas pedesaan seperti lontong, legender, pecel, dan kolong. Dia mengaku meraup untung berlipat ganda dibanding hari biasa.
“Saya setiap hari jualan kolong dan pecel, untung saya bisa 3 sampai 4 kali lipat kalau pas ada Ceprotan,” ungkapnya sumringah, menjadi bukti nyata bagaimana tradisi mampu mengisi pundi-pundi warga.
Dwi tidak sendirian; banyak warga lain di sekitar lokasi acara yang juga meraih keuntungan serupa.
Namun, makna Ceprotan tidak hanya sebatas perputaran ekonomi. Ritual ini memiliki hikmah yang jauh lebih dalam, yakni memupuk rasa kebersamaan, kekeluargaan, semangat gotong royong, serta mempererat tali silaturahmi antar warga masyarakat yang mungkin jarang bertemu di hari-hari biasa.
Keramaian ini menjadi bukti ikatan sosial yang kuat di Desa Sekar, landasan kokoh bagi pelestarian budaya itu sendiri.
Kepala Desa Sekar, Miswandi, juga menyampaikan rasa syukurnya atas antusiasme warga dan para pengunjung.
Dia menekankan bahwa tradisi ini adalah simbol ketahanan budaya dan pengingat sejarah bagi generasi muda, agar tetap memiliki semangat menyongsong masa depan tanpa melupakan akar.
Dukungan pelestarian juga datang dari Camat Donorojo, Nasrul Hidayat, yang mengingatkan pentingnya menjaga “tinggalan budaya” ini untuk anak cucu.