Data Penerima Bantuan COVID-19 di Pacitan Masih Simpang Siur

oleh -0 Dilihat
Indartato saat menyalurkan bantuan pangan non tunai, Selasa (14/4/2020) di Desa Semanten. (Foto: Putro Primanto/Pacitanku.com)

Tokoh masyarakat tuding adanya kesalahan pendataan awal.

Pacitanku.com, PACITAN – Kritik pedas kembali mengemuka dibalik upaya penanganan wabah coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang telah dilakukan gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 Pemkab Pacitan.

Kali ini, salah seorang tokoh masyarakat di Pacitan, Achmad Sunhaji, kembali bersuara lantang. Ia menegaskan, data penerima bantuan dalam rangka jaring pengaman sosial ditengah wabah COVID-19 ini, dinilainya sangat amburadul.

“Orang yang seharusnya menerima justru tidak menerima. Dan sebaliknya orang yang seharusnya tidak berhak menerima, namun masuk dalam database calon penerima bantuan,”kata mantan anggota DPRD Pacitan dari Partai Golkar ini, Selasa (12/5/2020).

Menurut pria yang karib disapa Sunhaji ini, carut marutnya database calon penerima bantuan tersebut, diduga akibat kesalahan awal pendataan.

Ia tak menyebut instansi mana yang dianggapnya sembrono ketika melakukan pendataan awal dengan terapan indikator penentu. Persoalan inilah yang masih berlangsung sampai saat ini.

“Orangnya sudah mati pun masih masuk database. Begitupun orang yang mestinya sudah naik grade ekonominya, namun tetap digolongkan sebagai masyarakat miskin yang berhak menerima bantuan,” jelas dia.

Lain itu, Sunhaji juga berpendapat tidak adanya keterlibatan perangkat di level bawah, saat awal kali dilaksanakan pendataan. Misalnya, RT maupun RW yang tidak pernah dilibatkan.  Padahal merekalah yang sangat memahami kondisi masyarakat di lingkungannya.

“Bukan karena rumahnya jelek, lantas mereka dikatakan warga miskin. Atau sebaliknya, bukan karena rumahnya bagus, mereka dinilai tidak layak menerima bantuan. Banyak kasus tim surveilans yang terjebak dengan performa masyarakat,”ungkapnya.

Menurut Sunhaji, belum tentu yang rumahnya bagus, mereka itu orang kaya. Sebab, kata dia mereka bisa membangun rumah, mungkin karena dibantu anak atau saudaranya yang ada di perantauan. Tetapi untuk mencukupi kebutuhan dasar setiap harinya, mereka kesulitan. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya.

“Banyak masyarakat yang dari sisi penampilan terkesan memelas, tetapi asetnya banyak. Jadi jangan terjebak oleh sebuah penampilan. Ini yang harus dipahami ketika melakukan survei lapangan,”beber pria yang juga seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Pacitan ini.

Sehingga, terkait kasus pendataan masyarakat terdampak COVID-19, akhirnya membuat keraguan bagi perangkat dibawah. Sebab setelah mereka melakukan pendataan secara riil dengan mekanisme rembuk warga, namun ketika diajukan jumlah penerimanya tak sesuai dengan usulan.

“Persoalan ini yang akan memantik kecemburuan publik. Oleh sebab itu, kami meminta agar gugus tugas benar-benar selektif dalam melakukan pendataan bagi masyarakat terdampak yang akan menerima bantuan,” bebernya.

Selain masalah data yang dinilainya, simpang-siur, Sunhaji juga menuding bentuk bantuan yang bila dikonversikan dengan rupiah, masih sangat jomplang. Utamanya kualitas setiap item bantuan.

“Banyak keluhan dari warga, yang mengatakan sembako bantuan itu tidak layak untuk dikonsumsi. Utamanya beras yang jauh dari harapan mereka. Untuk itu kami meminta adanya pengawasan baik dari sisi kuantitatif maupun kualitatif bantuan,”pungkasnya.

Pewarta: Yuniardi Sutondo
Editor: Dwi Purnawan