Setelah Selat Sunda, Bagaimana Potensi Tsunami di Pesisir Pacitan?

oleh -3 Dilihat
Kawasan perairan Pacitan di Pantai Dangkal Kebonagung. (Foto: Istimewa)

Pacitanku.com, PACITAN – Peristiwa bencana alam erupsi gunung anak krakatau di selat Sunda dan disusul gelombang Tsunami di kawasan Provinsi Banten dan Lampung menjadi keprihatinan nasional.

Setelah peristiwa tersebut, bagaimana potensi gelombang tsunami juga terjadi di Pacitan?

Kepala Sie Pencegahan dan Kesiapsiagaan Pacitan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupten Pacitan Diannita Agustinawati saat berbincang dengan Pacitanku.com, Selasa (25/12/2018) di ruang kerjanya di Jalan Walanda Maramis nomor 9, Lingkungan Barean, Sidoharjo, Pacitan mengatakan ancaman gelombang tsunami di Pacitan cukup tinggi. Namun dia mengatakan ada peringatan terlebih dahulu berupa gempa sebelum terjadi Tsunami.

Baca juga: Catat, ini Tips BPBD Pacitan Hadapi Bencana Gempa Bumi

“Ancaman gempa tsunami khususnya di pesisir selatan Jawa, di Pacitan, ini ancaman yang tinggi, Namun kami himbau masyarakat jangan terpengaruh dengan isu yang tidak jelas, karena di pesisir jawa, salah satunya di Pacitan, Tsunami pasti didahului dengan gempa, beda dengan yang ada di selat sunda, karena kita tidak memiliki gunung berapi,”jelasnya.

Secara khusus, Dian mengatakan peristiwa gempa vulkanik atau erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda yang mengakibatkan terjadinya tsunami tidak berpengaruh di Pacitan.“Peristiwa (tsunami-red) tersebut, tidak ada pengaruhnya dengan khususnya Kabupaten Pacitan yang berada di pesisir selatan Jawa,”ujar dia.

Lebih lanjut, Dian menuturkan penyebab terjadinya gempa tektonik adanya pertemuan dari lempeng indo australia dan eurasia. “Karena kalau untuk di pesisir selatan Jawa kita ancamannya karena adanya pertemuan lempeng indo australia dan eurasia. Jadinya subdusksinya kan sudah beda. Disana gempa vulkanik atau erupsi, kalau di kita adalah gempa tektonik,”tandas dia.

Baca juga: Ini Daftar Desa Rawan Bencana Tsunami di Pacitan

Salah satu aktivitas dua lempeng tersebut, kata Dian, adalah peristiwa gempa bumi dengan kisaran magnitudo 2,3 skala richter hingga 3,5 SR yang terjadi pada Senin (24/12/2018) hingga Selasa (25/12/2018). “Gempa di perairan Pacitan tenggara, hari Senin terjadi sebanyak tujuh kali dengan skala 2,3 SR dan hari Selasa 3,5 SR memang itu aktivitas subduksi lempeng indoaustralia dan eurasia,”katanya.

Atas berbagai potensi dan ancaman itu, Dian menghimbau masyarakat Pacitan untuk menerapkan prinsip 20 20 20 jika terjadi bencana alam gempa bumi di Pacitan.

“Jadi himbauannya kalau ada gempa, intensitas 20 detik, dan keras, masyarakat untuk segera melarikan diri melakukan evakuasi ke ketinggian 20 meter,”pungkasnya.

Sebagai informasi, peristiwa Tsunami di Selat Sunda seakan datang tanpa adanya pertanda apapun, waluapun erupsi Gunung Anak Krakatau bisa dibilang menjadi alasan pemicu logis terdekat.

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber dan analisis Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ada analisis awal, yaitu sebelum kejadian tsunami, letusan Gunung Anak Krakatau terjadi secara terus menerus sejak Juni 2018 dan berfluktuasi, namun tidak ada peningkatan intensitas yang signifikan.

Tsunami yang terjadi pada 22 Desember 2018 kemungkinan besar dipicu oleh longsoran atau jatuhnya sebagian tubuh dan material Gunung Anak Krakatau atau “flank collapse“, khususnya di sektor selatan dan barat daya. Masih diperlukan data tambahan dan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada faktor lain yang berperan.

Hingga Selasa (25/12/2018) pukul 13.00 WIB, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data bahwa korban jiwa akibat tsunami di Selat Sunda mencapai 429 orang.

BNPB juga mencatat hingga hari ketiga pascatsunami Selat Sunda, sebanyak 1.485 orang luka-luka, 154 hilang dan 16.082 orang mengungsi akibat tsunami pada Sabtu (22/12) malam tersebut.

Tsunami tersebut berdampak pada lima kabupaten, yaitu Pandeglang dan Serang di Provinsi Banten, serta Kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran dan Tanggamus di Provinsi Lampung.

Pewarta: Dwi Purnawan