Plus Minus Zonasi Sekolah Menurut Tim Raperda Pendidikan Pacitan Tahun 2008

oleh -2 Dilihat
Ilustrasi siswa sekolah.

Pacitanku.com, PACITAN – Mantan tim Raperda Pendidikan Pacitan tahun 2008 Sukatno menyebut ada plus minus dalam penerapan sistem zonasi sekolah di Indonesia.

Menurut dia, upaya tersebut adalah upaya yang baik dari pemerintah, tetapi masih perlu disempurnakan lagi karena muncul dampak kurang baik.

“Dampak sistem zonasi adalah siswa yang domisili dekat sekolahan menjadi lebih santai dalam belajar, karena mereka tahu bahwa pasti diterima di sekolah tersebut,”katanya, Selasa (1/10/2019) di Pacitan.

Selain itu, menurut Sukatno, banyak orang tua yang merekayasa domisili anaknya ke dekat sekolah dengan cara menitipkan ke KK warga sekitar sekolah.

“Dampak lain, semangat belajar anak yang jauh dari sekolahan atau dekat sekolahan yang kurang favorit jadi menurun. Tak hanya itu, kemerdekaan masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakat  teramputasi, ini jadi warning pendidikan,”jelas dia.

Lebih lanjut, Sukatno mengatakan dalam pelaksanaannya, peraturan terkait sistem zonasi sekolah ini sudah dibuat sebagik mungkin, tetapi terkadang ada oknum yang merekayasa dan melanggarnya sendiri.

“Seperti sistem zonasi  kalau dipahami betul, akan sangat baik sekali maksud dan tujuannya,”tandasnya.

Nilai plus lainnya, kata dia, tidak ada lagi sekolah favorit, sehingga dengan sistem zonasi, membuka peluang bagi siswa berprestasi untuk memilih sekolah walaupun semua dibatasi 20 persen.

Sukatno (Mantan tim Raperda Pendidikan tahun 2008)

“Termasuk jika orang tuanya yang bertugas di wilayah zona lain pun bisa mengikuti orang tuanya,”tandas pria yang akrab disapa Katno brewok ini.

Hal lain yang perlu dicermati, kata Katno, adalah mengubah pola pikir masyarakat yang masih mengutamakan gengsi dalam menyekolahkan anaknya.

“Sebagai contoh di Pacitan, masih banyak orang tua yang punya pemikiran, jika tidak sekolah di SMPN 1 atau SMAN 1 kurang bergengsi, sehingga kadang dampaknya, langkah apapun ditempuh untuk bisa masuk,”ungkap dia.

Sehingga, seharusnya dengan adanya zonasi sekolah, walaupun misalnya anak sekolahnya di kawasan pegunungan sekalipun, kecerdasan dan prestasinya bisa bersaing dengan anak-anak di kota. Hal demikian juga berlaku untuk guru-gurunya dan dari sisi ekonominya.

“Belum lagi kalau dihitung dari segi ekonomisnya, anak-anak di desa tidak perlu kos, sehingga mungkin juga uang transportasi berkurang, dengan demikian mutu kualitas serta biaya pendidikan menjadi murah, kota dengan desa menjadi tidak ada kesenjangan,”tandasnya.

Secara teori, hal tersebut menjadi harapan dari penerapan zonasi sekolah. Namun pada praktiknya, susah menghilangkan kata sekolah favorit, karena hal itu juga terkait fasilitas yang dimiliki.

“Sehingga, praktiknya, bukannya kita menolak (zonasi), tapi akan lebih bijaksana kalau dilakukan bertahap, bukan langsung 90 persen zonasi dan sisanya jalur khusus seperti kemarin. Semua jadi kalang kabut, satu hal lagi, hal ini harus dilakukan secara konsisten. Jangan sampai ganti menteri ganti kebijakan lagi,”papar dia.

Katno optimistis, jika hal tersebut dijalankan dalam waktu beberapa tahun kedepan, masyarakat akan merasakan manfaatnya penerapan zonasi sekolah tersebut.

Karena, kata dia, dengan adanya zonasi, akan terjadi pemerataan mulai sarana dan prasarana masing-masng sekolah. Selain itu, dari sisi penerapan, saat ini masih dalam tahap penyesuaian

“Tapi kalau kedepan diterapkan, persoalan guru dan sarana prasarana pasti merata, sebab semua proses perlu tahapan dan tidak mungkin terlaksana dalam waktu sekejap,”pungkasnya.