Terkait Refoccusing, Handaya Aji Tuding Kebijakan Pemkab Pacitan Telah Sengsarakan Rakyat

oleh -0 Dilihat

Pacitanku.com, PACITAN — Konstelasi politik di Kabupaten Pacitan, sedikit gonjang-ganjing. Kebijakan refoccusing APBD guna penanganan coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang diutak-atik eksekutif, sepertinya membuat lembaga DPRD meradang.

Sebab, belanja publik yang bersentuhan dengan masyarakat, dikepras hingga 90 persen lebih.

“Belanja modal yang awalnya Rp 210.795.256.045, dipotong tinggal Rp 88.577.184.952. Kami mengganggap ini kebijakan yang menyengsarakan rakyat,” ujar, anggota DPRD Pacitan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Handaya Aji, Ahad (17/5).

Legislator yang akrab disapa Yoyok ini juga sangat menyayangkan arogansi tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) yang memangkas habis belanja publik di Dinas PUPR, serta Dinas Perumahan, Permukiman dan Pertanahan, hingga mencapai 90,97 persen dan 92 persen lebih.

“Padahal dua dinas tersebut sebagai penyelenggara urusan wajib  yang berkaitan dengan pelayanan dasar,” jelasnya.

Keberhasilan sebuah pemerintahan bisa diukur dari kinerjanya dalam menangani urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, yang bisa dinikmati masyarakat luas.

“Kalau kebijakan semacam itu, kami menilai Pemkab Pacitan telah mengkhianati rakyat,” kritik anggota Fraksi Gerakan Keadilan Pembangunan ini.

Lain itu, Pemkab Pacitan, juga berpotensi terjebak dalam kasus hukum. Sebab mereka disinyalir telah melakukan pembangkangan terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 2813/SJ dan nomor 177/kMK.07/2020.

Di dua SKB tersebut mengamanahkan bahwa belanja langsung pada pos belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal, dirasionalisasi sekurang-kurangnya 50 persen.

“Sementara dalam draf penyesuaian APBD terlihat ada ketidak seimbangan. Belanja barang dan jasa hanya dipotong 24,08 persen, belanja pegawai 14 persen, sedangkan belanja modal yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, dipotong 57,98 persen. Ini kebijakan dzolim yang tidak pro rakyat,” beber mantan Kepala Desa, Losari, Kecamatan Tulakan ini.

“Padahal dilihat dari pendapatan dan belanja daerah sudah sangat jelas, apa bila mengacu SKB dua menteri tersebut, disama ratakan dipotong 50 persen. Kenapa kebijakan tersebut tidak dilaksanakan oleh Pemkab Pacitan. Sedangkan belanja barang dan jasa itu tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat. Malah, sebagian besar belanja itu untuk kepentingan pejabat dan organisasi perangkat daerah (OPD),” tuding Yoyok.

Yoyok lantas membeber, bahwa belanja langsung pada pos belanja pegawai yang semula Rp 28.531.806.954 dipotong 50 persen menjadi Rp 14.265.903.467. Kemudian belanja barang dan jasa, yang semula Rp 382.741.774.876 dipotong 50 persen menjadi Rp 191.370.887.438.

Sedangkan belanja modal yang semula Rp 210.795.256.045 dipotong 50 persen menjadi Rp 105.397.628.022,50.

“Dari pemotongan belanja langsung sebesar 50 persen, dan pemotongan pada belanja tidak langsung, serta refoccusing COVID-19 sebesar Rp 92.939.923.948, maka masih ada sisa anggaran sebesar Rp 91.441.555.443 yang bisa dialokasikan untuk tambahan belanja modal 50 persen dan belanja barang dan jasa 50 persen. Jadi minimal belanja modal menjadi Rp 151.118.405.743,75,” paparnya.

Pewarta: Yuniardi Sutondo
Editor: Dwi Purnawan