Mengenal Budaya Asli Pacitan: Ronthek dan Kethek Ogleng

oleh -7 Dilihat

Selain banyaknya wisata yang ada di Pacitan, rupanya kampung halaman Presiden ke-6 RI SBY ini menyimpan potensi budaya yang menarik untuk dikupas. Kali ini kita akan mengupas dua diantaranya, yakni Festival Ronthek Pacitan dan Seni Kethek Ogleng.

Yang pertama adalah Festival Ronthek. Perlu diketahui, festival ini disebut menjadi agenda sekaligus tradisi baru masyarakat pacitan yang memiliki nilai seni budaya yang sangat tinggi.

Awalnya, agenda tahunan ini adalah sebuah acara sederhana yang berfungsi untuk membangunkan warga melaksanakan sahur untuk ibadah puasa Ramadhan. Namun lambat laun, ronthek berubah menjadi kreasi tarian dinamis yang indah. Tahun 2011, festival Ronthek Gugah Nagari sampai tercatat di rekor MURI karena diikuti oleh 2.818 orang.

Ronthek berasal dari kata “ronda thetek” yang merupakan alat musik sejenis kentongan untuk ronda atau siskamling, terbuat dari bambu yang dilubangi memanjang di bagian tengahnya.

Cara memainkannya dipukul-pukul dengan bambu juga sehingga terdengar alunan musik yang unik dan indah. Dahulu Seni Ronthek Gugah Sahur hanya dikombinasikan dengan instrumen musik tradisional seperti gong, kenong, suling, dan saron. Namun, saat ini dikombinasikan juga dengan instrumen musik modern seperti saxophone dan bass drum. Tradisi ini mengutamakan kekompakan dan keserasian pemain alat musik, penari, dan pesinden.

Konsep dari kegiatan ini adalah perlombaan Ronthek yang diikuti oleh perwakilan desa dan Kecamatan se-Kabupaten Pacitan. Karena banyaknya kontestan yang berpartisipasi dalam kegiatan ini, maka tidak jarang kegiatan ini berlangsung selama berhari-hari.

Yang menarik, dalam hajatan ini bukan sekadar adu kreasi memainkan instrumen musik saja melainkan menjadi karnaval malam hari yang disemarakkan dengan tarian dan berbagai penampilan untuk menarik perhatian.

Karnaval ronthek ini sangat meriah. Karena, selain para pemain ronthek yang berdandan layaknya pawai 17 Agustusan, setiap kelompok juga mendekorasi kendaraan menjadi aneka macam bentuk yang kreatif.

Rontek menjadi event budaya lokal yang menarik untuk di tunggu. Festival Ronthek adalah satu khazanah seni budaya yang cukup menjadi hiburan yang menarik bagi masyarakat Pacitan, yang mulai digelar saat tahun 2011 atau saat tahun pertama Bupati Indartato menjabat.

Saat festival dimulai, ini menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat Pacitan, karena pada saat itu, ribuan masyarakat Pacitan tumplek bleg menjadi satu di jalur protokol Pacitan.

Selain agenda inti adalah ronthek, biasanya para penari menampilkan busana unik khas Pacitan yang dipadukan dengan tarian menarik, seni musik dengan irama yang bagus, serta tidak ketinggalan properti yang digunakan menambah menarik acara tahunan ini.

Juara Festival Ronthek dari masa ke masa

Pertama kali, Festival Ronthek digelar Tahun 2011 tepatnya 18-19 Agustus 2011. Saat itu belum berbentuk festival, melainkan adalah lomba, dimana pada  pertama ini dimenangkan oleh Ronthek dari Desa Sedayu Kecamatan Arjosari. 

Pada tahun kedua, lomba Ronthek kembali diadakan di Bulan Agustus 2012. Kali ini ganti Desa Bangunsari Kecamatan Pacitan yang keluar sebagai pemenangnya.

Kemudian, pada tahun 2013 kembali diadakan Lomba Ronthek, kali ini penyelenggaraannya di bulan September 2013, dengan Desa Tanjungsari sebagai pemenangnya.

Tahun 2014 lomba ronthek diselenggarakan pada bulan Juli dengan perubahan ke arah Festival, sehingga juaranya diambil dari beberapa kategori yaitu penyaji terbaik, penata musik terbaik dan pelestari budaya.

Untuk hasilnya, lima penyaji terbaik adalah Desa Tanjungsari, Kecamatan Arjosari, Kelurahan Pucangsewu, Desa bangunsari dan Kelurahan Pacitan. Sedangkan tiga penata musik terbaik diraih oleh Kelurahan Baleharjo, Kecamatan Arjosari dan Kecamatan kebonagung. Untuk kategori pelestari budaya diraih oleh Desa Mentoro.

Pada tahun 2015, Ronthek Pacitan digelar pada 21-23 Agustus dalam rangka peringatan HUT ke 70 RI, untuk kategori lima penyaji terbaik, ada lima grup Rontek, yakni Desa Arjowinangun, Kelurahan Pucangsewu, Desa Menadi, Kecamatan Pringkuku dan Kecamatan Ngadirojo.

Sementara, untuk tiga penata musik terbaik jatuh ke tangan Desa Tanjungsari, Kecamatan Arjosari dan Kelurahan Pacitan. Sementara untuk kategori pelestari budaya jatuh ke tangan tim rontek Kecamatan Tegalombo.

