Penjelasan Terkait Sesar Grindulu yang Diduga Aktif

oleh -48 Dilihat
Debit Sungai Grindulu Naik (Dok. Pacitanku)
Foto ilustrasi: Sungai Grindulu (Dok. Pacitanku)

Pacitanku.com, PACITAN – Pada Kamis (7/11/2019) pukul 21.27.14 WIB, wilayah Kabupaten Pacitan dan sekitarnya, diguncang gempabumi tektonik.

Hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) menunjukkan bahwa gempa tersebut memiliki magnitudo 3,1. Episenter terletak pada koordinat -8,23 LS dan 111,13 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 4 km arah tenggara Kota Pacitan pada kedalaman 11 kilometer.

Adapun, dampak gempa tersebut  menunjukkan guncangan dirasakan di wilayah Pacitan, Kebonagung dan Tamperan Kecamatan Pacitan, dalam skala Intensitas II-III MMI, yaitu guncangan dirasakan nyata dalam rumah, seakan-akan ada truk yang sedang berlalu. Karena guncangannya dirasakan yang cukup kuat beberapa warga sempat berlarian keluar rumah.

Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono memiliki analisis terkait kejadian gempa bumi tektonik tersebut. Melihat lokasi episenternya, Daryono menduga  bahwa pembangkit gempa ini adalah Sesar Grindulu.

Baca juga: BMKG: Pacitan Diguncang Gempa Jadi Penanda Sesar Grindulu Masih Aktif

Lalu, terkait  peristiwa tersebut, Kepala Sie Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan Diannita Agustinawati memberikan penjelasan terkait dugaan aktifnya sesar atau patahan Grindulu.

“Pada waktu itu, di Pacitan terjadi gempa bumi dengan  kurang lebih 3,1 SR, yang ditengarai epicentrumnya di darat, kan masyarakat merasakan guncangan kuat, saat itu juga saya berkoordinasi dengan Dr Daryono BMKG, Dr Paryono, dan Rahma Hanifa peneliti pusat gempa ITB,”jelasnya kepada Pacitanku.com, Kamis (28/11/2019).

Menurut Dian, sesar grindulu yang ada di Pacitan itu ditengarai itu aktif, namun pihaknya butuh kajian mendalam untuk meneliti terkait patahan tersebut.

“Seperti itu, tetapi untuk kajian yang lebih mendalam, mereka para peneliti belum bisa memberikan statemen yang lebih mendalam karena harus melakukan riset yang panjang terlebih dahulu. Dan inipun sudah saya sampaikan ke bapak Bupati, dan Bapak Bupati sudah memerintahkan untuk menindaklanjuti selalu berkomunikasi dengan ITB dan BMKG bagaimana kita bisa memberikan kajian secara mendalam di sesar grindulu di wilayah Pacitan,”papar Dianita.

Menurut Dian, peristiwa gempa bumi yang berpusat di darat itu juga nanti berdampaknya juga sangat tinggi. Sehingga, pihaknya mengharapkan peristiwa dugaan aktifnya sesar grindulu tersebut tidak sampai membuat kecolongan.

“Jadi diharapkan sesar grindulu yang saat ini ditengarai aktif tidak akan kecolongan seperti sesar opak di Bantul kemarin itu, harapannya seperti itu,”tandasnya.

Untuk itu, Diannita mengatakan dari kajian kecil dari beberapa akademisi, dan BMKG sendiri dengan adanya gempa kemarin itu berarti menandakan sesar grindulu itu aktif. “Tapi untuk dampaknya seperti apa, jangkauannya seperti apa perlu riset yang lebih mendalam,”tandasnya.

Dua pusat gempa di Pacitan

Gempa Bumi yang melanda Pacitan. (@Infogempaa)
Foto ilustrasi Gempa Bumi. (@Infogempaa)

Lebih lanjut, Diannita menyebutkan bahwa di Kabupaten Pacitan sendiri memiliki dua pusat atau sumber gempa bumi, yakni di laut dan di darat.

“Sekarang yang perlu diwaspadai, masyarakat di Pacitan itu mempunyai sumber gempa bumi dua, yang satunya itu berada di tengah laut sana, dengan adanya lempeng indoaustralia dan eurasia, kemudian yang satu lagi berada di daratan yakni sesar grindulu,”jelasnya lagi.

Atas hal itu, Dian mengungkapkan terkait upaya mitigasi bencana ke masyarakat. Selama ini, pihaknya sering melakukan sosialisasi mitigasi gempa bumi dan tsunami untuk sumber gempa bumi yang terjadi akibat pergeseran dua lempeng tersebut.

“Apabila masyatakat yang jauh dari laut tapi merasakan gempa, untuk lari ke tempat terbuka, selama ini mitigasi nya kan kita terkait pergeseran lempeng, tapi saat ini sesar yang berasal dari daratan, itu memang otomatis tidak ada gelombang, tapi justru tanahnya retak, ambles ke bawah dan sebagainya. Kita harus mengetahui dan memahami daerah di Pacitan tanahnya kars, dibawahnya banyak rongga, aliran sungai, goa dan sebagainya,”pungkasnya.

