Tradisi Arioyo, Cara Warga Tulakan Pacitan Sambut Hari Raya Idulfitri

oleh -221 Dilihat
SAMBUT LEBARAN. Arioyo dipimpin oleh seseorang yang dituakan untuk melantunkan ‘ujut-ujut’ dan terdapat makanan khas seperti sramben, ambeng, punar, ketan, kolak, dan apem. (Foto: Febriani Cahyaningtias/Pacitanku.com)

Pacitanku.com, TULAKAN — Gemuruh takbir sebentar lagi akan berkumandang, menandakan Hari Raya Idulfitri telah tiba.

Di tengah persiapan menyambut hari kemenangan itu, masyarakat Dusun Plapar 2, Desa Jatigunung, Kecamatan Tulakan, justru tengah khidmat melestarikan warisan leluhur yang unik dan penuh makna: tradisi Arioyo.

Tradisi turun temurun ini menjadi penanda sukacita menyambut 1 Syawal sekaligus wujud syukur atas keberhasilan menunaikan ibadah puasa Ramadan.

Arioyo, yang telah mengakar kuat sejak dahulu kala, dihayati oleh warga Plapar 2 sebagai ungkapan rasa terima kasih mendalam atas limpahan berkah selama bulan suci.

Tradisi ini dilaksanakan secara bergiliran dari rumah ke rumah, menciptakan kehangatan silaturahmi di antara para tetangga terdekat.

SAMBUT LEBARAN. Arioyo dipimpin oleh seseorang yang dituakan untuk melantunkan ‘ujut-ujut’ dan terdapat makanan khas seperti sramben, ambeng, punar, ketan, kolak, dan apem. (Foto: Febriani Cahyaningtias/Pacitanku.com)

“Arioyo ini adalah warisan dari nenek moyang kami yang sampai saat ini tetap kami jaga. Di sini, Arioyo sudah menjadi tradisi lama yang biasanya dilaksanakan beberapa hari menjelang Lebaran,”kata Slamet, salah satu sesepuh di wilayah tersebut, Jumat (28/3/2025).

“Tujuannya adalah ‘ngariayani ale poso‘, yang berarti merayakan keberhasilan dalam menjalankan ibadah puasa, sekaligus menyambut datangnya Hari Raya Idulfitri. Tentu saja, setiap daerah memiliki kekhasan tradisinya masing-masing,”imbuhnya.

Prosesi Arioyo dipimpin oleh seorang sesepuh yang melantunkan ‘ujut-ujut’, sebuah tuturan yang menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakannya kenduri atau selamatan.

Setelah itu, doa bersama dipanjatkan sebagai ungkapan syukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah SWT selama bulan Ramadan.

Dalam doa yang khusyuk tersebut, turut dipanjatkan permohonan keselamatan dan keberkahan bagi anak cucu serta seluruh keturunan warga yang hadir. Rangkaian acara dilanjutkan dengan santap malam bersama, mempererat tali persaudaraan.

Arioyo bukan sekadar pesta menyambut Lebaran, melainkan sebuah manifestasi nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Plapar 2.

Gotong royong tercermin dalam persiapan dan pelaksanaan acara, kebersamaan terasa hangat dalam setiap interaksi, dan penghormatan kepada leluhur diwujudkan melalui sesaji dan doa-doa yang dipanjatkan.

Tradisi ini menjadi perekat sosial yang ampuh, memperkuat ikatan persaudaraan antarwarga dan menciptakan suasana kampung halaman yang harmonis serta penuh berkah di momen yang fitri ini.

Salah satu daya tarik utama Arioyo adalah sesaji yang disajikan, terdiri dari sramben, ambeng, punar, ketan, kolak, dan apem. Setiap elemen sesaji ini sarat akan filosofi mendalam.

Sramben, yaitu nasi yang dibentuk pipih dan dialasi daun pisang dengan lauk pauk di atasnya, bermakna ‘nyodakohi’ atau memberikan sedekah kepada para leluhur keluarga, dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah leluhur yang telah meninggal dunia,”jelasnya.

Selain itu, kata Slamet, Ambeng juga memiliki makna serupa dengan sramben. Sementara itu, Punar atau nasi kuning melambangkan ‘ngariayani poso’, merayakan keberhasilan puasa dan menyambut Idulfitri.

“Sedangkan Ketan, Kolak, dan Apem memiliki makna ‘nyodakohi para leluhur, supaya nek alam kubur tentrem, jembar dalane’, yang artinya mendoakan para leluhur agar mendapatkan ketenangan dan kelapangan di alam kubur,”pungkas Slamet.

Lihat juga berita-berita Pacitanku di Google News, klik disini.