Pada tahun 2016, Festival Ronthek Pacitan digelar pada 21-22 Agustus dengan hasil sebagai penyaji terbaik adalah tim dari kelurahan Pacitan. Kemudian tiga penata musik terbaik non ranking diraih Kelurahan Pacitan, Kecamatan Punung dan Kecamatan Kebonagung.

Dalam event tahun 2016, juga diperoleh tiga penata tari terbaik non ranking yang diraih Pucangsewu, Sidoharjo dan Ploso. Penghargaan lain adalah tiga penata properti/artistik terbaik non ranking yang diperoleh Ngadirojo, Pringkuku dan Baleharjo.

Pada tahun 2017, lima penyaji terbaik non ranking tahun 2017 diperoleh tim Ronthek “Songgolangit” Kecamatan Punung, tim Ronthek “Laskar Gempar” Kelurahan Pacitan, tim Ronthek “Jago Suroloyo” Kecamatan Tegalombo, tim Ronthek “Teratai Budoyo” Kecamatan Bandar dan tim Ronthek “Sawunggaling” Desa Menadi.

Penyelenggaraan terakhir, yakni tahun 2018, Grup Ronthek “Raung Bambu” Kecamatan Pringkuku akhirnya dinobatkan sebagai juara umum. Untuk kategori penyaji terbaik juga didapatkan Grup Ronthek “Bina Sakti” Kelurahan Pucangsewu, “Mandala Gong 2000” Kecamatan Punung, “Laskar Gempar” Kelurahan Pacitan, “Raung Bambu” Kecamatan Pringkuku dan “Gringsing Sinampurno” Kecamatan Tegalombo.

Sementara, kategori penata musik terbaik didapatkan tim “Pring Sejati” Desa Bangunsari Kecamatan Pacitan, “Sekar Melati” Kecamatan Arjosari, “Ceria” Desa Tanjungsari, “Raung Bambu” Kecamatan Pringkuku dan “Gugah Rasa” Kecamatan Donorojo.

Kethek Ogleng

Satu lagi karya seni khas Pacitan yang tak boleh dilewatkan begitu saja. Tarian khas Pacitan kali ini diberi nama Kethek Ogleng. Kesenian ini adalah simbol mahakarya dari masyarakat Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan. Biasanya tarian ini dipentaskan pada waktu hajatan masyarakat setempat, atau sering juga ditampilkan saat agenda hari ulang tahun Kabupaten.

Akar sejarah adanya kethek ogleng di Tokawi berawal dari sosok bernama Sutiman. Sutiman menciptakan seni Kethek Ogleng tersebut sudah ada sejak tahun 1963. Saat itu, Sutiman yang berprofesi sebagai petani berhasil menciptakan gerak tari Kethek Ogleng saat masih berusia  18 tahun.

Penamaan Kethek Ogleng diambil dari nama binatang yaitu kera dalam bahasa jawa, sementara ogleng berasal dari bunyi gamelan yang berbunyi gleng-gleng.

Tari Kethek Ogleng pertama kali ada di tempat orang punya hajat perkawinan tepatnya akhir tahun 1963, adapun entas tersebut terlaksana atas permintaan Kepala Desa Tokawi pada waktu itu Haryo Prawiro.

Kethek Ogleng semakin berkembang, seperti pada akhir tahun 1964, Dinas Pendidikan atas persetujuan Bupati RS Tedjo Sumarto, meminta Sutiman agar tari Kethek Ogleng menggunakan cerita rakyat Panji Asmorobangun. Hal itu bertujuan apabila menggunakan unsur cerita agar menjadi lebih baik. Cerita panji dalam versi raden panji yang akan dijodohkan dengan Sekartaji atau Candra Kirana.

Tari Kethek ogleng memiliki alur cerita, secara utuh terdiri dari enam tokoh yaitu Panji Asmorobangun, Dewi Sekartaji, Endang Rara Tompe, Punakawan, Bathara Narada dan Wanaraseta dan tari tersebut berkembang hingga sekarang.

Perkembangan tari Kethek Ogleng sendiri juga sudah diakui oleh Pemkab. Terbukti beberapa tahun silam seni tari Kethek Ogleng dimodifikasi dalam seni tari kontemporer yang mengadopsi cerita Kethek Ogleng dengan tajuk Pacitan Bumi Kaloka.

Tarian Pacitan Bumi Kaloka yang terinspirasi dari tari Kethek Ogleng sendiri sudah tampil beberapa kali di tingkat provinsi maupun nasional.

Kini setiap tahun juga digelar pementasan Kethek Ogleng dalam rangka lahirnya kesenian tersebut, dihitung sejak tahun 2017 lalu, pementasan yang digelar di Monumen Jenderal Soedirman tersebut sudah digelar dua kali dan mendapatkan apresiasi dari masyarakat, pemerintah dan pemerhati seni budaya.

Untuk semakin meningkatkan pelestarian seni budaya Kethek Ogleng, Sanggar Condro Wanoro yang dikomandai oleh Bapak Sukisno juga sering menggelar latihan rutin yang diikuti siswa-siswi di Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan.

Kedepan pengembangan Kethek Ogleng ini juga dikabarkan mulai merambah ke dunia pendidikan, khususnya menjadi kegiatan ekstra di wilayah Kecamatan Nawangan.

Nah, teman-teman, demikianlah dua diantara seni budaya yang dimiliki Pacitan. Kalau kamu, paling suka nonton apa, ronthek atau Kethek Ogleng? Apapun pilihanmu, mari kita jaga dan kita lestarikan budaya luhur Pacitan.