Pemerintah Resmi Setop Rekrutmen Guru Honorer

oleh -1 Dilihat
Guru Honorer. (Foto : PDK)
Guru Honorer. (Foto : PDK)

Pacitanku.com, JAKARTA – Pemerintah RI akhirnya memutuskan untuk menghentikan rekrutmen guru honorer. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Tjahjo Kumolo membenarkan hal tersebut. Hal itu merujuk kesepakatan Kemenpan-Rebiro dengan Komisi II DPR, Senin (20/1).

Status pegawai telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Di dalamnya hanya ada dua status pegawai, yakni pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Tenaga honorer yang ingin bekerja di pemerintahan harus melewati seleksi khusus.

Mereka yang memenuhi syarat sebagai PNS diperbolehkan mengikuti seleksi CPNS, sedangkan tenaga honorer yang tak memenuhi syarat bisa mengikuti PPPK.

Tjahjo menuturkan kementerian atau lembaga yang ingin merekrut tenaga honorer perlu membuat anggaran gaji honorer. Anggaran yang dibuat harus melewati persetujuan Kemenpan-Rebiro, Kementerian Keuangan, dan instansi terkait. Namun, akunya, perekrutan tenaga honorer dipastikan tak akan berhasil mengingat harus melewati penganggaran itu.

”Kemenpan-Rebiro tak mengalokasikan anggaran untuk perekrutan tenaga honorer baru. Saya juga mendengar saran DPR untuk mengangkat guru honorer sebagai aparatur sipil negara. Permasalahan guru itu juga menjadi problem yang tidak bisa diselesaikan dengan cepat,”katanya, seperti dikutip dari Media Indonesia, Rabu (22/1/2020).

Meskipun demikian, Kemnpan -RB pun terus berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyejahterakan guru.

Sebelumnya, Komisi II DPR RI bersama Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sepakat untuk memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah selain PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Dengan demikian ke depannya secara bertahap tidak ada lagi jenis pegawai tetap, pegawai tidak tetap, tenaga honorer, dan lainnya,” jelas Kesimpulan Komisi II DPR.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya mengenal dua jenis status kepegawaian secara nasional yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Meskipun pelaksanaannya bertahap, namun harus dipastikan tidak ada lagi status pegawai diluar dari yang telah diatur oleh undang-undang.

Penerbitan PP nomor 49 tahun 2019

Sejak diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), memang guru honorer tidak bisa direkrut lagi.

Bahkan, Presiden Joko Widodo menegaskan rekrutmen tenaga honorer dalam bentuk apapun sudah tidak boleh lagi dilakukan. Pemerintah juga harus memastikan agar skema kebijakan P3K dapat diterima semua kalangan dan menjadi salah satu instrumen kebijakan untuk penyelesaian masalah tenaga honorer.

“Aturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi berbagai kalangan profesional, termasuk tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar PNS, untuk menjadi ASN dengan status P3K,” kata Presiden dilansir dari setkab.go.id.

Selain itu, Presiden juga berpesan bahwa P3K secara prinsip rekrutmennya, harus berjalan bagus, profesional, dan memiliki kualitas yang baik.

Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal (Purn) Moeldoko menyampaikan bahwa, seleksi berbasis sistem merit adalah prasyarat dasar dalam rekrutmen ASN (Aparatur Sipil Negara). Hal ini sama dengan seleksi di TNI dan Polri yang semuanya sudah berbasis pada seleksi yang profesional.

Akan tetapi, pemerintah pun menyadari bahwa saat ini masih terdapat tenaga honorer yang bekerja tanpa status serta hak dan perlindungan yang jelas. Untuk itu, Moeldoko berharap skema P3K juga dapat menjadi salah satu mekanisme penyelesaian tenaga honorer berbasis seleksi berbasis sistem merit. Sehingga, mampu menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru.

Sebagaimana diketahui, P3K juga akan memiliki kewajiban dan hak keuangan yang sama dengan ASN yang berstatus sebagai PNS dalam pangkat dan jabatan yang setara. Hanya saja, P3K tak akan mendapatkan pensiun layaknya PNS.

Dalam PP tersebut, jabatan ASN yang dapat diisi oleh PPPK meliputi: a. JF (Jabatan Fungsional); dan b. JPT (Jabatan Pimpinan Tinggi).

“Selain jabatan sebagaimana dimaksud, Menteri (yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pendayagunaan aparatur negara) dapat menetapkan jabatan lain, yang bukan jabatan struktural, yang dapat diisi oleh P3K,” bunyi Pasal 2 ayat (2) PP ini.

Untuk itu, setiap Istansi Pemerintah, menurut PP ini, wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan P3K berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja, untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1  tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.

Selanjutnya, kebutuhan dan jenis jabatan P3K sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Selain penyusunan kebutuhan sebagaimana dimaksud, dalam PP ini disebutkan, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dapat mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri kebutuhan JPT utama tertentu atau JPT madya tertentu, yang dapat diisi oleh P3K.

“Usulan sebagaimana dimaksud disertai dengan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan,” bunyi Pasal 5 ayat (2) PP ini.

Menurut PP ini, setiap Warga Negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon P3K setelah memenuhi persyaratan. Sementara pengadaan calon P3K, dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan.

Pengadaan P3K, dilakukan secara nasional berdasarkan perencanaan kebutuhan jumlah P3K, yang dilaksanakan melalui Panitia Seleksi Nasional Pengadaan P3K.

Menurut PP ini, pengadaan P3K untuk mengisi JPT utama dan JPT madya tertentu yang lowong dilakukan sesuai dengan ketentuan, mengenai tata cara pengisian JPT dalam peraturan perundang-undangan, dan berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Sementara pengadaan P3K untuk mengisi JF (Jabatan Fungsional) dapat dilakukan secara nasional atau tingkat instansi, yang dilakukan oleh panitia seleksi dengan melibatkan unsur dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

“Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengadaan P3K dan pembentukan panitia seleksi nasional pengadaan PPPK diatur dalam Peraturan Menteri,” bunyi Pasal 13 PP ini.

Ditegaskan dalam PP ini, pengumuman lowongan pengadaan P3K dilakukan secara terbuka kepada masyarakat, paling singkat 15 (lima belas) hari kalender.