Apa itu sesar dan apa kaitan dengan gempa bumi?

Keindahan pesona sungai Grindulu Pacitan (Foto : Joko Pitono)
Keindahan pesona sungai Grindulu Pacitan (Foto : Joko Pitono)

Mengutip informasi dari ESDM, Salah satu sumber pemicu gempa bumi yang terletak di darat adalah sesar aktif. Keberadaannya mutlak perlu diketahui guna meminimalkan risiko akibat gempa yang timbul apabila sesar aktif ini bergerak.

Hal yang perlu diketahui meliputi lokasi, sebaran, zona sesar aktif, dan karakteristik sumber gempa bumi. Data tersebut diperlukan untuk menganalisis bahaya goncangan gempa, baik pada batuan dasar maupun tanah permukaan, sehingga risiko akibat gempa dan mitigasinya dapat diperkirakan.

Sesar merupakan retakan pada batuan yang telah mengalami pergeseran. Apabila retakan batuan belum bergerak atau bergeser dinamakan kekar (joint). Sesar dapat berupa retakan tunggal, membentuk lajur atau zona sesar (fault zone) yang terdiri dari sekumpulan retakan.

Berdasarkan arah pergerakannya sesar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sesar naik (reverse fault), sesar mendatar (strike fault), dan sesar normal (normal fault). Sesar mendatar sering disebut sesar geser, sedangkan sesar normal sering disebut sesar turun.

Di dalam laman ESDM tersebut, berdasarkan tingkat aktivitasnya, sesar dibagi menjadi tiga, yaitu sesar aktif, sesar potensi aktif, dan sesar tidak aktif. Sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu 10.000 tahun terakhir. Sesar berpotensi aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu dua juta tahun terakhir. Sedangkan sesar tidak aktif adalah sesar yang belum/ tidak pernah bergerak dalam kurun waktu lebih dari dua juta tahun terakhir.

Kajian terkait sesar Grindulu

Jembatan Kedungbendo, di Arjosari yang dibangun. (Foto: Humas Pemkab Pacitan)

Pada bulan April 2015 lalu, tiga peneliti dari Jurdik Fisika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Stasiun Geofisika BMKG Yogyakarta, yakni Aryo Seno Nurrohman, Nugroho Busi Wibowo dan Denny Darmawan melakukan penelitian terkait sesar grindulu berjudul “Identifikasi Jalur Sesar Minor Grindulu Berdasarkan Data Anomali Medan Magnet.”

Penelitian dengan pengumpulan data anomali medan magnet secara langsung di Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan dengan koordinat geografis 8.10º BT-8.09º BT dan 111.12º LS – 111.15º LS.

Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa sesar Grindulu merupakan sesar yang terbentuk pada zaman kwarter yang berorientasi timurlaut-baratdaya dan berada di Pulau Jawa sebelah Selatan. Sesar Grindulu merupakan jalur patahan lempeng benua yang membentuk Pulau Jawa, yang membentang di lima kecamatan, yakni Kecamatan Bandar, Nawangan, Punung, Arjosari serta Donorojo. Sesar mayor sendiri memiliki sesar-sesar minor yang tersebar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Pacitan.

Sementara, sesar yang terletak di Kecamatan Arjosari menunjukkan adanya aktivitas gerakan tanah disertai suara gemuruh yang terjadi pada tanggal 10 Januari 2014 yang mengakibatkan cukup banyak kerusakan, di antaranya adalah terjadinya retakan pada dinding bangunan pada sebagian besar bangunan di Dusun Ngasem dengan lebar beberapa millimeter sampai dengan 3 cm. Menurut informasi penduduk retakan semakin berkembang dan melebar setelah terjadi hujan lebat. Gerakan tanah ini mengancam 39 rumah.

Berdasarkan data-data di atas terdapat beberapa permasalahan, antara lain adalah informasi mengenai sesar minor Grindulu yang masih kurang serta informasi mengenai struktur dan batuan penyusun dan arah sesar sesar minor Grindulu yang masih terbatas.

Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola anomali medan magnet sesar minor Grindulu dan mengidentifikasi arah dan struktur bawah permukaan sesar minor Grindulu.

Dari penelitian tersebut disimpulkan sesar minor Grindulu ini merupakan sesar geser atau sesar mendatar ditandai dengan patahan pada satu lapisan batuan di kedalaman (0-400) m dengan batuan yang sama yakni granit, lava andesit, dan breksi tufa pada salah satu lapisannya dengan arah N32˚E dan kemiringan bidang sesar atau dip sebesar 75˚ ke arah kanan atas.

Sehingga disarankan dari penelitian tersebut agar dapat mengungkap kondisi bawah permukaan di daerah penelitian lebih akurat maka daerah pengambilan data dengan menggunakan metode magnetik perlu di perpendek jarak antar titiknya, sehingga dapat menghasilkan interpretasi yang lebih baik dan lebih jelas.

Tak hanya itu, peneliti tersebut juga menganggap perlu dilakukan komparasi dengan metode lain di daerah yang sama agar sesar dapat terlihat dengan jelas, seperti dengan menggunakan metode mikrotremor, metode geolistrik dan metode gravitasi.