Pemburu Belalang di Pacitan Masih Tetap Eksis Ditengah Wabah Corona

oleh -0 Dilihat
Belalang hasil buruan Hendra yang sebagian diantaranya untuk dikonsumsi sendiri. (Foto: Yuniardi Sutondo)

Pacitanku.com, PACITAN – Pandemi global coronavirus disease 2019 (COVID-19) memang cukup berdampak terhadap stabilitas perekonomian masyarakat. Banyak sektor usaha harus gulung tikar, gegara terhempas badai coronavirus.

Tak hanya itu, ratusan bahkan ribuan pabrik maupun perusahaan skala menengah di tanah air, yang harus merumahkan karyawannya, lantaran tak lagi beroperasi. Atau bahkan harus melakukan lockdown lantaran sejumlah karyawan/karyawati mereka terinfeksi virus SARS-COV-2 tersebut.

Namun fenomena itu, tak seperti yang dialami para pemburu belalang di Kabupaten Pacitan. Tepatnya mereka yang berdomisili di Desa Candi dan Watukarung, Kecamatan Pringkuku. Mereka masih tetap eksis, meski badai covid-19 tak kunjung reda.

Hendra Saputra, salah seorang pemburu belalang, asal Desa Candi ini, mengatakan, masih tetap melakukan perburuan hewan jenis serangga itu, ditengah wabah coronavirus yang tak kunjung ada kata selesai.

“Setiap malam, banyak warga yang masuk ke hutan untuk berburu walang (belalang),” ujarnya, Ahad (10/5/2020).

Hendra mengungkapkan, dari hasil perburuannya menangkap belalang, setidaknya bisa untuk menambal kebutuhan dapurnya. Sebab setiap satu kilogram (kg) belalang hidup, dibeli oleh pengepul seharga Rp 28 ribu.

“Dulu pernah sampai Rp 35 ribu per kg. Semenjak ada coronavirus, harga turun jadi Rp 28 ribu,” jelas bapak satu anak ini pada pewarta.

Dari hasil petualangannya menangkap belalang, dalam semalam Hendra mengaku bisa mendapat 1,5 kg sampai 2 kg belalang hidup.

“Sekarang banyak warga yang ikut berburu. Sehingga hasil tangkapan juga banyak menurun,” tuturnya.

Meski begitu, Hendra mengaku akan tetap menjalani aktifitasnya tersebut. Sebab bisa dijadikan kerja sambilan. Apalagi perburuan itu hanya bisa dilakukan saat malam hari.

Kalau siang hari, tidak mungkin bisa menangkap belalang. Sebab hewan tersebut cenderung bertengger di pepohonan yang menjulang tinggi.

“Kalau malam, belalang banyak yang menclok (bertengger) di semak belukar. Sehingga sangat mudah untuk menangkapnya. Modalnya sangat murah, hanya dengan lampu senter di kepala. Nggak ada modal lainnya, kecuali niat, keberanian masuk ke hutan dan sama lampu senter. Itu saja sudah cukup,”jlentrehnya.

Lebih lanjut, Hendra mengungkapkan, hasil buruan belalang itu oleh pengepul akan dijual ke pedagang besar di daerah Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul. Sebab serangga itu akan diolah menjadi santapan ringan.

 “Kalau sudah diolah, harganya sampai Rp 60.000 hingga Rp 70.000 per kg. Kalau kita pergi ke Yogjakarta, dispenjang jalan di Wonosari nampak banyak pedagang di pinggiran jalan yang menjajakan walang goreng. Rasanya memang gurih, tak kalah sama daging sapi atau ayam. Oleh sebab itu, wajar kalau harganya mahal,”pungkasnya.

Pewarta: Yuniardi Sutondo
Editor: Dwi Purnawan